Agustus 2022



SANCAnews.id – Rekonstruksi pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di dua rumah Ferdy Sambo, di Jalan Saguling III dan Komplek Polri Duren Tiga, telah digelar pada Selasa kemarin, 30 Agustus 2022. Sebanyak 74 adegan diperagakan dalam rekonstruksi tersebut.


Rekonstruksi itu memeragakan adegan mulai dari yang terjadi di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, hingga ekseksusi Brigadir J di rumah Duren Tiga.


Salah satu adegan yang diperagakan adalah ketika eksekusi Yosua di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. 


Dalam rekonstruksi kemarin, Yosua disebut sempat setengah berlutut untuk memohon di hadapan Bharada E yang menodongnya dengan pistol. Yosua ditodong Richard di lantai satu, tepatnya antara depan tangga dan kamar mandi dekat ruang tamu. Dalam adegan tersebut tidak hadir tersangka lain. Ketidakhadiran tersangka lain karena adanya perbedaan keterangan antara tersangka. 


Cerita versi Ferdy Sambo

Dalam Berita Acara Pemeriksaan Ferdy Sambo yang dilihat Tempo, kejadian itu memang berbeda. Ferdy mengaku saat itu bersama Bharada E dan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf menanyakan soal peristiwa di Magelang kepada Yosua. 


"Kenapa kamu tega berbuat kurang ajar ke ibu?" kata Ferdy menirukan pertanyaannya kepada Yosua saat itu.


Dia pun menyatakan bahwa Yosua membalas pertanyaannya itu dengan nada menantang. "Tega apa komandan?" kata Ferdy menirukan pernyataan Yosua. 


Kemudian Ferdy membalasnya lagi dengan mengatakan, "Kamu kurang ajar sama ibu." Yosua kembali membalas, "Kurang ajar apa komandan?"


Merasa Yosua tak mau mengakui perbuatannya dan menantang dirinya, Ferdy Sambo pun mengeluarkan perintah kepada Richard. 


"Hajar Chard," kata Ferdy kepada penyidik yang memeriksanya. 


Menurut Ferdy, Richard kemudian melepaskan tembakan dari jarak sekitar 2 meter sebanyak lima kali. 


"Kejadian terebut disaksikan oleh Bripka Ricky dan Kuat," kata Ferdy. 


Cerita versi Ferdy Sambo ini berbeda juga dengan keterangan yang pernah disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada publik. Kapolri sempat menyatakan bahwa fakta yang ditemukan tim khusus bentukannya adalah Bharada E menembak Yosua atas perintah Ferdy. (merdeka)



SANCAnews.id – Sidang ketiga teduga teroris yang terdiri dari tiga ustaz diantaranya Ust Farid Ahmad Okbah, Ust Zein An Najah dan Ust Anung mendapatkan kecaman dari kuasa hukum.

 

Pasalnya menjelang persidangan yang digelar di Pengadilan Tinggi Jakarta Timur pada Rabu 31 Agustus 2022, pihak pengadilan melarang kuasa hukum untuk memasuki ruangan sidang.

 

Karena kuasa hukum 3 ustaz dilarang masuk ruangan sidang, tersangka jalani sidang tanpa pengacara. Hal ini seperti yang terjadi di sidang pertama yang dilakukan pada 16 Agustus 2022 lalu.

 

Azam Khan salah seorang kuasa hukum dari 3 ustaz terduga teroris mengungkapkan bahwa mereka diundang dari legalitas hukum resmi untuk mendampingi ust. Farid Ahmad, ust. Zein An Najah dan ust. Anung.

 

“Dalam sidang ini harusnya terbuka untuk umum dan semua harusnya bisa melihat jalannya sidang ini, tapi apa kami tim pengacara tidak bisa masuk ke dalam,” protes Azam.

 

Masih dengan Azam, semua sebagai pengacara yang resmi seharusnya bisa mendampingi kliennya.

 

Kemarin janjinya hakim hanya membatasi sebanyak 35 pengunjung dan untuk pengacara selagi masih bisa masuk diperbolehkan.

 

“Kami ini dibatasi dengan cara yang tidak berkeadilan, saya datang kesini untuk mencari kebenaran. Belum tentu klien kami itu bersalah, kami ini semua dianggap teroris atau seperti apa,” papar Azam.

 

Azam juga menjelaskan bahwa pelarangan tersebut masih belum diketahui alasannya.

 

“Kami tidak mengerti, ada apa ini sampai kami tidak boleh masuk ke dalam, kami ini mencari keadilan bukan dibatasi,” ujarnya.

 

Menurut Azam, maskipun ruang sidang tidak mencukupi kapasitas tapi kami tim pengacara rela berdiri sampai berjam-jam untuk mencari keadilan.

 

“Pada pasal 5 kita semua sama di mata penegak hukum seperti jaksa, kepolisian, hakim ataupun pengacara, harusnya semua sama dimata hukum tidak boleh ada intervensi dan membeda-bedakan kami siapa,” lanjutnya.

 

Masih dengan Azam, kami sebagai pengacara merasa tidak di hormati dengan jalannya sidang ini, karena kami semua tidak boleh masuk dan mendampingi klien kami di dalam. Seharusnya wajib mendampingi proses jalannya sidang dan sampai pemutusan hukuman.

 

“Kalo dibatasi seperti ini ada hal yang tidak beres kami harusnya wajib mendampingi klien saya,” ujarnya.  (disway)



SANCAnews.id – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung perintahkan terpidana kasus penyiaran kabar yang tak pasti yakni penceramah Habib Bahar Smith dikeluarkan dari rumah tahanan.

 

”Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan di Rumah Tahanan Negara,” kata Ketua Majelis Hakim Untung Widarto dikutip dari daftar putusan Mahkamah Agung seperti dilansir dari Antara di Bandung, Rabu (31/8).

 

Adapun perintah itu dilakukan setelah majelis hakim menerima banding dari jaksa penuntut umum dan memperbaiki vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Negeri Bandung.

 

Sebelumnya, majelis hakim PN Bandung memvonis Habib Bahar Smith dengan hukuman 6,5 bulan penjara. Dari vonis itu kemudian jaksa penuntut umum mengajukan banding ke PT Bandung.

 

Kini PT Bandung pun telah memutuskan Habib Bahar Smith agar divonis 7 bulan penjara. Sehingga majelis hakim PT Bandung pun memerintahkan Habib Bahar untuk dikeluarkan dari rumah tahanan.

