2025

Dino Patti Djalal 

 

JAKARTA — Tindakan hukum yang diambil oleh mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), terkait tuduhan pemalsuan ijazah telah memicu kontroversi. Banyak yang mendukung tindakan hukum Jokowi, yang melibatkan pelaporan mereka yang menuduh atau mempertanyakan keaslian ijazahnya.

 

Namun, banyak juga yang mengkritik upaya Jokowi untuk mengkriminalisasi mereka yang vokal mempertanyakan ijazahnya. Di antara mereka yang menyatakan keprihatinan adalah Dino Patti Djalal, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

 

Melalui unggahan media sosial, Dino Patti tampak mengikuti perkembangan laporan Jokowi ke Polda Metro Jaya, yang kini telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, Polda Metro Jaya akan segera menetapkan tersangka setelah memastikan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

 

"Sy prihatin melihat upaya pak @jokowi pidanakan figur2 yg vokal re masalah “ijazah palsu”, apapun pasal KUHP yg digunakan," begitu ciutan Dino Patti Djalan di akun media sosialnya dilansir Selasa (15/7).

 

Dia menyebut, dalam negara demokrasi dan alam reformasi, hal-hal menyangkut ijazah, kesehatan, harta kekayaan, afiliasi politik dan bisnis, serta rekam jejak dari pemimpin negara sepenuhnya "fair game" untuk diketahui, dibahas, dan dikritik publik.

 

"Being criticized is the price of leadership — sebelum, sewaktu dan sesudah berkuasa. Accept it," tambah Dino Patti Djalal.

 

Dia menambahkan, mempidanakan Roy Suryo dkk akan dinilai sebagai upaya Jokowi untuk menakut-nakuti masyarakat madani. Bahkan, langkah itu bisa saja menjadi bumerang bagi Jokowi sendiri.

 

"Kriminalisasi ini juga memberikan kesan Jokowi sedang panik, dan akan semakin menyulut tandatanya masyarakat," sebutnya.

 

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini juga menambahkan, Jokowi seharusnya tetap tetap tenang, dan tempuh jalur hukum tanpa harus mempidanakan Roy Suryo dkk.

 

"Suharto setelah lengser pernah menuntut wartawan Jason Tejasukmana (dari Time Magazine yg menulis re harta kekayaan beliau), tapi tidak mempidana. Pak @jokowi, balas Roy Suryo cs dgn argumen, senyum, doa & bukti, bukan dgn bui," tandas Dino Patti Djalal.

 

Sebelumnya diberitakan, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan, penyidik telah melakukan gelar perkara pada Kamis (10/7/2025) pukul 18.45 WIB.

 

Gelar perkara ini membahas enam laporan polisi (LP) terkait kasus tersebut. “Ada satu LP terkait dugaan pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311 KUHP dan UU ITE. Laporan itu dibuat oleh saudara IR HJW,” ujar Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

 

Selain itu, ada lima laporan lain yang ditarik dari sejumlah Polres, yakni Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

 

Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana. “Lima LP itu, satu di antaranya di Polda Metro Jaya, sedangkan empat lainnya merupakan pelimpahan dari Polres,” jelasnya.

 

Ade Ary juga menyampaikan, dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT. “Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.

 

Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut. “Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Kombes Ade Ary memastikan bahwa proses penyidikan akan berjalan profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (fajar)


Joko Widodo alias Jokowi 

 

JAKARTA — Kasus korupsi yang mencuat melibatkan pedagang minyak M Riza Chalid menjadi babak baru dalam kisruh dan kesewenang-wenangan mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi pasca lengser dari jabatannya pada Oktober 2024.

 

Pengamat Citra Institute, Efriza menilai kasus dugaan korupsi pengelolaan hasil kilang minyak mentah periode 2018-2023 berpotensi mengungkap penyalahgunaan wewenang oleh Jokowi.

 

"Pengungkapan tindakan Jokowi yang dianggap penyalahgunaan kekuasaan selama memerintah, belum sekalipun dapat menunjukkan Jokowi berada di ujung tanduk," ujar Efriza kepada RMOL, Selasa 15 Juli 2025.

