2025


 

JAKARTA — Kolonel Inf. (Purn.) Sri Radjasa Chandra, mantan perwira intelijen negara, angkat bicara soal dugaan pemalsuan ijazah mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Ia menuturkan kasus Pasar Pramuka di Jakarta Timur, tempat ijazah Jokowi diduga dibuat.

 

Dugaan keterkaitan ijazah Jokowi dengan Pasar Pramuka awalnya diungkap Beathor Suryadi, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Sri Radjasa mengklaim Pasar Pramuka memang menjadi lokasi pembuatan banyak dokumen palsu, termasuk ijazah.

 

“Ahlinya (pembuatan ijazah palsu) ada di belakang kios-kios itu,” kata Sri Radjasa dalam video yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan pada hari Kamis, (10/7/2025).

 

Menurut Sri Radjasa, pada tahun 1990-an tarif pembuatan ijazah palsu universitas swasta yang tidak terkenal sudah mencapai Rp8 juta. Tarif pembuatan ijazah negeri akan berbeda lagi. Lalu, dia menduga ijazah Jokowi memang palsu.

 

“Jadi ketika Pak Beathor mengatakan bahwa ada kaitan Pasar Pramuka, dan kemudian saya teliti beberapa hal tentang kepalsuan ijazah itu (ijazah Jokowi), saya sekarang sudah yakin bahwa itu palsu,” ujarnya.

 

Mantan intel itu mengaku juga pernah berdiskusi dengan pakar forensik digital Rismon Sianipar yang berulang kali menuding ijazah Jokowi palsu. Kata dia, ada keterlibatan kekuasaan untuk menutupi dugaan ijazah palsu.

 

“Bahkan rekam jejak ijazah ini hilang, seperti misalnya skripsi, terus kemudian lembar penilaian. Artinya semakin memperkuat bahwa ini palsu.”

 

Dia juga meyakini mantan Wamendes PDTT Paiman Raharjo berada di balik pembuatan ijazah palsu Jokowi.

 

“Saya dapat informasi dari teman-teman Pasar Pramuka bahwa di situ ada Paiman, relawan Sedulur Jokowi, yang kemudian mendapat jabatan wamen,” ujarnya.

 

“Begitu saya angkat masalah ini, begitu kelabakannya Paiman.”

 

Lalu, dia menyindir Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah aslinya sehingga kasusnya berlarut-larut. Padahal, menurut Sri Radjasa, kasus ijazah itu bisa cepat selesai jika Jokowi bersedia menunjukkan ijazahnya.

 

Mengenai kapan pembuatan ijazah Jokowi yang diduga palsu itu, Sri Radjasa menduga ijazah itu dibuat pada tahun 2012 atau 2014.

 

Kronologi pembuatan ijazah menurut Beathor

 

Beberapa waktu lalu Beathor Suryadi menjelaskan kronologi dugaan pembuatan ijazah palsu Jokowi di Pasar Pramuka.

 

Awalnya Beathor mengaku mendapat informasi dari Eko Sulistyo, mantan KPUD Solo dan mantan anggota Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Menurut Beathor, Eko dan seorang yang bernama Widodo adalah mantan tim Solo.

 

“Dalam penjelasannya Mas Eko, pada 2005 Jokowi memakai dua [gelar], doktorandus dan insinyur . Yang problem bagi kita, yang doktorandus dari kampus mana, yang insinyur dari kampus mana,” kata Beathor dalam acara Rakyat Bersuara di iNews, Selasa malam, (1/7/2025).

 

Beathor mengklaim sejak tahun 1985 hingga 2005 Jokowi tidak pernah datang ke kampus UGM, bertemu dengan kawan-kawannya, dan lainnya.

 

“Waktu dia menjadi wali kota 10 tahun, dia enggak pernah bikin reuni di Solo mengundang teman-temannya. Padahal, anak-anak Solo yang alumninya UGM cukup banyak.”

 

“Kita mendapat penjelasan juga dari F.X. Rudy, Ketua DPC [PDIP Solo], bahwa pada waktu 2005 itu proses administrasi ke KPU bukan dilakukan oleh kader partai, tapi oleh tim. Karena itu terus ketemu Mas Eko. Mas Eko terus memberi penjelasan bahwa seharusnya setelah menang itu, Pak Jokowi melakukan public expose supaya jelas siapa dia.”

 

"Setelah tim Solo masuk Jakarta (2012), kawan-kawan di Jakarta membantu melengkapi dokumen yang kurang. Mereka menyatakan bahwa Jokowi kurang dokumen,” kata Beathor.

 

Salah satu yang menyatakannya adalah Denny Iskandar, seorang kader PDIP. Kemudian, Beathor mengatakan semua dokumen itu dilengkapi.

 

Kemudian, Beathor menyebut Widodo, salah satu orang kepercayaan Jokowi yang menjadi perantara Denny dan Jokowi.

 

“Jadi yang mempertemukan Denny ke Pak Jokowi ya Pak Wid, dong,” katanya.

 

Dia mengklaim ada pertemuan kelompok Jakarta dan kelompok Solo. Lalu, ada pertemuan lagi di Cikini untuk membahas kekurangan dokumen Jokowi. Dokumen itu lalu dilengkapi agar bisa disetorkan kepada KPUD.

 

Beathor mengklaim Denny adalah orang yang mengatur draf-draf dokumen karena dia adalah anggota partai yang berkawan banyak dengan anggota KPUD.