 

”Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata hakim PT Bandung.

 

Hakim PT Bandung pun menyatakan, Habib Bahar tidak bersalah dan membebaskan dari dakwaan pertama primer dan subsider. Namun hakim menyatakan dia bersalah karena melakukan perbuatan pidana menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau tidak lengkap.

 

Hakim menilai Habib Bahar seharusnya mengerti setidak-tidaknya patut menduga kabar demikian akan atau mudah menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

 

Adapun perkara yang menjerat Habib Bahar itu berkaitan dengan ujarannya saat mengisi ceramah di Kabupaten Bandung. Saat itu, dia menyebut Habib Rizieq Shihab dipenjara karena menggelar Maulid Nabi dan enam laskar FPI disiksa hingga tewas. (jawapos) 



SANCAnews.id – Belum lama ini, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Ali Mochtar Ngabalin jadi sorotan tajam saat berbincang soal rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Dalam perbincangan tersebut turut membahas soal pembenahan institusi Polri. Secara tidak terduga, Ali Ngabalin naik pitam dan tidak terima dengan wacana perombakan Polri.

 

Awalnya, eks Anggota Komisi III DPR Panda Nababan menyarankan jika Presiden merombak institusi Polri

 

Namun Ali Ngabalin yang tidak terima menyebut terlalu berlebihan jika Kapolri harus dihentikan.

 

Perdebatan ini terungkap dari tayangan progam acara Catatan Demokrasi yang tayang pada Selasa 30 Agustus 2022.

 

"Jangan bicara yang menyesatkan. Gak boleh begitu, ini institusi negara pak Panda," ucap Ali Ngabalin dilansir pada Rabu, 31 Agustus 2022.

 

Menurut Ngabalin, terlalu jauh apabila kasus ini sampai membuat Kapolri diberhentikan.

 

Kemudian Panda Nababan meluruskan maksud dirinya merombak institusi Polri adalah bukan langsung memecat Kapolri.

 

Di tengah adu pendapat tersebut, mantan pengacara Bharada E Deolipa Yumara langsung berbicara kepada Ngabalin dan menyebut bahwa Ngabalin terlalu banyak bicara.

 

“Jadi Bang Ngabalin, Bang Ngabalin kebanyakan bicara nih. Ini kita nih masyarakat Indonesia Pak diwakili oleh Pak Panda, Pak Jhonson (pengacara Brigadir J) ini kita ini rasional semua Pak, kita ga ada distorsi. Paham ya Pak,” kata Deolipa kepada Ngabalin.

 

“Iya diksi yang dipakai itu, juga anda juga harus bicara dengan benar,” kata Ngabalin menjawab pertanyaan Deolipa.

 

Pernyataan Deolipa ini langsung dijawab oleh Ngabalin dengan maki-maki.

 

"Kamu tidak punya etika, tidak punya akhlak, kayak orang pintar kau, kau mengotori ruang publik, rakyat mana yang kau wakili," ujar Ngabalin.

 

Ngabalin yang sudah emosi tetap mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi. Ali Ngabalin pun melontarkan kalimat kasar kepada Deolipa karean dinilai tidak memiliki etika bicara di ruang publik.

 

"Kau dapat apa? Menuduh orang g****k dan lain-lain. Lu tuh siapa sih? Kok bicara g****k dan segala macam di ruang publik. Kamu memang betul-betul tidak punya etika berbicara di ruang publik. Saya tidak setuju kalau kau berpengalaman. Kalau kau berpengalaman kenapa cara kamu begitu," kata Ngabalin untuk Deolipa.

 

Deolipa nampaknya tak ingin meneruskan aksi saling bentak dengan Ngabalin.

 

Dia kemudian mengucapkan, "Tuhan memberkati bapak, tuhan memberkati bapak," kata Deolipa

 

"Gitu aja bapak ngamuk-ngamuk, kita diskusi boleh panas boleh, tapi jangan ngamuk-ngamuk kayak kesurupan, saya kan juga enggak kesurupan, mana ada saya kesurupan," ujar Deolipa.

 

Ali Ngabalin kembali berbicara tanpa henti. Hal tersebut membuat pihak acara memilih untuk mute suara Ali Ngabalin. (law-justice)



SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ternyata turut menembak Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Dia menembak kepala belakang Brigadir J setelah korban tulungkup bersimbah darah ditembak Bharada E alias Richard Eliezer. Hal itu tergambar dalam video animasi kronologi kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan yang dirilis Polri.

 

"FS (Ferdy Sambo) menembak ke arah Y," tulisnya dalam narasi video animasi seperti dikutip Suara.com, Rabu (30/8/2022).

 

Setelah menembak Brigadir J, Ferdy Sambo selanjutnya menembak ke arah tembok hingga lemari. Hal ini sempat dijelaskan tim khusus Polri, upaya Sambo merekayasa kasus tersebut sebagai peristiwa tembak menembak.

 

"FS menembak ke arah tembok tangga dan lemari untuk mengelabui seolah-olah terjadi tembak-menembak," tulisnya.

 

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto membenarkan isi video animasi tersebut. Dia menyebut video ini berdasar keterangan kedua Bharada E yang dicantumkan dalam berita acara pemeriksaan atau BAP.

 

"Dua kali yang bersangkutan (Bharada E) menuangkan pengakuan tertulis, yang kedua itu yang dituangkan dalam BAP," jelas Agus.

 

74 Adegan 

Rekontruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J berlangsung selama tujuh jam setengah. Ada 74 adegan yang diperagakan oleh lima tersangka, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E alias Richard Eliezer, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

 

Terkecuali Putri Candrawathi, keempat tersangka lainnya melekasanakan rekonstruksi dengan menggunakan baju tahanan berwarna oranye. Bahkan, Ferdy Sambo terlihat diborgol dengan kabel tis.

 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebut rekonstruksi meliputi tiga peristiwa. Pertama peristiwa di Magelang, Jawa Tengah. Kedua di rumah pribadi mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Pancoran, Jakarta Selatan. Ketiga, di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.

 

"Kita sudah melaksanakan rekonstruksi berlangsung 7,5 jam," kata Dedi di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (30/8).

 

Dalam pelaksanaannya, kata Dedi, penyidik turut menghadiri pihak pengawas eksternal yakni Komnas HAM, LPSK, dan Kompolnas.

