Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur
Rahayu/RMOL
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi penetapan kuota dan
penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024
masih dalam perhitungan.
"Kerugian negaranya masih sedang dihitung,
penghitungannya nanti dari jumlah tadi yang seharusnya menjadi kuota reguler
kemudian menjadi kuota khusus itu dikomunikasi dengan pihak BPK," kata
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur
Rahayu seperti dikutip RMOL, Minggu, 10 Agustus 2025.
Mengingat kata Asep, dalam perkara ini, KPK menggunakan
sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
sehingga kerugian keuangan negaranya harus dibuktikan.
"Kemudian, nanti siapa yang diuntungkan gitu ya dengan
pasal ini, yang diuntungkan adalah tadi, menguntungkan diri sendiri, orang lain
atau suatu korporasi. Di sini diri sendirinya adalah orang-orang yang mendapat
aliran dana, aliran dana baik itu dalam konteks karena pembagian kuota,
misalkan dari pihak pemerintah, oknum pihak pemerintah atau Kementerian Agama
yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan
kemudian mendapatkan sejumlah uang. Nah itu akan menjadi objek untuk kami minta
pertanggungjawaban supaya dikembalikan," jelas Asep.
"Kemudian juga tentunya perusahaan-perusahaan ya,
perusahaan travel di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut.
Kalau kita mengacu kepada UU-nya yang ada kan hanya 1.600, berarti 8.400-nya
itu menjadi ilegal, artinya tidak boleh dijadikan kuota khusus. Nah itu
pembagiannya ke mana saja gitu, ke travel mana saja, atau asosiasi travel mana
saja. Nah dari sana hasil kami komunikasi dan koordinasi dengan pihak BPK,
itulah yang akan kita kejar," sambung Asep menutup.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI),
Boyamin Saiman menyebut bahwa berdasarkan perhitungannya, kerugian negara
akibat korupsi kuota haji tambahan tembus Rp1 triliun.
Di mana kata Boyamin, pada 2023 lalu, pemerintah Indonesia
mendapatkan kuota tambahan haji sebanyak 20 ribu. Berdasarkan UU 8/2019, kuota
itu seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler, dan 8 persen untuk haji
khusus. Namun nyatanya dibagi 50 persen untuk haji khusus, dan 50 persen untuk
haji reguler.
"Jelas itu melanggar UU, saya juga ikut melaporkan
berkaitan dengan kuota itu. Karena dari penelusuran saya, perorang yang dapat
kuota tambahan itu dikenakan uang 5 ribu dolar. Itu berarti kan hampir Rp75
juta per orang," terang Boyamin.
Bahkan kata Boyamin, pihaknya menduga bahwa uang-uang tersebut
masuk ke konsorsium yang mengelola biro-biro travel.
"Nah diduga uang itu juga mengalir kepada oknum. Karena
rumusan seperti itu maka saya dorong terus untuk segera penyidikan, dan saya
juga sudah menyetor nama-nama travel yang diduga menerima alokasi-alokasi kuota
tambahan yang tidak semestinya itu," jelas Boyamin.
Jika dihitung kata Boyamin, 10 ribu kuota yang dibagi ke haji
khusus dikali Rp75 juta per kuota, maka tembus Rp750 miliar.
"Minimal Rp500 miliar, bisa hingga Rp1 triliun,"
ungkap Boyamin.
Pada Sabtu dinihari, 9 Agustus 2025, KPK resmi mengumumkan
bahwa sejak Jumat, 8 Agustus 2025, KPK sudah meningkatkan dari tahap
penyelidikan ke tahap penyidikan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan
penyelenggaraan ibadah Haji di Kemenag era Yaqut Cholil Qoumas.
"Perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan
terkait penentuan kuota dan penyelenggaran ibadah haji pada Kemenag tahun
2023-2024 ke tahap penyidikan," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah
Putih KPK, Sabtu dinihari, 9 Agustus 2025.
Dalam perkara ini, KPK menggunakan sangkaan Pasal 2 Ayat 1
dan atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Asep menjelaskan, di dalam Pasal 64 Ayat 2 UU
8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji
adalah sebesar 92 persen untuk kuota reguler, dan 8 persen untuk kuota khusus.
Namun nyatanya, 20 ribu kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi malah dibagi
menjadi 50 persen - 50 persen.
"Tadi ada di UU diatur 92 persen, 8 persen gitu kan.
Kenapa bisa 50-50 dan lain-lain. Dan prosesnya juga kan itu alur perintah. Dan
kemudian juga kan ada aliran dana yang dari pembagian tersebut gitu," kata
Asep kepada wartawan, Rabu malam, 6 Agustus 2025.
Dalam perkara ini, KPK sudah melakukan permintaan terhadap
beberapa pihak terkait ketika dalam proses penyelidikan.
Pada Kamis, 7 Agustus 2025, KPK telah memeriksa mantan
Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas. Dia diperiksa selama hampir 5 jam.
Pada Selasa, 5 Agustus 2025, tim penyelidik telah memeriksa 3
orang, yakni Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU)
Kemenag Hilman Latief, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI)
Muhammad Farid Aljawi, dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia
(Kesthuri) Asrul Aziz.
Pada Senin, 4 Agustus 2025, tim penyelidik juga telah
melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang, yakni Rizky Fisa Abadi, Muhammad
Agus Syafi, Abdul Muhyi. Ketiganya merupakan pejabat di Kemenag.
Pada Selasa, 8 Juli 2025, tim penyelidik sudah melakukan
pemeriksaan terhadap Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH), Fadlul
Imansyah.
Tim penyelidik KPK sebelumnya juga telah memeriksa pendakwah Khalid Basalamah pada Senin, 23 Juni 2025. Dia didalami soal pengelolaan ibadah haji. **