 

Ketika ditanya oleh Beathor apakah ikut ke Pasar Pramuka untuk membuat dokumen (termasuk ijazah), Denny mengaku tidak ikut karena hanya Widodo yang ke sana. (tribunnews)

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi 

 

JAKARTA — Kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan Presiden Jokowi telah memasuki babak baru. Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah resmi meningkatkan kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut ke tahap penyidikan.

 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa penyidik ​​telah menggelar gelar perkara pada Kamis (10 Juli 2025) pukul 18.45 WIB.

 

Gelar perkara kasus ini membahas enam laporan polisi (LP) yang terkait dengan kasus tersebut.

 

“Ada satu LP terkait dugaan pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311 KUHP dan UU ITE. Laporan itu dibuat oleh saudara IR HJW,” ujar Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

 

Selain itu, ada lima laporan lain yang ditarik dari sejumlah Polres, yakni Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

 

Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana.

 

“Lima LP itu, satu di antaranya di Polda Metro Jaya, sedangkan empat lainnya merupakan pelimpahan dari Polres,” jelasnya.

 

Ade Ary juga menyampaikan, dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT.

 

“Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.

 

Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut.

 

“Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Kombes Ade Ary memastikan bahwa proses penyidikan akan berjalan profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (fajar)


Tifauziah Tyassuma atau akrab disapa Dokter Tifa di Polda Metro Jaya/Ist 

 

JAKARTA — Polda Metro Jaya memeriksa Tifauziah Tyassuma, yang akrab disapa Dokter Tifa, pada Jumat, 11 Juli 2025. Dalam pemeriksaannya, Dokter Tifa dicecar 68 pertanyaan terkait kasus pelaporan dugaan ijazah palsu mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

 

"Pertanyaannya saya tadi total 1 jam 20 menit dengan 68 pertanyaan," kata Dokter Tifa.

 

Terkait isi materi, Tifa menjelaskan pertanyaan yang diajukan masih berkaitan dengan ijazah. Namun Tifa menyayangkan pemeriksaan tersebut tidak disertakan fisik keberadaan ijazah Jokowi.

 

"Ada 68 pertanyaan yang kurang lebih tentang penelitian saya terkait dengan ijazah itu. Nah sebelum saya menjawab, tentu saja ijazah itu harus dihadirkan, kan gitu," kata Tifa.

 

"Kita enggak bisa menjawab, bagaimana kalau tidak ada ijazahnya? Kalau ada ijazahnya, di depan meja ini ya kita berbincang-bincang tentang ijazah tersebut dan itu akan relevan dengan pertanyaan yang diajukan ke saya," sambungnya.

 

Sejauh ini Kepolisian telah memeriksa sebanyak 49 saksi dalam proses penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu milik Jokowi. (rmol)


Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong /Ist 

 

JAKARTA — Pakar keuangan negara, Dr. Hamdani, menilai penahanan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula terlalu tergesa-gesa dan tidak didukung bukti memadai.

 

Ia mengatakan tuduhan terhadap Tom terkesan dipaksakan, apalagi tidak ada bukti penerimaan aliran dana.

 

“Jaksa sendiri mengakui bahwa Tom Lembong tidak terbukti menerima aliran dana dalam bentuk apapun, baik suap maupun gratifikasi. Jadi kerugian negara tidak ada yang dinikmati oleh Tom Lembong. Ini menjadi aneh,” ujar Hamdani lewat kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis, 10 Juli 2025.

 

Ia menambahkan bahwa dalam perkara korupsi, terdakwa biasanya memiliki kaitan langsung dengan aliran dana. Namun dalam kasus ini, unsur tersebut tidak terpenuhi, bahkan jaksa tetap menuntut Tom Lembong dengan hukuman tujuh tahun penjara.

 

Hamdani juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik material.

 

Artinya, suatu perbuatan baru bisa dikategorikan sebagai korupsi jika terbukti menimbulkan kerugian negara dan/atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain.

 

“Kalau tidak ada kerugian negara, atau tidak ada pihak yang diuntungkan, maka unsur korupsinya tidak terpenuhi. Mau ada kesalahan prosedur atau kekeliruan administratif, itu tidak soal,” jelasnya.

 

Selain itu, Hamdani menyoroti dasar tuntutan jaksa yang hanya merujuk pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia menilai hal itu tidak cukup kuat, apalagi audit BPKP baru muncul setelah Tom Lembong ditahan selama 84 hari.

 

“Sebetulnya Tom Lembong ini terlalu dini terlalu dipaksakan untuk ditahan. Hasil audit BPKP muncul setelah Tom ditahan 84 hari. Jadi sebenarnya Tom Lembong mengalami penahanan secara tidak sah,” pungkasnya. (rmol)


Pakar Digital Forensik, Rismon Sianipar 

 

JAKARTA — Gelar kasus khusus yang digelar di Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Rabu (9 Juli 2025) ternyata tak membuahkan hasil apa pun terkait dugaan ijazah palsu Jokowi.

 

Bagaimana tidak, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dinilai tidak menghadirkan bukti konkret terkait keaslian ijazah Jokowi.

 

Oleh karena itu, Pakar Forensik Digital Rismon Sianipar dan rekan-rekannya meyakini bahwa ijazah dan skripsi Jokowi yang dimaksud memang palsu.