 

"Sesuai komitmen Kapolri timsus diperintahkan setransparan mungkin," katanya. (suara)



SANCAnews.id – Putri Candrawathi, tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hingga kini belum ditahan. Deolipa Yumara, eks kuasa hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E menyayangkan hal tersebut.

 

Istri Ferdy Sambo itu dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Menurut Deolipa, tersangka yang disangkakan pasal 340 harus ditahan.

 

"Sangat disayangkan sekali ada kefatalan penyidik dalam menangani kasus PC ini. Karena biasanya perkara pembunuhan berencana tersangka itu ditahan, karena dikhawatirkan menghilangkan barang-barang bukti dan membuat keterangan palsu di masyarakat," kata Deolipa di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (31/8/2022).

 

Deolipa mencontohkan, pelaku tindak pidana biasa seperti pencurian maupun penganiayaan saja ditahan. Tentunya ini menjadi hal yang janggal, mengingat Putri selaku tersangka pembunuhan berencana masih dapat berkeliaran bebas.

 

"Pelaku penipuan ditahan, pelaku nyolong ayam ditahan, penganiayaan ringan ditahan. ini pelaku pembunuhan berencana bebas berkeliaran," ujar dia.

 

Putri Candrawathi Belum Ditahan, ISESS Duga Pengaruh Ferdy Sambo Masih Kuat di Internal Polri

 

Diperiksa 12 Jam 

Pada Jumat (26/8) pekan lalu, penyidik tim khusus Polri telah memeriksa Putri sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Ini merupakan momen pertama istri Ferdy Sambo tersebut diperiksa sebagai tersangka.

 

Pemeriksaan berlangsung selama 12 jam, mulai dari pukul 10.57 WIB hingga 23.00 WIB.

 

Penyidik rencananya akan kembali memeriksa Putri pada Rabu (31/8). Dia akan dikonfrontir dengan empat tersangka lainnya, yakni Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan Kuat Maruf alias KM. (suara)



SANCAnews.id – Mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menyebutkan Putri Candrawati dan Kuat Maruf ketahuan melakukan hubungan intim oleh Brigadir J. Deolipa menyebutkan keduanya panik karena kepergok.

 

Menurut pernyataan Deolipa Yumara, Putri Candrawati dan Kuat Maruf melakukan pernyataan palsu untuk menutupi perbuatan mereka. Seperti apa? Berikut artikel selengkapnya.

 

Deolipa Sebut Putri Candrawati dan Kuat Maruf Berhubungan Intim

Deolipa Yumara hadir dalam acara Kabar Petang TV One pada Senin sore, 29 Agustus 2022. Dalam penuturannya, Deolipa membantah Brigadir J melecehkan Putri Candrawati.

 

"Motif bisa apa aja dibikin, tapi jangan sampai motifnya dibikin Yosua atau Brigadir J melecehkan Putri Candrawathi. Enggak ada itu,” ucap Deolipa Yumara dalam acara Kabar Petang TV One, dilansir IntipSeleb dari TV One News pada Selasa, 30 Agustus 2022.

 

Lebih lanjut, Deolipa Yumara malah menyebut Putri Candrawati berhubungan intim dengan Kuat Maruf di Magelang dan dipergoki Brigadir J.

 

“Enggak ada itu Yosua (Brigadir J) melecehkan Putri, yang ada justru Kuat Maruf dan Putri ketahuan Making Love (ML) oleh Yosua (Brigadir J)," tandas Deolipa.

 

Disebut Sama-sama Buat Alibi

Deolipa Yumara melanjutkan, setelah Putri Candrawati dan Kuat Maruf ketahuan oleh Brigadir J melakukan hal tak senonoh, Kuat mengejar Yosua. Sementara itu, Putri disebut-sebut melapor ke Brigadir RR.

 

Menurut Deolipa Yumara, Kuat Maruf melapor ke Ferdy Sambo soal tudingan Brigadir J melecehkan Putri Candrawati.

 

"Kuat Maruf dan Putri Candrawathi ketahuan Making Love (ML), lalu Putri yang panik lapor ke Ricky Rizal (Brigadir RR) supaya datang, sedangkan Kuat Maruf melapor ke Ferdy Sambo dan menceritakan seolah ada kejadian begini begini, padahal Yosua (Brigadir J) ini korban," pungkas Deolipa Yumara.

 

Sementara itu, pada hari ini, Selasa, 30 Agustus 2022, kepolisian menyelenggarakan rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga. Lima tersangka yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bharada E, Brigadir RR, dan Kuat Maruf hadir untuk melakukan reka ulang. (intipseleb)


SANCAnews.id – Adegan penembakan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo ke Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J digantikan oleh pemeran pengganti pada rekonstruksi kasus tersebut di Rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa, (30/08/2022).

 

Selain itu, Sambo dan juga istrinya Putri Candrawathi sempat menolak memeragakan beberapa adegan dalam rekonstruksi. Menurut Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian, keduanya menolak karena ada perbedaan keterangan dari masing-masing trsangka.

 

"Karena keterangan RE (Richard Eliezer) ditolak oleh FS, demikian sebaliknya, jadi masing-masing diakomodir menggunakan pemeran pengganti. Ini akan dicatat oleh penyidik dan JPU, kemudian akan dibuat BA (berita acara) penolakan," katanya kepada wartawan, Selasa (30/8/2022).

 

Adapun, dalam rekonstruksi tersebut adegan yang seharusnya dilakukan oleh Ferdy Sambo tiba-tiba diganti oleh pemeran pengganti.

 

Sedangkan, Ferdy Sambo tetap berada di tempat kejadian perkara (TKP) sembari mengarahkan adegan kepada pemeran penggantinya.

 

Terlihat, pemeran pengganti Ferdy Sambo menodongkan senjata ke hadapan Brigadir Yosua Hutabarat.

 

Sementara Brigadir Yosua Hutabarat terlihat memohon untuk tak ditembak. Yosua nampak menunduk dan peragakan kedua tangan yang memohon.

 

Namun, nampaknya permohonan itu tak diindahkan. Yosua pun kemudian terkapar akibat tembakan jarak dekat itu.

 

Kendati, Yusua masih dapat bergerak dan dia ditembak lagi sampai benar-benar tak bernyawa.

