Politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira
JAKARTA — Fenomena pengibaran bendera bajak
laut dari anime "One Piece" menjelang hari jadi Indonesia yang ke-80
telah memicu perdebatan panjang. Beberapa orang bahkan mengibarkan bendera One
Piece di bawah bendera Indonesia pada perayaan 17 Agustus tahun ini.
Andreas Hugo Pareira, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI,
memandang fenomena ini sebagai bentuk ekspresi dan kebebasan sipil yang dijamin
konstitusi. Ia bahkan berpendapat bahwa pengibaran bendera kartun Manga
seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi pemerintah.
"Ini menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai
bentuk kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kegelisahan masyarakat.
Seharusnya ini menjadi bahan introspeksi buat Pemerintah, bahwa ada persoalan
serius yang membuat masyarakat menyampaikan protes dalam ‘diam’, dalam bentuk
sosial kultur," ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini tak setuju jika pengibaran
bendera bajak laut One Piece menjelang Hari Kemerdekaan RI disebut sebagai
tindakan makar. Ia kembali menekankan bahwa hal tersebut lebih merupakan bentuk
ekspresi masyarakat terhadap kondisi sosial-politik saat ini.
"Terlalu berlebih-lebihan kalau menganggap bendera One
Piece sebagai tindakan makar," tegas Andreas.
Ia pun menilai, seharusnya masyarakat yang menyampaikan
‘protes’ kepada Pemerintah diberikan pendekatan yang humanis, dan persuasi yang
manusiawi.
Andreas tidak sepakat apabila pemasangan bendera One Piece
dianggap sebagai bentuk provokasi atau dianggap makar, apalagi disikapi Pemerintah
dengan represi.
"Karena tidak ada bentuk pelanggaran hukum, tidak pula
menghina simbol negara. Mereka hanya berekspresi dengan caranya, yang hari ini
zaman pun sudah makin terbuka dan maju," sambung Legislator dari Dapil
Nusa Tenggara Timur I itu.
Kendati demikian, Andreas tetap mengimbau masyarakat Tanah
Air untuk mengibarkan bendera Merah Putih selama bulan kemerdekaan tanpa
embel-embel bendera lain.
"Untuk menghormati peringatan proklamasi, yang kita
utamakan adalah Merah Putih," pungkasnya. (fajar)