 

"Ini sedang dipertimbangkan untuk laporan skripsi palsu," kata Rismon kepada fajar.co.id, Kamis (10/7/2025).

 

Bukan hanya soal dugaan skripsi dan ijazah palsu, Rismon bakal melaporkan dugaan informasi bohong yang disampaikan Jokowi usai mendatangi langsung kediaman mantan Dosen UGM, Kasmudjo, beberapa waktu lalu.

 

Seperti diketahui, Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa Kasmudjo merupakan sosok dosen pembimbing skripsinya yang galak.

 

Hanya saja, pengakuan Jokowi dipatahkan oleh pernyataan Kasmudjo sendiri saat dikunjungi Rismon di kediamannya.

 

"Dan dugaan pembohongan publik terkait pak Kasmudjo yang bukan dosen pembimbing skripsi maupun akademik Jokowi," tandasnya.

 

Meskipun belum menyinggung soal waktu, namun Rismon menegaskan bahwa ia dan timnya akan mempolisikan Jokowi.

 

Sebelumnya, Kuasa Hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewajiban untuk memperlihatkan ijazah asli Jokowi kepada Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) maupun Roy Suryo.

 

Kata Yakup, keabsahan ijazah tersebut seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Ia merujuk pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri yang menyatakan ijazah itu asli.

 

“Jadi, menurut mereka ini Puslabfor tidak benar. Apa iya semua dokumen itu keaslian yang harus melalui verifikasi mereka dulu? Jadi lebih percaya mana? Puslabfor atau laboratorium Roy Suryo?,” ucap Yakup di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (9/7/2025) kemarin.

 

Yakup menyatakan, memperlihatkan ijazah asli pun diyakininya tak akan menyelesaikan polemik.

 

Pasalnya, pihak TPUA dan Roy Suryo tetap ingin melakukan analisis terhadap ijazah tersebut, meskipun telah ditunjukkan.

 

“Di berbagai kesempatan kami sudah tanya, ini kalau kami tunjukkan selesai tidak? Iya. Kalau ditunjukkan dan asli ya kami (TPUA) teliti dulu,” Yakup menuturkan.

 

Ia mengingatkan bahwa hasil pemeriksaan puslabfor itu sebenarnya telah diungkap dalam konferensi pers oleh penyidik Bareskrim Polri pada 22 Mei 2025 lalu.

 

Meski begitu, Yakup mengakui, dalam paparan tersebut yang ditampilkan hanya salinan dokumen.

 

“Bareskrim sudah clear yang diperiksa adalah ijazah asli, analog. Jadi, kalau pemaparannya yang ditunjukkan pada saat press release itu ada fotokopy, itu kan berbeda. Yang diperiksa kan yang penting,” tegasnya.

 

Yakup pun menyoroti sikap TPUA dan Roy Suryo yang mengklaim telah menganalisis ijazah Jokowi. Menurutnya, analisis itu hanya berdasarkan tampilan digital, bukan dokumen fisik.

 

“Diperiksa puslabfor tentunya secara analog dong. Tapi, ada orang memeriksa fotokopi dan dibilang ini saya sudah periksa dan dibilang ini (ijazah) sama. Loh, sama dari mana? Orang jelas barangnya ini analog kok,” tandasnya. (fajar)


Pakar Telematika Roy Suryo bersama Tim Pembela Ulama dan Aktivis seusai mengikuti gelar perkara khusus dugaan ijazah palsu Joko Widodo di Bareskrim Mabes Polri. (Foto: Sindo/Arif Julianto) 

 

OLEH: FIRMAN TENDRY MASENGI

 

RABU, 9 Juli 2025, Gelar Perkara Khusus terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo resmi digelar. Tapi alih-alih menghadirkan transparansi, negara justru memperagakan kebungkaman terstruktur. Tanpa dokumen asli, tanpa pengujian terbuka, tanpa pihak independen -publik hanya disuguhi kesimpulan sementara internal yang menggantung di udara. Ini bukan proses hukum. Ini penyesatan yang dilembagakan.

 

Dalam perkara pidana, hukum tidak memberikan ruang untuk pembuktian yang kabur. In criminalibus probationes debent esse luce clariores -dalam pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya. Namun dalam perkara ini, bukti malah diselubungi oleh prosedur dan diam administratif. Negara meminta rakyat percaya, tanpa membuka apa yang seharusnya bisa diuji: dokumen asli ijazah.

 

Bila yang dipakai sebagai dasar hanya fotokopi, pernyataan lembaga, atau dokumen digital, maka dalil tegas berlaku: Probatio ficta, probatio nulla est -pembuktian fiktif adalah pembuktian yang batal demi hukum.

 

Jika negara gagal menunjukkan bukti otentik, maka seluruh klaim tentang keaslian ijazah kehilangan nilai legitimasi. Ini bukan hanya cacat administratif.

 

Ini adalah luka dalam pada sistem kenegaraan yang seharusnya bertumpu pada transparansi dan kepercayaan publik.

 

Gelar perkara tanpa bukti adalah ironi. Ia disebut “khusus”, tapi yang ditampilkan justru penghindaran terhadap pertanyaan paling mendasar: Mana bukti aslinya? Siapa yang memverifikasinya? Mengapa tidak diuji terbuka?