 

Total ada 78 adegan yang diperagakan oleh 5 tersangka yakni Ferdi Sambo, Putri Candrawathi Bharada Richard Elizer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

 

16 adegan di antaranya yang berlangsung di Magelang. Lalu, 35 adegan di rumah pribadi Ferdi Sambo di Jalan Saguling , Jakarta Selatan. Kemudian, 27 adegan di Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. (okezone)



SANCAnews.id – Proses rekonstruksi pembunuhan Brigadir Novriyansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J tengah digelar Polri, Selasa (30/8/2022). Reka adegan dilakukan di tiga lokasi, dimulai dari Magelang, Jawa Tengah.

 

Di tengah rekonstruksi berlangsung, mantan pengacara tersangka Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara mengungkap hal baru di balik pembunuhan tersebut.

 

Deolipa mengaku mendapat informasi dari Bharada E, bahwa mantan kliennya itu curiga adanya hubungan spesial antara Putri dengan asisten rumah tangga (ART) Kuat Maruf. Di mana, Kuat juga berstatus tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

"Namanya dia curiga, terus kasih tahu saya. Gitu doang, terus kasih tahu saya ada apa-apanya si itu dan si itu," ujarnya kepada Okezone.

 

Informasinya, Kuat Maruf diduga tepergok berhubungan dengan Putri oleh Brigadir J. Kemudian panik, Putri lapor Brigadir Ricky Rizal, sedangkan Kuat Maruf menghubungi Ferdy Sambo dan menceritakan seolah ada pelecehan.

 

Brigadir J ini menjadi korban. Sehingga tak ada Brigadir J melecehkan Putri. Namun, Deolipa menegaskan, informasi yang disampaikan itu hanya dugaan. Sehingga belum bisa dipastikan kebenarannya.

 

"Dugaan ya, dugaan," tuturnya.

 

Polri telah menetapkan lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Mereka adalah, Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, ART sekaligus sopir Kuat Maruf dan Bripka Ricky Rizal, serta Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Dalam kasus ini, Polri memastikan bahwa tidak ada peristiwa tembak menembak. Faktanya adalah, Bharada E disuruh menembak Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo.

Irjen Ferdy Sambo pun diduga memainkan perannya sebagai pihak yang melakukan skenario agar kasus Brigadir J muncul ke publik dengan isu baku tembak.

 

Dalam hal ini, Ferdy Sambo menembak dinding di lokasi kejadian dengan pistol milik Brigadir J agar seolah-olah itu merupakan tembak menembak.

 

Atas perbuatannya, mereka semua disangka melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. (okezone) 


 

SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak meradang dengan sikap Dirtipidum Brigjen Andi Rian yang melarangnya masuk ke lokasi rekonstruksi pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Kamaruddin yang merupakan pengacara keluarga Brigadir J merasa mendapatkan diskriminasi. Sebab, kuasa hukum dari para tersangka ikut menyaksikan langsung di lokasi rekonstruksi. 

 

Kamaruddin mengaku mendapatkan pengusiran dari Direktur Tindak Pidana Umum Polri, Brigjen Andi Rian. Padahal, Kamaruddin sudah tiba di lokasi sekitar pukul 08.00WIB pagi.

 

Kamaruddin langsung melakukan perlawanan dengan melaporkan pengusiran ini ke Presiden Jokowi, Menko Polhukam Mahfud MD, dan Komisi III DPR RI.

 

Kamaruddin yang didampingi timnya memberikan pernyataan ke awak media bahwa proses rekonstruksi tak sesuai dengan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

Kapolri sempat menyatakan bakal transparan dalam mengungkap kematian Brigadir Yosua Hutabarat, "Kami akan laporkan ke Presiden Joko Widodo, Pak Menkopolhukam, Mahfud MD dan Komisi III DPR RI," tegasnya ketika memberikan pernyataan ke awak media.

 

Ia merasa keberatan dengan sikap Brigjen Andi Rian. Terlebih, Kompolnas dan Komnas HAM ikut masuk. Sedangkan, tim kuasa hukum korban tidak boleh menyaksikan secara langsung proses rekonstruksi di dalam rumah Irjen Ferdy Sambo di Saguling, Jakarta Selatan.

 

"Dari pada tersakiti hati kami di situ, tidak ada transparan, kami sakit hanya di pinggir jalan lebih baik pulang saja," tegasnya.

 

"Daripada kita macam tamu tidak Diundang mending kita pulang," katanya lagi.

 

Pengusiran Kamaruddin dari lokasi rekonstruksi mendapatkan sorotan dari Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat.

 

Samuel kecewa

Samuel mengatakan kekecewaan pasti dirasakan oleh pengacara karena mereka sebagai perwakilan keluarga ikut mengawal proses rekonstruksi tersebut. 


"Ya terutama pihak pengacara kita ya sangat kecewalah sebagai utusan kita di sana," ucapnya, Selasa (30/8/2022).

 

Namun ia tidak mengetahui aturan pastinya seperti apa, apakah hal tersebut memang sudah sesuai dengan SOP atau tidak. "Itu saya belum tau bagaimana sebenarnya peraturannya," ujarnya.

 

Samuel Hutabarat pun menyaksikan proses rekonstruksi melalui kediamannya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi.

 

Ia terlihat hanya sendiri melihat tayangan rekonstruksi ulang ini, sementara itu Ibu Brigadir Yosua Rosti Simanjuntak berada di kamarnya karena dilarang Samuel menyaksikan tayangan rekonstruksi. Ditakutkan Rosti akan kembali terguncang karena kembali mengingat sosok anak tercintanya tersebut.

 

Ia berharap agar rekonstruksi ulang ini dapat berjalan dengan baik. "Ya harapannya agar rekonstruksi ini bisa berjalan dengan baik, sesuai dengan BAP atau pernyataan para tersangka kepada kepolisian," ucapnya.

 

Tanggapan Brigjen Andi Rian 

Menanggapi ini, Polri membenarkan tidak mengizinkan Kamaruddin masuk. "Iya betul (pengacara Brigadir J tidak diperbolehkan melihat proses rekontruksi)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dihubungi, Selasa (30/8/2022).

 

Andi menyebut dalam proses rekontruksi ini hanya penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), tersangka dan kuasa hukum tersangka wajib mengikuti. Sedangkan, tidak ada kewajiban untuk menghadirkan korban ataupun pengacaranya untuk mengikuti proses rekontruksi ini.