 

"Tetapi dianggap membuat Jokowi pasca tidak lagi menjabat sebagai presiden menghadapi kondisi tidur tidak nyenyak mungkin ini yang tepat," sambungnya.

 

Menurutnya, salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan Jokowi saat masih memerintah, yakni dari Riza Chalid yang buron usai ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

 

"Tulisan Said Didu yang dinyatakan fakta dan ada bukti-buktinya, sebenarnya bisa menjadi dasar jika ingin membuka kembali (penyalahgunaan wewenang Jokowi)," kata Efriza.

 

Hanya saja, Efriza memandang tulisan Said Didu belum memiliki bukti kuat untuk diproses lebih lanjut oleh penegak hukum, di samping juga ada kasus-kasus lainnya yang menyangkut Jokowi seperti dugaan ijazahnya yang palsu.

 

"Ini baru sekadar awal babak baru saja dari serangan terhadap Jokowi. Semestinya Said Didu membawa bukti-buktinya ke lembaga hukum seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kejaksaan, atau Kepolisian," kata Efriza.

 

"Sehingga pernyataan maupun tulisannya tersebut tidak bernilai opini atau tuduhan, maupun sinisme semata, tetapi melainkan sudah dalam posisi hukum," demikian Efriza. (***)

 

dokter Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa -- X 

 

JAKARTA — Pegiat media sosial, Tifauzia Tyassuma atau yang lebih dikenal sebagai Dokter Tifa kembali angkat bicara terkait kisruh ijazah mantan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

 

Dr. Tifa bahkan mengadakan konferensi pers khusus untuk mengungkap dokumen-dokumen yang dimilikinya. Dokumen-dokumen ini terkait dengan ijazah dan transkrip akademik asli yang dimiliki UGM, khususnya Fakultas Kehutanan.

 

Dalam konferensi pers bersama tim hukum Dr. TIFA, aktivis kesehatan tersebut mengklaim telah menemukan tiga bundel ijazah dan transkrip asli UGM. Dr. Tifa mengklaim memperoleh dokumen tersebut antara tanggal 9 dan 12 Juli 2025.

 

"Dr Tifa sudah menemukan 3 (tiga) bundel Dokumen Ijazah asli, Transkrip Asli UGM, yang diterima oleh dr Tifa dalam kurun waktu 9-12 Juli 2025," tulis dokter Tifa di akun media sosialnya, Selasa (15/7).

 

Selain memiliki tiga bundel dokumen terkait produk ijazah dan transkrip nilai asli dari UGM, Dokter Tifa juga mengungkap adalanya lima bundel dokumen mahasiswa UGM yang dimiliki oleh Pakar Telematika, Roy Suryo.

 

"Ditambah dengan 5 (lima) bundel Dokumen Mahasiswa UGM yang diterima oleh Mas Doktor @KRMTRoySuryo2. Jadi di tangan kami ada 8 (delapan) bundel!," tandas Dokter Tifa.

 

Dia memastikan bahwa Ijazah, transkrip, dan beberapa dokumen yang mereka terima sangat berbeda dibandingkan dengan ijazah, transkrip, dan dokumen-dokumen lain yang dipresentasikan oleh Bareskrim pada tanggal 22 Mei 2025 lalu.

 

Dokter Tifa lantas menyinggung pernyataan politikus PDIP, Beathor Suryadi yang menyebut ijazah Jokowi dibuat di Pasar Pramuka pada tahun 2012. Karena itu, tidak mengherankan jika dokemen yang mereka lihat selama ini sangat berbeda.

 

"Sekali lagi saya tekankan, UGM sebagai Universitas Ternama di Indonesia, pasti membuat Ijazah sedemikian rupa sangat sulit DIPALSUKAN," sebutnya.

 

Kalaupun ada yang berpikir bisa memalsukan ijazah produk UGM, Dokter Tifa memastikan bahwa orang tersebut konyol dan bodoh.

 

"Hanya orang konyol dan bodoh saja yang berpikir bahwa Ijazah UGM bisa dipalsukan, apalagi dibuat di pojokan Pasar," tandasnya.