 

Ketika sistem penyidikan tidak mampu lagi menjawab pertanyaan dasar, maka konstitusi memberi ruang bagi mekanisme yang lebih tinggi: Hak Subpoena DPR RI. DPR, sebagai lembaga representatif, memiliki kewenangan memanggil pihak-pihak terkait secara paksa dan menuntut dokumen otentik, termasuk menguji ijazah asli yang menjadi sumber polemik. Jika negara eksekutif menutup ruang terang, maka legislatif wajib membuka paksa jendela hukum.

 

Apakah kita akan terus membiarkan republik ini berdiri di atas dokumen yang tidak bisa dibuktikan? Apakah kekuasaan publik masih bisa dianggap sah jika prasyarat pencalonan presiden pun tidak dapat diverifikasi secara ilmiah?

 

Kebenaran bukan milik negara. Ia milik publik. Dan jika negara menolak membuktikannya, rakyat berhak memaksanya. **

                                                                                                                            

*Advokat, aktivis Prodem.

 

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong/Ist  

 

JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong menjalani sidang pembacaan pledoi atau nota pembelaan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula pada hari ini, Rabu malam, 9 Juli 2025.

 

Dalam keterangannya, Tom menyampaikan rasa terima kasihnya kepada majelis hakim, keluarga, dan seluruh pihak yang telah mendukungnya selama menjalani proses hukum.

 

"Ucapan-ucapan kata semangatnya sangat-sangat amat membantu saya merawat semangat saya untuk terus berjuang bukan hanya dalam perkara saya tetapi juga untuk bangsa kita,” kata Tom dalam ruang sidang.

 

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada media yang terus memberitakan perkaranya selama sekitar sembilan bulan terakhir. Menurutnya, publik kini semakin cerdas dan mampu menilai secara objektif konteks kasus yang dihadapinya.

 

Tom menyinggung keterkaitannya dengan politik, khususnya dukungannya terhadap pencalonan Anies Baswedan sebagai presiden pada Pemilu 2024. Ia menilai kasus hukum yang menjeratnya, yakni dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016, sarat nuansa politis.

 

"Sprindik atau surat perintah penyidikan yang pertama kasus impor gula 2015-2016 diterbitkan oleh jaksa pada tanggal 3 Oktober 2023. Meskipun demikian saya resmi bergabung pada tim kampanye nasional sebuah pasangan capres-cawapres yang berseberangan dengan penguasa pada tanggal 14 November 2023," jelasnya.

 

Tom menyatakan bahwa waktu penerbitan sprindik tersebut bukanlah kebetulan. Menurutnya surat itu sebagai sinyal jelas dari  penguasa bila dirinya bergabung ke oposisi, maka terancam dipidana.

 

"Timing atau waktu dari penerbitan sprindik ini tentunya bukan sesuatu yang kebetulan," tegas Tom.

 

Ia juga menyinggung momen penangkapannya yang terjadi hanya dua minggu setelah pelantikan resmi presiden dan wakil presiden terpilih di DPR RI.

 

"Sinyal itu sangat jelas ketika saya ditangkap, dipenjara dua minggu setelah penguasa mengamankan kekuasaannya dalam pelantikan resmi di DPR RI dan itu semakin jelas bagi semua pada hari ini," pungkasnya.

 

Tom Lembong dituntut penjara selama 7 tahun dalam kasus korupsi impor gula di Kemendag tahun 2015-2016.

 

Selain 7 tahun penjara, menteri era Presiden Joko Widodo ini juga dituntut membayar denda Rp750 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara 6 bulan.

 

Tom Lembong didakwa terlibat kasus dugaan impor gula yang merugikan negara Rp578 miliar. Mantan Timses Capres Anies Baswedan di Pilpres 2024 ini disebut-sebut menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan kementerian atau lembaga.

 

Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rmol)

 

Geisz Chalifah 

 

JAKARTA — Mantan Komisaris Ancol, Geisz Chalifah menanggapi kasus hukum yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong. Geisz menegaskan, Tom Lembong tidak terbukti menerima uang dan tidak memiliki hubungan pribadi dengan importir yang terlibat dalam kasus tersebut.

 

"Tom Lembong terbukti tidak menerima uang, dia juga tak mengenal para importir secara pribadi. Berhubungan dengan mereka secara personal maupun diwakili orang lain," ujar Geisz di X @GeizsChalifah (9/7/2025).

 

Meski begitu, Tom Lembong tetap menghadapi tuntutan tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta.

 

Geisz menyebut kasus ini bermula dari pelaksanaan kebijakan yang disebutnya sebagai perintah langsung Presiden.

 

"Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta. Karena melaksanakan perintah Presiden. Apakah itu lucu? Tidak ini semua tidak lucu, melainkan bejat," tegasnya.

 

Geisz pun menilai hukum telah dijadikan alat untuk menyerang pihak yang berbeda pandangan politik.

 

Ia menyatakan siap hadir dalam sidang ke-21 Tom Lembong untuk memberikan dukungan langsung, sembari mengajak masyarakat bergabung menunjukkan solidaritas.

 

"Besok saya akan hadir. Memberi dukungan secara langsung. Sidang Tom Lembong ke 21. Teman-teman yang mau gabung silahkan hadir," ucapnya.

 

"Kita tunjukan kepada mereka semua dengan kepala tegak, bahwa kita bukan kaum Hipokrit dan Oportunis seperti PSI dan sebangsatnya. Kita hadapi ketidak adilan ini," tandasnya.