 

"Rekonstruksi/reka ulang ini utk kepentingan penyidikan dan penuntutan, dihadiri oleh para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya," jelasnya. Selain itu, Andi menyebut pihak eksternal Polri juga menghadiri proses rekonstruksi tersebut.

 

"Proses reka ulang diawasi oleh Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK. Jadi tidak ada ketentuan proses reka ulang/rekonstruksi wajib menghadirkan korban yang sudah meninggal atau kuasa hukumnya," jelasnya. (tribunnews


SANCAnews.id – Kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat masih berjalan sampai saat ini. Dalam perjalanannya, kasus itu menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo sebagai satu dari lima tersangkanya.

 

Terkait sosok mantan Kasatgassus itu, Menteri Koordinantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD  menyebut bahwa pengaruh Ferdy Sambo sangat besar hingga menyerupai kerajaaan di internal Polri.

 

Lantas Lentan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto memberikan bocoran soal penyokong kerajaan Ferdy Sambo di Polri.

 

Mantan Komandan Korps Marinir itu membocorkan bagaimana kerajaan Ferdy Sambo bisa terbentuk lewat kekuatana terselubung di internal Polri.

 

Menurutnya, faktor-faktor yang menimbulkan kekuatan terselubung itu adalah kekuatan finansial dari orang-orang di kepolisian.

 

Hal itu disampaikan Letjen Suharto lewat video yang tayang di kanal YouTube Refly Harun pada Senin (29/8/2022).

 

“Kekuatan-kekuatan ini bisa timbul karena apa? Karena mereka bisa cari uang sendiri-sendiri. Siapa yang kuat mencari uang, dia yang akan punya pengaruh besar di Polri,” ujar Suharto.

 

Dia menyebut bukti dari pengaruh kuat uang itu adalah mudahnya seseorang untuk naik pangkat, serta pembiayaan persenjataan dari pemerintah.

 

Jenderal Purnawirawan TNI itu juga mengatakan saat ini kepolisian menggunakan senjata yang biasanya digunakan untuk bertempur.

 

Ia menilai bahwa pemerintah sendiri memfasilitasi peluang untuk menjadi yang terkuat di kepolisian.

 

“Ini artinya apa? Peluang untuk menjadi super body itu diberikan oleh pemerintah sendiri, presiden. DPR juga melegalkan semua lewat Undang-Undang,” ujar Suharto.

 

Diketahui, Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) telah menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Selain itu ada empat tersangka lain yakni Richard Eliezer (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR), Kuwat Maruf (KM), dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Menjadi pelaku salam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan tersangka lain dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara. (poskota)



SANCAnews.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pihaknya bakal menghadiri rekonstruksi olah tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan, terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hurabarat.

 

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Jumhana mengatakan pihaknya akan menghadirkan dua orang di setiap berkas perkara yang direkonstruksikan. 

 

"Jadi, rekon itu setiap berkas ada dua orang yang kami pegang. Lebih kurang ada delapan kalau ada empat berkas. Namun, kami sudah menerika lima berkas perkara, jadi lebih kurang ada 10 jaksa," ungkap Fadil di Jakarta, Senin (28/8/2022). 

 

Fadil menjelaskan kehadiran jaksa untuk melihat hingga menharahkan proses rekonstruksi terkait peristiwa pidana di TKP Duren Tiga, Jakarta. 

 

"Jadi, nanti jaksa yang akan mengarahkan proses rekon terjadinya peristiwa pidana itu," tegasnya. 

 

Adapun proses rekonstruksi tersebut dijadwalkan, Selasa (30/8/2022). "Besok sekitar jam 10-an," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo, Senin (29/8/2022). 

 

Irjen Dedi mengatakan pihaknya bakal menghadirkan kelima tersangka untuk menjalani rekonstruksi TKP Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

 

Seperti diketahui, penyidik tim khusus (timsus) telah menetapkan lima tersangaka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, Bharada E, Bripka RR, KM, Irjen Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi. (tvone)


SANCAnews.id – Jaksa peneliti mengembalikan berkas perkara empat tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J kepada penyidik kepolisian.

 

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana mengatakan, ada beberapa catatan yang harus dipenuhi oleh penyidik polri agar berkas itu lengkap sehingga kasus bisa segera di bawa ke persidangan.

 

Fadil menekankan, penyidik polri kurang lengkap syarat formil-materiil sehingga nantinya cukup sulit untuk pembuktian di persidangan.

 

"Harus ada yang diperjelas oleh penyidik tentang anatomi kasusnya, tentang kesesuaian alat bukti," jelas Fadil kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (29/8).

 

Meski demikian, kata Fadil, pihaknya intensif berdiskusi dengan penyidik Bareskrim Polri agar cepat dituntaskan di pengadilan. Dia mengatakan penelitian berkas dilakukan secara cermat dan hati-hati sesuai dengan KUHAP dan pasal yang disangkakan.

 

"Prosesnya sudah berjalan kurang lebih 2 minggu kurang. Kami berkoordinasi secara intensif baik dengan Kabareskrim, Kabareskrim 2 kali bertemu dengan saya dalam rangka berdiskusi penanganan perkara ini, juga dengan penyidik dipimpin Andi Rian, Brigadir Jenderal," katanya.

 

Polri telah merampungkan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Berkas kasus tersebut dilimpahkan ke kejaksaan hari ini.

 

Adapun berkas keempat tersangka yang dilimpahkan adalah Bharada E atau Bharada Richard Eliezer, Bripka RR atau Bripka Ricky Rizal, KM atau Kuat Ma'ruf, dan Irjen Ferdy Sambo. Diketahui, Irjen Ferdy Sambo adalah otak di balik kasus pembunuhan Brigadir J. Selain Bharara E, para tersangka lainnya dijerat dengan pasal 340 KUHP Tentang Pembunuhan Berencana subsider 338 KUHP jo 55 dan 56 KUHP. (rmol)



SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak mengkalim dirinya telah mendapatkan adanya ribuan video porno Dirut PT Taspen ANS Kosasih. 

 

Kuasa hukum istri Direktur Utama (Dirut) PT Taspen, Rina Lauwy, Kamaruddin Simanjuntak, kabarnya akan dilaporkan ke polisi atas tudingan soal 'pernikahan gaib' dan dana pemilu senilai Rp 300 triliun.

