Menggema Seruan #BebaskanLuthfi, Terkait Pembawa Bendera Saat Demo Akan Diadili
Jakarta, SancaNews.Com - Pembawa bendera Merah Putih, Luthfi alias LA (20) dalam aksi demonstrasi menolak RKUHP dan RUU kontroversial akan segera disidang pada Desember 2019. Warganet yang tidak terima dengan penahanan LA menyerukan tagar #BebaskanLuthfi hingga menduduki posisi tertinggi sebagai topik yang paling tren dibahas.
Dilansir Suara.com, tagar tersebut menjadi trending topic nomor 1 di Twitter. Ada lebih dari 5 ribu cuitan menggunakan tagar ini memenuhi media sosial Twitter, Rabu (27/11/2019)
Foto LA mengenakan celana SMA memakai jaket dan membawa bendera menghindari gas air mata menjadi viral. Luthfi yang menjadi salah satu massa aksi pelajar STM yang diamankan oleh polisi saat beraksi unjuk rasa di depan kompleks parlemen pada September 2019 lalu.
Tagar #BebaskanLuthfi di Twitter (Twitter) banyak warganet yang menuntut keadilan untuk LA. Sebab, LA yang membawa bendera saat melakukan aksi demonstrasi dianggap tidak bersalah, “Wahai penegak hukum tolong #BebaskanLuthfi dia tidak bersalah,” kata @putraerlangga_.
“Ini soal keadilan dan kebebasan berpendapat,” ujar @akuhamidya1.
“Yang jelas-jelas salah nggak diapa-apain, anak bangsa demo menyampaikan pendapat dicari-cari kesalahannya,” ungkap @amywienn.
“Hei Indonesia, apa yang salah pada adik ini? Apa kabar hukum Indonesia?” ucap @eetywel.
Berkas penahanan LA saat ini sudah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk siap disidangkan. LA dikenakan empat pasal sekaligus, yakni pasal 170, 212, 214 dan 218 KUHP.
Pasal 170 KUHP mengenai orang yang secara bersama-sama melakukan kekerasan dan pengrusakan di muka umum akan dikenakan hukuman penjara maksimal lima tahun enam bulan. Hukuman akan ditambah menjadi tujuh tahun jika aksinya menyebabkan luka pada korban, sembilan tahun jika korban luka berat dan sebelas tahun jika korban meninggal dunia.
Pada pasal 212 KUHP mengatur orang yang melakukan kekerasan pada aparat negara diancam hukuman penjara satu tahun empat bulan dengan denda Rp 4.500.
Untuk pasal 214 KUHP berbunyi orang yang mengeroyok aparat negara diancam penjara maksimal tujuh tahun. Hukuman akan ditambah menjadi delapan tahun enam bulan jika aksinya menyebabkan luka pada korban, dua belas tahun jika korban luka berat dan lima belas tahun jika korban meninggal dunia.
Adapun pasal 218 KUHP mengenai orang yang tidak mengindahkan peringatan aparat akan diganjar dengan hukuman empat bulan dua minggu. (sanca)