 

Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, kembali secara blak-blakan menyebut penahanan Tom Lembong dan delapan pejabat perusahaan gula rafinasi sebagai bentuk nyata kriminalisasi yang brutal.

 

Anthony mengutip pernyataan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang memandang bahwa kasus dapat dikatakan sebagai kriminalisasi jika ada perbuatan yang bukan termasuk tindak pidana, kemudian dikriminalkan.

 

"Penjelasan tersebut memberi kesimpulan penting. Bahwa, kriminalisasi adalah sebuah pemaksaan terhadap status hukum seseorang," ujar Anthony kepada fajar.co.id, Senin (7/7/2025).

 

Dikatakan Anthony, seseorang dikriminalkan ketika yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran pidana, tetapi kemudian dicari-cari seolah-olah melakukan pelanggaran pidana, dengan memberi tuduhan dan alasan-alasan yang bahkan tidak masuk akal dan melanggar nurani.

 

"Dalam hal ini penguasa menjelma menjadi hukum itu sendiri. Karena, penguasa menjalankan hukum menurut kehendaknya secara sewenang-wenang, alias tirani," sebutnya.

 

Oleh karena itu, kata Anthony, dalam negara hukum seperti Indonesia, kriminalisasi kasus hukum termasuk kategori tindakan kriminal yang mencederai kebenaran dan perjuangan penegakan hukum, karena dilakukan untuk menghukum seseorang yang tidak melanggar pidana.

 

Berdasarkan definisi ini, Anthony menekankan bahwa penahanan Tom Lembong sejak 29 Oktober 2024 dan delapan pejabat perusahaan gula rafinasi sejak 20 Januari 2025 merupakan bentuk nyata kriminalisasi.

 

"Karena Tom Lembong sejatinya tidak melakukan pelanggaran pidana dalam pemberian persetujuan izin impor gula kristal mentah (GKM) kepada delapan perusahaan gula swasta untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP)," tukasnya.

 

Ia justru memiliki pandangan lain, melihat bahwa Tom Lembong telah menyelamatkan industri gula (kristal putih) nasional dari krisis gula, serta menguntungkan perekonomian negara.

 

"Tidak ada peraturan yang melarang impor gula dilakukan dalam bentuk GKM untuk diolah menjadi GKP. Tetapi, Jaksa mencari-cari, bahwa impor gula wajib dilakukan dalam bentuk GKP, dengan menggunakan dasar hukum Pasal 4 Permendag No 117/2015," ucap Anthony.

 

Dibeberkan Anthony, bunyi pasal tersebut bukan melarang impor GKM. Tetapi, pembatasan impor GKP, yang hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP.

 

Ia menekankan, alasan Jaksa merupakan bentuk pemaksaan, dari tidak ada pelanggaran peraturan, apalagi pelanggaran pidana, tetapi dipaksa untuk ada pelanggaran peraturan dan pidana.

 

"Tom Lembong tidak menerima suap dari pihak manapun. Dalam hal ini, Tom Lembong tidak melakukan pelanggaran pidana," tegasnya.

 

Anthony mengatakan bahwa Jaksa mencari-cari celah pidana. Jaksa bermanuver, pemberian persetujuan impor GKM kepada delapan perusahaan gula rafinasi untuk diolah menjadi GKP telah menguntungkan pihak lain yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

 

"Sejauh ini tidak ada bukti kerugian keuangan negara. BPKP (Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan) kemudian ditugaskan untuk melakukan audit investigasi untuk penghitungan kerugian keuangan negara. Laporan selesai 20 Januari 2025," jelasnya.

 

Dan pada hari itu juga, lanjut Anthony, delapan pejabat tinggi perusahaan gula rafinasi ditahan. Mereka menjadi korban, victim, atau tumbal untuk kriminalisasi Tom Lembong.

 

Selanjutnya, Anthony membeberkan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara hasil audit investigasi BPKP sangat tidak masuk akal dan melanggar nurani.

 

"BPKP berpendapat harga gula yang dibeli PT PPI dari perusahaan gula rafinasi sebesar Rp9.000 per kg kemahalan, sehingga merugikan keuangan negara," imbuhnya.

 

"BPKP menganggap PT PPI seharusnya membeli dengan harga dasar sebesar Rp8.900 per kg. Artinya, BPKP menganggap harga dasar adalah harga maksimum," sambung Anthony.

 

Olehnya itu, ia beranggapan bahwa alasan kemahalan harga jelas mengada-ada, tidak masuk akal, dan melanggar nurani.

 

"Harga dasar jelas bukan merupakan harga maksimum. Sebaliknya, harga dasar seharusnya berfungsi sebagai harga minimum," sesalnya.

 

Kata Anthony, harga dasar gula hanya berlaku untuk harga gula ex tebu dari petani, karena prinsip harga dasar adalah untuk melindungi pendapatan petani, sehingga tidak berlaku untuk harga gula (kristal putih) yang berasal dari GKM.

 

Kemudian, faktanya, Anthony menjelaskan bahwa PTPN dan PT RNI (keduanya adalah BUMN), juga membeli gula dengan harga (lelang) di atas harga dasar sepanjang tahun 2015-2016. Bahkan harga (lelang) gula rata-rata bulan Mei dan Juni 2016 mencapai 50 dan 54 persen di atas harga dasar.

 

"Sekali lagi, seperti dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji, kriminalisasi merupakan pemaksaan status hukum seseorang dengan memberi tuduhan dan alasan-alasan yang tidak masuk akal dan melanggar nurani," tekannya.