 

Dirut PT Taspen sebelumnya disebut telah mengelola dana pemilu 2024 senilai Rp 300 triliun. Pengelolaan uang tersebut diduga digunakan untuk memacari para wanita dan melakukan sejumlah investasi ilegal berupa properti apartemen.

 

Kuasa Hukum Dirut PT Taspen Akan Buat Laporan 

Mendengar pernyataan Kamaruddin Simanjuntak tersebut, pihak Dirut PT Taspen ANS Kosasih rencananya akan melaporkan kuasa hukum Brigadir J itu ke polisi.

 

Kuasa hukum Dirut PT Taspen ANS Kosasih, Duke Arie Widagdo mengatakan ada dugaan pidana terkait pernyataan Kamaruddin soal 'pernikahan gaib' dan dana pemilu 2024 senilai Rp 300 triliun.

 

Kami sebagai tim kuasa hukum atas permasalahan ini akan mengambil langkah hukum untuk melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian sebab kami menduga ada perbuatan pidana yakni melanggar Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE," tulis Duke melalui keterangan resmi yang dibagikan kepada wartawan pada Minggu 28 Agustus 2022.

 

"Insyaallah Rabu (akan lapor polisi)," sambungnya.

 

Duke menyebut kalau kliennya, Dirut PT Taspen ANS Kosasih telah menikah dua kali dan terkait pernikahannya dengan Rina Lauwy saat ini sudah proses sidang perceraian. Ia mengatakan pernyataan Kamaruddin yang belakangan viral itu dinilai tidak benar.

 

"Jelas tidak benar. Klien kami memang menikah dua kali.

 

"Pernikahan pertama dengan Yulianti Malingkas yang telah berakhir, pernikahan kedua dengan Rina Lauwy yang diputus cerai oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan Maret 2021," terang Duke.

 

Kamaruddin Simanjuntak Punya Bukti Video Porno Dirut PT Taspen ANS Kosasih 

Menanggapi kabar pelaporan dirinya ke polisi, pihak Kamaruddin Simanjuntak merasa dirinya tak akan gentar.

 

"Kalau dia mau lapor lebih bagus," sebut Kamaruddin pada Minggu 28 Agustus 2022.

 

Kamaruddin mengkalim kalau dirinya telah mengantongi sejumlah bukti terkait kasus asusila atau video porno Dirut PT Taspen, ANS Kosasih, dengan sejumlah wanita.

 

Kamaruddin menyebut bahwa dirinya telah menyimpan ribuan video porno Dirut PT Taspen ANS Kosasih dengan sejumlah wanita.

 

Selain itu, Kamaruddin juga percaya diri dengan bukti tambahan berupa transaksi keuangan Dirut PT Taspen ANS Kosasih, seperti disinggung di atas tadi.

 

"Karena saya sudah siapkan buktinya termasuk video pornonya ada ribuan video porno dia sebagai pelaku gitu ya, di dalam handphonenya, dengan wanita-wanita ada karyawati Garuda, ada yang sekretaris wamen BUMN udah saya dapat semua berikut transaksi keuangannya udah saya siap semua, jadi bilang sama dia lebih cepat lebih bagus," kelekar Kamaruddin.

 

Dirut PT Taspen Sudah Disomasi 3 Kali 

Tak berhenti sampai di situ, sejak kasus ini viral di media sosial, Kamaruddin mengaku telah memberikan somasi tiga kali kepada Dirut PT Taspen ANS Kosasih, namun tak direspons.

 

Sehingga, kata Kamaruddin, dirinya menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga menteri BUMN Erick Thohir terkait dugaan yang viral itu.

 

"Soal Taspen itu dia sudah saya somasi tiga kali itu dia diam aja. Sudah saya surati presiden, wakil presiden, menteri keuangan, menteri BUMN, Komisi VI, MenPan RB, kemudian Kepala Biro BUMN kemudian Direktur SDM nya Taspen, nggak ada yang mau jawab diam saja," paparnya.

 

Setelah dikirimi surat olehnya, Kamaruddin mengatakan kalau dirinya sudah ditemui oleh Staff Khusus (Stafsus) Presiden Jokowi. Hanya saja, Kamaruddin mengklaim pertemuan dengan stafsus itu tak mendapatkan solusi.

 

"Itu presiden sudah utus stafsusnya ketemu saya, membicarakan itu, tapi tak ada solusi," kata Kamaruddin.

 

Kamaruddin kembali menyinggung soal jargon 'Akhlak' yang digaungkan Kementerian BUMN, namun salah satu Dirut BUMN justru diduga berbuat tak mencerminkan sebuah akhlak.

 

"Karena dibilang staf presiden itu harus komite apalah itu katanya yang menyelesaikan.

 

"Saya bilang, 'Bagaimana ini presiden dia punya semboyan revolusi mental, kemudian BUMN apa itu jargon akhlak gitu loh'.

 

"Nah bagaimana apa itunya jargon bisnisnya akhlak tapi seperti ini direktur BUMN-nya.

 

"Jadi sudah saya surati itu mereka tak ada semua yang menjawab tapi saya sudah menerima staf khusus presiden," tandas Kamaruddin dengan lantang. (disway)



SANCAnews.id – Nama Direktur Utama (Dirut) PT Taspen, Antonius S. Kokasih mulai diperbincangkan usai disebut-sebut oleh Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Brigadir J.

 

Dalam hal ini, video Antonius S. Kokasih yang dilabrak oleh istrinya sendiri viral di media sosial.

 

Di Twitter beredar video Antonius yang berkali-kali diteriaki peremuan yang diduga istrinya usai digrebek bersama perempuan.

 

“Enggak tau malu! PT Taspen enggak tau malu lu! Br*ngs*k, peliharaan orang juga. Malu-maluin lu!” teriak sang istri sambil dekati Antonius.

 

“Lu gak tau malu! Tinggalin keluarga demi perempuan peliharaan!” tambah si perempuan sambil memukuli Antonius.

 

“iya.. ya.. eh aku enggak boleh pulang, mana kuncinya enggak bisa masuk,” jawab Antonius.

 

“Siapa mau terima laki-laki seperti kamu! Pejabat enggak tau malu! Pelihara perempuan. Saya istri sahnya, ditinggal,” teriak sang istri.

 

Video berdurasi 2 menit 11 detik itu sontak mengundang berbagai respons dari warganet.

 

"Padahal lebih cantik istrinya banget tuh," komentar warganet.

 

"Enggak punya akhlak nih bener-bener," tambah warganet lain.