 

Dia labtas meminta agar pihak UGM untuk tidak ikut-ikutan bodoh dan konyol, dengan menyatakan bahwa Ijazah pojokan Pasar itu, adalah betul keluaran UGM.

 

"Berdasarkan keterangan Pak Beathor, beliau juga sudah menemukan siapa PELAKU pembuat Ijazah," ungkapnya.

 

Sekadar diketahui, laporan terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap pihak yang menuduh ijazah Jokowi palsu, telah dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan oleh Polda Metro Jaya. (fajar)

 

Advokat Ahmad Khozinudin/Ist 

 

JAKARTA — Langkah Polda Metro Jaya resmi menaikkan status laporan terhadap mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi terkait pencemaran nama baik atas dugaan ijazah palsu disesalkan kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin.

 

Khozinudin mengatakan gelar perkara khusus yang tengah dilakukan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara (Bareskrim Polri) terkait pembuktian keaslian ijazah Jokowi belum rampung digelar.

 

Khozinudin mengatakan, penyidik Polda Metro Jaya seharusnya menunggu hasil gelar perkara khusus yang dilakukan Bareskrim Polri sebelum meningkatkan status laporan Jokowi ke tahap penyidikan.

 

"Ini (menaikan status laporan Jokowi ke penyidikan oleh Polda Metro Jaya) tindakan yang terlalu dini atau bahasa hukumnya prematur. Pertama, kasus pencemaran ijazah palsu ini tidak bisa dilepaskan dengan kasus dugaan pemalsuan dokumen yang sedang dilaporkan di Bareskrim Polri," kata Khozinudin kepada wartawan di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Senin 14 Juli 2025.

 

"Walaupun hanya dumas (pengaduan masyarakat), kasus di Bareskrim itu sampai hari ini belum tuntas. Terakhir, Bareskrim pada 22 Mei 2025 menyatakan menghentikan penyelidikan dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Jokowi, telah dilakukan proses koreksi lewat gelar perkara khusus pada 9 Juli 2025 dan gelar itu belum ada hasilnya," sambungnya.

 

Menurut Khozinudin, langkah Polda Metro yang menaikkan status laporan Jokowi dari penyelidikan menjadi penyidikan dianggap aneh.

 

Sebab, tidak mungkin laporan Jokowi telah memenuhi unsur pidana berupa dugaan pencemaran nama baik ketika di saat yang bersamaan Bareskrim Polri tengah melakukan gelar perkara khusus terkait ijazahnya.

 

"Nah dari situ kami kemudian muncul praduga, jangan-jangan semuanya akan dikondisikan. Pengumuman di Bareskrim nantinya hasilnya akan sama sehingga Polda berani meningkatkan penyelidikan ke penyidikan," kata Khozinudin.

 

Peningkatan status penyidikan dilakukan setelah gelar perkara oleh penyelidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Kamis malam, 10 Juli 2025. (rmol)


dokter Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa -- X 


JAKARTA — Laporan dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) yang kini ditingkatkan ke tahap penyidikan, tak menyurutkan polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret nama manta Presiden ke-7 itu.

 

Bahkan, pegiat media sosial, dokter Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan dr. Tifa, kembali mengungkap data yang bisa mendukung atau memperkuat dugaan bahwa Jokowi memiliki ijazah palsu.

 

Dokter Tifa mengaku memegang ijazah asli sebagai alumni Fakultas Kehutanan (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) lulusan 1985. Tak hanya ijazah, ia juga mengaku memegang transkrip nilai alumni UGM.

 

"Transkrip nilai ASLI Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM lulus 1985, yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, dan buktinya ada pada saya. Berbeda 180 derajat dengan Transkrip Nilai "Mahasiswa" yang ditunjukkan BARESKRIM tanggal 22 Mei 2025," kata dr.Tifa dalam ciutan di media sosialnya.