 

Dijelaskan Anthony, hasil audit BPKP yang tidak masuk akal tersebut masuk kategori kriminalisasi terhadap Tom Lembong dan delapan perusahaan gula rafinasi.

 

"BPKP menyatakan ada kurang bayar bea masuk, pajak impor (PPh 22), dan PPN impor sehingga merugikan keuangan negara," timpalnya.

 

"Padahal, perusahaan gula rafinasi sudah membayar semua kewajiban perpajakannya, baik bea masuk, pajak impor dan PPN impor sesuai dengan produk yang diimpor yaitu GKM," tambahnya.

 

Ia kemudian mengingatkan kembali pendapat BPKP yang menyatakan perusahaan gula rafinasi seharusnya membayar bea masuk dan pajak (dalam rangka impor) seolah-olah produk yang diimpor adalah GKP, meskipun yang diimpor adalah GKM.

 

"Alasan ini jelas sangat, sangat tidak masuk akal. Bahkan cenderung gila. Bagaimana seseorang impor produk A (GKM) disuruh bayar bea dan pajak untuk produk B (GKP)? Apakah ini bukan sebuah kegilaan?," sesalnya.

 

"Sekali lagi, penahanan Tom Lembong sejak 29 Oktober 2024 merupakan bentuk nyata kriminalisasi seperti dijelaskan di atas. Karena, pada saat itu, tidak ada bukti pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Tom Lembong tidak ada bukti menerima suap, dan tidak ada bukti merugikan keuangan negara," tandasnya. ** 


Gubernur Banten Andra Soni/RMOL 

 

BANTEN — Para Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Banten diingatkan untuk bekerja giat dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Gubernur Banten, Andra Soni, saat berbicara dalam podcast RMOL di Kantor Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B) di Kota Serang, Banten, pada Rabu, 9 Juli 2025.

 

Visi dan misi yang dimaksud berawal dari progres pengembangan dan implementasi yang telah dijalankan sejak Andra Soni mulai bekerja efektif pada 1 Maret 2025. Mulai dari sekolah gratis, akses layanan kesehatan yang terjangkau, pembangunan infrastruktur jalan, hingga kemudahan pembayaran pajak kendaraan bermotor.

 

"Kami bekerja bagaimana visi misi yang kami sampaikan kepada masyarakat itu benar-benar bisa diimplementasikan dan dirasakan," kata Andra.

 

Untuk pendidikan gratis, jelas Andra, harus dirasakan oleh seluruh masyarakat Banten, baik itu yang sekolah di negeri maupun swasta yang sudah berjalan di Tahun Ajaran Baru 2025.

 

"Hal itu penting dilakukan agar mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul dan berdaya saing. Kami mempunyai keinginan kuat Provinsi Banten ini lebih maju lagi dan potensi itu ada. Pertama Provinsi Banten itu dekat dengan Jakarta dan kedua potensi alam kita juga sangat besar untuk dioptimalkan. Oleh karena itu, SDM menjadi kuncinya," jelas Andra.

 

Dari SDM yang unggul, nantinya Provinsi Banten juga menjadi tujuan investasi nasional.

 

Sebab, dalam beberapa tahun terakhir Provinsi Banten selalu berada pada urutan lima besar nasional capaian investasinya.

 

Secara spesifik lagi, pada tahun 2025 ini, Pemerintah Pusat menargetkan capaian investasi Provinsi Banten sebesar Rp119 triliun.

 

"Target ini akan tercapai manakala didukung oleh SDM yang unggul," kata Andra.

 

Kemudian dalam bidang infrastruktur, Andra sudah meluncurkan program Bangun Jalan Desa Sejahtera (Bang ANDRA) yang menyasar jalan poros desa untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pendidikan dan kesehatan.

 

"Jumlah jalan poros desa itu memang banyak sekali, sepertinya tidak akan selesai dalam lima tahun kedepan. Tapi itu harus kita kerjakan dan rencanakan dengan baik, sehingga tidak terjadi  disparitas antara wilayah Tangerang Raya dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang," kata Andra.

 

Terakhir Andra menyampaikan jika kebijakan Perpanjangan Pembebasan Pokok dan/atau sanksi PKB sampai 31 Oktober 2025 berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Banten Nomor 286 tahun 2025 itu merupakan aspirasi dari masyarakat.

 

"Tujuannya bukan dalam rangka untuk menggali PAD. Tapi yang pasti kita mempunyai pendataan yang presisi untuk melakukan perencanaan anggaran," pungkas Andra. **


Tangkapan layar Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka memberikan pernyataan tentang pengembangan ekonomi syariah melalui akun YouTube Gibran Rakabuming, Jumat (6/6/2025). 


JAKARTA — Seruan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menggema di media sosial X, Selasa (8/7/2025). Tagar 'Desak Gibran Mundur' sudah mencapai lebih dari 6 ribu unggahan.

 

Pengguna X menyuarakan sejumlah isu yang kemudian dikaitkan dengan Gibran. Salah satu yang paling mengejutkan adalah kasus ijazah Joko Widodo (Jokowi), ayah Gibran.

 

Ya, Jokowi dan Gibran jadi bulan-bulanan cemoohan di X.

 

Dalam desakan tersebut, muncul pula kemungkinan tokoh potensial yang bakal menggantikan Gibran di kursi Wapres.