 

"PT Taspen salah satu Perusahaan BUMN dikelola oleh orang tukang main perempuan bisa habis uang pesiunan orang," imbuh lainnya.

 

"Abis ngabisin uang pensiunan orang, ngadu ke Menkeu biar uang pensiun PNS diapus aja karena beratin negara," tulis warganet di kolom komentar.

 

"Ancur banget pejabat rejim ini," timpal lainnya.

 

Sebelumnya Kamaruddin menyebut nama-nama Dirut PT Taspen yang terkiat dengan persiapan dana capres dan main perempuan. Akibat pernyataan Kamaruddin, nama Antonius Kokasih menjadi perhatian publik.

 

"Dalam rangka mempersiapkan capres 2024, seorang Dirut BUMN, mengelola Rp300 triliun. Nama (perusahaannya) PT Taspen, saya buka aja saya ga suka pake etik-etik an," ucap Kamaruddin dalam sebuah wawancara yang videonya viral di sosial media.

 

"Dia punya wanita-wanita (simpanan), yang dititipi uang dengan cara uang yang Rp300 T diinvestasikan lalu ada cashback, cashback-nya diinvestasikan atas nama perempuan-perempuan ini, yang tidak dinikahi secara resmi hanya secara ghoib," tambahnya. (suara)





SANCAnews.id – Kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) yang melibatkan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo sebagai tersangka berdampak pada proses pengajuan kasasi kasus unlawfull killing enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI).

 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus pembunuhan enam Laskar FPI, Zet Tadung Allo mengatakan, berkas perkara untuk proses kasasi perkara unlawfull killing tersebut, baru dilimpahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), ke Mahkamah Agung (MA) setelah gembar-gembor kasus Sambo, mencuat ke publik.

 

Padahal, dikatakan Tadung, memori kasasi dari JPU atas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pembunuhan enam anggota Laskar FPI tersebut, resmi diajukan ke PN Jaksel, sejak Selasa 22 Maret 2022 lalu.

 

Akan tetapi, dikatakan Todung, PN Jaksel, baru memproses administrasi kasasi ke MA atas kasus tersebut, pada 29 Juli 2022 atau lima bulan setelah JPU resmi mengajukan kasasi.

 

“Kita belum menerima hasil kasasi karena PN Jaksel baru mengirimkan berkas kasasi perkara itu (unlawfull killing) setelah ada kasus Sambo ribut-ribut ini,” ujar Todung kepada Republika, Sabtu (27/8).

 

Pun, kata Todung, PN Jaksel baru memberitakan kepada tim JPU, proses kasasi tersebut, baru disorongkan berkasnya ke MA, pada awal-awal Agustus 2022. “Jadi, kita (JPU) pertanyakan juga kenapa itu lama sekali. Dan kenapa setelah ada kasus Sambo ini, PN (Jaksel) baru memberikan (berkas kasasi) ke MA,” ujar Todung.

 

Todung tak mau berspekulasi tentang apapun, apakah mencuatnya kasus Sambo, berkelindan dengan proses hukum berjalan terkait perkara pembunuhan enam Laskar FPI tersebut.

 

Tetapi, Todung mencermati desakan publik, pun pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menyampaikan wacana penyidikan baru kasus KM 50 tersebut. Meskipun dikatakan Todung, penyidikan baru kasus unlawfull killing tersebut, membutuhkan bukti baru, atau novum jika dilakukan penyidikan ulang.

 

“Kalau penyidikan baru itu bisa saja. Tetapi, itu menjadi kewenangan penyidikan (Polri), jika ada ditemukan, atau ada yang mengajukan bukti-bukti baru,” ujar Todung.

 

“Dan itu (penyidikan ulang) dilakukan setelah kasus ini (yang sedang berjalan) inkrah dulu,” sambung Todung.

 

Namun begitu, dikatakan Todung, tanpa adanya novum, ataupun bukti-bukti baru, penyidikan baru kasus tersebut, dapat dilakukan melalui perintah hakim MA yang dituangkan dalam putusan kasasi yang sedang berjalan sekarang ini.

 

Meskipun begitu, menurut Todung, paling penting saat ini, dari putusan kasasi itu nantinya, diharapkan dia, dapat mengubah putusan majelis hakim PN Jaksel yang melepas dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella, dari jeratan hukuman.

 

Padahal, dikatakan Todung, dalam putusan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan dua terdakwa anggota Resmob Polda Metro Jaya itu, bersalah melakukan pembunuhan enam Laskar FPI.

 

“Jadi sesuai dengan kasasi dari yang kami (JPU) lakukan, meminta agar hakim di Mahkamah Agung yang berwenang memeriksa perkara ini, mengubah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan memberikan hukuman pidana terhadap dua terdakwa (Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella) yang sudah terbukti bersalah, melakukan pembunuhan, tetapi tidak dipidana, dan tidak diberikan hukuman, dan dilepas,” kata Todung.

 

Dalam kasus pembunuhan di luar proses hukum, atau unlawfull killing terhadap enam anggota Laskar FPI 2020, dua terdakwa, anggota Resmob Polda Metro Jaya, dituntut oleh hakim 6 tahun penjara.

 

JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan. Namun dalam putusan PN Jaksel, Jumat (18/3) lalu, majelis hakim menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan pembunuhan tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri.

 

Karena itu, menurut hakim PN Jaksel, dua anggota Polda Metro Jaya itu, tak dapat dijatuhi hukuman pidana. “Menyatakan bahwa kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan pembenar dan pemaaf,” begitu petikan putusan PN Jaksel, yang dibacakan Ketua Majelsi Hakim, Arif Nuryanta, Jumat (18/3) lalu.

 

Atas putusan tersebut, hakim memerintahkan dua terdakwa tersebut, dilepas. “Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Dan memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” begitu ujar hakim.

 

Namun, pada Rabu (24/8) kemarin, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, di hadapan Komisi III DPR RI, membuka wacana untuk mengungkap kembali, dan bersedia membuka penyidikan baru, demi fakta-fakta hukum, dan kebenaran atas kasus pembunuhan di KM 50 Tol Cikampek itu.

 

Pernyataan dari Jenderal Sigit tersebut, sebagai respons dari publik, pun sejumlah anggota DPR, yang mengaitkan peran Irjen Sambo dalam penyidikan kasus pembunuhan enam anggota Laskar FPI tersebut.