 

Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkap kemungkinan menarik jika Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Wapres Gibran Rakabuming Raka harus dimakzulkan.

 

Dalam situasi seperti itu, muncul empat nama yang disebut berpeluang besar menggantikan posisi Gibran sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. 

 

Mengutip penilaian Mahfud MD, Refly menyebut nama-nama seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan masuk dalam radar kuat.

 

Keempat tokoh ini dinilai memiliki rekam jejak politik yang cukup untuk menempati posisi strategis tersebut.

 

“Kalau berdasarkan skenario Mahfud, nama-nama yang disebut itu adalah Puan, Ganjar, AHY, dan Anies. Tapi yang mengejutkan tentu Anies,” ujar Refly.

 

Dikatakan Mahfud, AHY mewakili unsur muda dari Partai Demokrat dan berpeluang besar secara elektoral. 

 

Namun Mahfud juga menilai bahwa AHY belum sepenuhnya menjadi figur sentral dalam koalisi pemerintahan Prabowo.

 

Sementara itu, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang merupakan kader senior PDIP disebut sebagai opsi menarik jika Presiden terpilih Prabowo ingin menjalin keseimbangan politik pasca-pilpres.

 

Apalagi, hubungan Gerindra dan PDIP sebelumnya sempat menunjukkan tanda-tanda rekonsiliasi.

 

Namun yang paling mencengangkan adalah munculnya nama Anies Baswedan.

 

Mengingat Anies merupakan rival kuat Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dan tidak masuk dalam lingkaran pemerintahan, wacana ini mengundang banyak spekulasi.

 

“Kalau kompromi besar bisa terjadi, bisa saja Anies masuk. Peluangnya kecil, tapi bukan tidak mungkin,” kata Refly mengutip penilaian Mahfud MD.

 

Refly menambahkan, secara konstitusional, jika MK membatalkan keabsahan Gibran sebagai wakil presiden, maka pengisian posisi tersebut akan melibatkan DPR dan partai koalisi pemenang. Situasi ini membuka ruang politik yang sangat dinamis.

 

“Kalau ingin membangun keseimbangan politik, bisa jadi Puan atau Ganjar,” tandasnya.

 

Sebelumnya, Jokowi akhirnya menanggapi wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putranya sendiri, yang diusulkan oleh Forum Purnawirawan TNI.

 

Forum tersebut sebelumnya telah mengirim surat resmi kepada DPR dan MPR RI guna menyampaikan usulan pemakzulan Gibran.

 

Jokowi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan sistem ketatanegaraan yang harus dihormati dan dijalankan sebagaimana mestinya.

 

“Negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan, ya diikuti saja proses sesuai sistem ketatanegaraan kita,” ujarnya.

 

Ia juga menyatakan bahwa keberadaan aspirasi semacam itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

 

"Bahwa ada yang menyurati seperti itu, ya itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasikan kan ya seperti itu," imbuhnya.

 

Saat diminta komentarnya terkait pandangan kelompok tertentu yang seolah menerima presiden namun menolak wakil presiden, Jokowi menegaskan bahwa dalam sistem pemilihan di Indonesia, pasangan calon dipilih sebagai satu kesatuan.

 

“Pemilihan presiden kemarin kan satu paket, bukan sendiri-sendiri. Kayak di Filipina itu sendiri-sendiri, kalau di kita ini kan satu paket," ucap Jokowi.

 

Lebih lanjut, ketika ditanya apakah artinya tidak bisa hanya menerima presiden tapi menolak wakilnya, Jokowi menekankan bahwa sistem ketatanegaraan sudah mengatur mekanisme tersebut.

 

“Memang mekanismenya seperti itu. Jadi, sekali lagi, sistem ketatanegaraan kita memiliki mekanisme yang harus diikuti, bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat, itu baru (bisa),” tegasnya. (fajar)


Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2025).(Foto: Inilah.com/Vonita Betalia) 

 

JAKARTA — Kepala OIKN Basuki Hadimuljono dimintai keterangan terkait isu yang beredar di media sosial perihal maraknya pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di kawasan Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur.

 

Ia menegaskan bahwa wilayah kerjanya terbebas dari segala penyakit sosial (pekat). Meski masih marak di media sosial, hal itu disebabkan oleh beberapa pihak tidak bertanggung jawab yang sengaja mengunggah ulang konten lama.

 

"Saya kira kalau informasi itu adalah yang diulang. Informasi yang dulu itu di recycle informasinya itu sekarang sudah tidak ada sama sekali sudah nggak ada itu di recycle dulu ada online," ucap Basuki saat rapat bersama Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/7/2025).

 

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa aktivitas sambung ayam di IKN juga sudah tak ada. Dia menyebut sebanyak delapan warung diduga sebagai tempat sabung ayam telah dirobohkan.

 

"Insya Allah tidak ada pak sambung ayam juga nggak, ada memang itu bersama APH semenjak Ramadan kemarin masih ada. Ada 8 warung remang-remang sudah kami robohkan," tegas dia.

 

Jawaban dari Basuki ditujukan kepada anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin, yang mengungkit lagi isu tersebut.

 

"Terkait dengan PSK, atau pekerja seks komersial kenapa ini menjadi penting. Jangan sampai kemudian istri-istri ASN yang ada di sana itu khawatir semua pak," ujar Khozin saat rapat.

 

Dia mengatakan, adanya isu tersebut dapat mengganggu produktivitas kerja. Khozin mengatakan agar pemerintah daerah memberikan regulasi pengawasan di IKN.

 

"Terkait dengan penertiban Perda mumpung ada Kemendagri mungkin dikasih semacam diskresi tambahan tidak hanya monitoring ketika siang, tapi malam juga ada aktivitas yang dilindungi jangan sampai kemudian tempat episentrum ketatanegaraan kita nanti sudah banyak kemaksiatan di sana dan orang-orangnya juga tidak maksimal," ucapnya. (inilah)

 

Kolase foto eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko dan Silfester Matutina. (Ist) 

 

JAKARTA — Video pengacara sekaligus relawan garda terdepan Joko Widodo (Jokowi), Silfester Matutina viral di media sosial usai menyerang mantan Danjen Kopassus, Mayjen TNI (Purn) Soenarko.

 

Dalam potongan video yang beredar di sejumlah platform media sosial itu, Silfester menyebut Soenarko pernah ditangkap.

 

"Soenarko kau sudah pernah ditangkap itu," kata Silfester tanpa menyebut pernah ditangkap karena kasus apa.

 

Dia menyebut, setelah ditangkap, Soenarko kemudian dibebaskan dengan jaminan Pak Luhut merujuk pada sosok Luhut Binsar Pandjaitan.

 

"Jaminannya Pak Luhut loh, baru mereka bilang Pak Luhut penjilat, kurang asem banget ini orang-orang," ucap Silfester.

 

Tak sampai di situ, Silfester juga menyebut sosok Soenarko sebagai 'kumis tebal'.

 

"Tangkap Soenarko, hei kumis tebal kau, jangan sampai kita cukur kau punya kumis, kau pikir kau, kami takut sama kau," ujar Silfester.

 

Dia lantas menyebut bahwa dirinya dengan Soenarko dulu sejatinya berkawan. Bahkan dia menyebut, Soenarko cs meminta-minta jabatan kepada Jokowi lewat dirinya.

 

"Dulu kita kan berkawan juga kan, kalian minta-minta jabatan kepada Pak Jokowi kan melalui saya juga, gimana sih," katanya.



Video yang diunggah di salah satu akun X (dulu Twitter) pada Senin (7/7/2025) itu ramai mendapat respons dari netizen.

 

"Kok banyak Jenderal yang dihina, kemarin Pak Sutiyoso, terus Pak Tri Sutrisno. Sekarang Pak Soenarko, ada apa ini," ujar aku @Sutris*** di kolom komentar.

 

"Orang ini gak punya sopan santun terhadap orang yang sudah mengabdi kepada negara dengan jiwa dan raganya," timpal akun lainnya.

 

Siapa Silfester Matutina?

 

Disitat dari sejumlah sumber, Silfester Matutina disebut lahir di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 19 Juni 1971. Dia dikenal sebagai relawan garda depan Presiden Joko Widodo (relawan Jokowi).

 

Silfester kerap menghadiri berbagai diskusi dan wawancara, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Ia dikenal vokal pada kritik yang dilontarkan kelompok oposisi.

 

Pada Pilpres 2024 lalu, Silfester Matutina menjabat sebagai Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran.

 

Pernah Dipidana Menghina Jusuf Kalla

 

Silfester Matutina juga dikenal sebagai Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet). Kelompok relawan ini dibentuk saat Jokowi maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 silam.

 

Tidak hanya rekam jejak sebagai relawan Jokowi, Silfester terungkap pernah tersandung kasus hukum. Ia pernah dilaporkan 100 advokat dari Advokat Peduli Kebangsaan ke Bareskrim Polri pada 29 Mei 2017. Silfester dilaporkan karena kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla.

 

Merujuk laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan. Putusan tersebut tertera dalam Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019, di mana Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

 

Sosok Jenderal Soenarko

 

Soenarko menjadi salah satu tokoh sentral di Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang menuntut pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Selama ini ia memang getol mengkritisi kubu Jokowi.

 

Pada Pemilu 2024 lalu, Soenarko bahkan pernah memimpin demonstrasi di depan gedung KPU di Menteng, Jakarta Pusat. Dalam aksi itu, ia menyoroti pelaksanaan Pemilu terutama Pilpres 2025 yang dinilainya banyak kecurangan.

 

Ia pun menuding sosok Jokowi sebagai dalang di balik kecurangan Pilpres 2024.

 

"Sutradara kecurangan ini adalah Jokowi. KPU itu hanya operator," ujar Soenarko kala itu.

 

Pada Pilpres 2019, sosok Jenderal Soenarko merupakan loyalis Prabowo Subianto. Namun ia sempat tersandung kasus. Ia ditangkap polisi dan anggota Polisi Militer TNI pada Senin (20/5/2019) malam. Ia dituduh atas dugaan makar dan penyelundupan senjata untuk aksi massa 22 Mei.

 

Soenarko dilaporkan seorang pengacara bernama Humisar Sahala ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Sahala menuding Soenarko terlibat makar.

 

Adapun Soenarko dilaporkan atas pernyataan dalam video yang beredar di Youtube. Dalam video berdurasi 2 menit 55 detik itu, Soenarko memerintahkan hadirin untuk mengepung KPU dan istana. Ia pun ditahan.

 

Atas penahanan itu, Panglima TNI yang kala itu dijabat oleh Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Mabes Polri. Selanjutnya, Soenarko pun dibebaskan. (gelora)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.