 

“Apabila ada novum baru, tentunya kami akan memprosesnya,” begitu kata Jenderal Sigit.

 

Namun, Kapolri juga mengatakan, tim penyidikannya, masih menunggu hasil resmi dari MA, terkait proses kasasi kasus KM 50 tersebut. “Terhadap kasus KM 50 ini, memang masih berproses di pengadilan. Memang sudah ada keputusan, dan kita melihat juga bahwa jaksa saat ini, sedang mengajukan kasasi atas kasus tersebut,” ujar Jenderal Sigit menambahkan.

 

Keterkaitan antara Irjen Sambo dengan pembantaian di KM 50 tersebut, lantaran perannya sebagai Kadiv Propam, saat Dirtipidum Bareskrim Polri 2021, melakukan penyidikan kasus pembunuhan enam Laskar FPI itu.

 

Irjen Sambo, sebagai Kadiv Propam pada saat itu, masuk ke dalam fungsi pengawasan, dan analisa pengungkapan kasus tersebut, lantaran para pelaku, dan tersangka pembunuhan dalam kasus itu, adalah para anggota Polri dari Polda Metro Jaya.

 

Irjen Sambo, menerjunkan 30 personel Propam, untuk memeriksa anggota-anggota kepolisian yang terlibat dalam aksi pengejaran, sampai pada eksekusi para anggota Laskar FPI tersebut.

 

Akan tetapi, pemeriksaan oleh Div Propam saat itu, tak ditemukan adanya kesalahan prosedur  penggunaan senjata api, dan proses penindakan yang dilakukan para anggota Polda Metro Jaya terhadap para pengawal Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tersebut.

 

Namun begitu, saat ini, peran Irjen Sambo dalam kasus Laskar FPI tersebut, belakangan dinilai tak bisa dipercaya. Karena saat ini, Irjen Sambo, adalah sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri, yakni Brigadir J.

 

Bahkan dalam statusnya sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J tersebut, Irjen Sambo mengakui sebagai dalang rekayasa palsu, dan pembuatan skenario palsu, agar kematian Brigadir J tak terungkap. Pun, dalam pengakuannya, Irjen Sambo mengatakan, sebagai otak dari penghambatan proses penyidikan, agar kasus kematian Brigadir J tak terungkap.

 

Dari pemeriksaan oleh Inspektorat Khusus (Irsus), Irjen Sambo, dinyatakan melakukan pelanggaran etik, karena melakukan menjadi tersangka pembunuhan berencana, dan obstruction of justice atas perusakan barang bukti, dan manipulasi kronologis kematian Brigadir J.

 

Atas semua tuduhannya itu, pada Kamis (25/8) sidang Komisi Etik dan Profesi Polri (KEPP) memutuskan untuk memecat Irjen Sambo dari keanggotaan kepolisian. Akan tetapi, pemecatan tersebut belum dapat dieksekusi, lantaran Irjen Sambo mengajukan banding.

 

Sementara terkait statusnya sebagai tersangka pembunuhan, ia dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider 338 KUH Pidana, juncto Pasla 55, dan Pasal 56 KUH Pidana, dengan ancaman hukuman pidana mati, atau penjara seumur hidup, atau minimal 20 tahun.

 

Saat ini, Irjen Sambo masih mendekam di dalam sel tahanan di Mako Brimob, menunggu pemecatan, dan nasib hukumnya di pengadilan. (republika)


SANCAnews.id – Skenario awal kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo dengan kasus kematian 6 laskar FPI dinilai mirip-mirip.

 

Atas alasan itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon menunggu keadilan bagi keluarga korban peristiwa KM 50.

 

Hal itu disampaikan Fadli Zon dalam tulisannya di akun Twitternya @fadlizon sembari melampirkan sebuah link berita terkait pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyinggung soal novum di kasus KM 50 serta pernyataan dari kuasa hukum laskar FPI.

 

"Menunggu keadilan bagi keluarga korban KM 50," ujar Fadli seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu siang (28/8).

 

"Skenario awalnya mirip, CCTV rusak, terjadi tembak-menembak, jenazah korban ditembak jarak dekat dan seterusnya dan seterusnya. Kapolri singgung soal novum di kasus KM 50, kuasa hukum laskar FPI ungkap adanya motif politik," kata Fadli. (*)


SANCAnews.id – Eks penyidik senior KPK, Novel Baswedan, hakulyakin bahwa konsorsium 303 atau yang sering disebut komplotan mafia judi online benar adanya di tubuh Polri. Pernyataan Novel ini memberi kejutan besar tentang besarnya kejahatan yang tertutupi di internal kepolisian.

 

Novel bahkan tak hanya melihat mafia judi itu sebagaimana yang diisukan saat ini. Ia menggambarkan bahwa kejahatan di balik yang terlihat sekarang jauh lebih besar, begitu juga ia menegaskan bahwa hal ini merupakan korupsi yang terjadi di institusi penegak hukum.

 

“Bahwa ada dugaan terkait kelompok tertentu yang mengendalikan perjudian atau narkoba, maka itu bagian korupsi di tubuh penegak hukum. Saya yakin itu hanya fenomena gunung es yang di bawahnya jauh akan lebih besar,” kata Novel dalam sebuah diskusi daring baru-baru ini.

 

Isu keberadaan Konsorsium 303 diduga menjadi ‘beking judi online hingga narkoba’ yang menyeret banyak perwira Polri.

 

Novel meyakini permasalahan semacam itu tidak hanya terjadi di kepolisian, namun juga di institusi penegakan hukum lainnya.

 

Menurutnya, apabila penegakan hukum bermasalah maka bukan hanya soal ketidakadilan saja yang terjadi. Tetapi juga perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).

 

"Perlindungan terhadap hak asasi manusia juga tentu akan banyak bermasalah di sana,” katanya.

 

Oleh karena itu, ia mendorong agar dilakukan upaya dalam memberantas korupsi di lingkungan penegak hukum.

 

“Ini menjadi salah satu pilihan dan penting untuk disuarakan,” pungkasnya.

 

Konsorsium 303 yang diduganya terafiliasi dengan kepolisian itu ditengarai melindungi perjudian. Dalam grafis diagram pohon konsorsium yang tersebar di media sosial, Sambo berada di pucuk kepemimpinan. Bagan konsorsium itu juga memaparkan banyaknya perwira Polri yang terlibat.(poskota)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.