 

Dia menyebut, dalam transkrip nilai itu, jumlah SKS-nya adalah 161 SK. "Bukan 122 SKS + 88 SKS = 210 SKS seperti Transkrip nilai abal-abal yang diperlihatkan Bareskrim," tambahnya.

 

Dijelaskan dr.Tifa, Transkrip Nilai Asli di lembar dokumen itu sangat berkualitas layaknya dikeluarkan oleh Universitas terbaik seperti UGM, nilai dibuat dengan mesin ketik manual yang rapi, seperti layaknya tahun 1985.

 

"Nilai tidak ditulis dengan amburadul seperti transkrip nilai abal-abal ini. UGM Universitas ternama. Masa transkrip nilai macam Universitas Ruko begini? Yang benar saja!," tandasnya.

 

dr.Tifa menyebut, dengan adanya ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985, seharusnya polemik terkait dugaan ijazah palsu sudah berakhir.

 

"Dengan demikian maka Polemik Ijazah sudah selesai. Saat ini bukan lagi perkara keraguan, melainkan keberanian menyatakan kebenaran," katanya.

 

Selain ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM yang dipegang, dr.Tifa juga menyebut jika sudah terlalu terlalu banyak data, terlalu terang benderang fakta terkait isu tersebut.

 

"Penelitian independen yang kami lakukan selama ini, oleh RRT: Roy, Rismon, Tifa dkk, telah menyusuri tiap inci jejak digital, menyandingkan bukti otentik, membedah narasi dan gerak tubuh dengan neurosains dan ilmu perilaku, memverifikasi dokumen lintas waktu, bahkan mengkonfirmasi silang melalui historiografi, komunikasi politik, hingga sosiopatologi jaring-jaring kekuasaan," jelasnya.

 

Karena itu, menurutnya satu-satunya yang tersisa hanyalah keberanian publik untuk menerimanya. Dan keberanian Presiden Prabowo Subianto untuk mendukungnya.

 

Dia lantas menyoroti peningkatan status laporan yang ditangani Polda Metro Jaya dari penyelidikan menjadi penyidikan yang begitu cepat. Dia menilai, peningkatan status itu bukan karena kekuatan bukti melainkan karena ketakutan akan kebenaran.

 

"Inilah modus yang berulang: seperti pembungkaman terhadap Bambang Tri, seperti pemenjaraan terhadap Gus Nur, kekuasaan yang terguncang selalu menjawab dengan intimidasi. Kita tidak sedang menghadapi hukum yang netral. Kita sedang menghadapi pelaku yang panik," tandasnya. (fajar)


Joko Widodo/Ist


JAKARTA — Kontroversi dugaan ijazah palsu mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, atau Jokowi, harus segera dituntaskan. 


Demikian pernyataan mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Muhammad Said Didu, sebagaimana dikutip dari akun pribadinya, X, pada Senin, 14 Juli 2025.

 

"Ijazah palsu adlh pintu masuk utk membuka kebohongan ttg : 1) siapa dia sebenarnya. 2) berbagai kelicikan dan keculasan yg dilakukan selama ini - tmsk kecurangan pemilu," tulis Said Didu.

 

Dengan demikian, menurut Said Didu, bisa dipastikan Jokowi akan melalukan segala cara untuk menutupi ijazah palsunya.

 

"Ayo bersatu buka kebohongan," pungkas Said Didu.

 

Sebelumnya, politikus senior PDIP Beathor Suryadi mengungkap bahwa ijazah Jokowi diduga dicetak ulang di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.

 

Momen pencetakan ijazah itu dilakukan tim sukses Jokowi menjelang pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012. (rmol)


Bareskrim Polri saat menghentikan penyelidikan dan penanganan kasus yang dilaporkan oleh TPUA terkait ijazah Jokowi. (Syahrul Yunizar/JawaPos.com) 

 

JAKARTA Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, mengkritik tajam isu ijazah palsu mantan Presiden Jokowi Widodo.


Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah meningkatkan kasus dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, ke tahap penyidikan.


Pihak Jokowi mengklaim hal ini menunjukkan kebenaran.

 

"Ditingkatkannya ke tahap penyidikan menandakan pengaduan yang disampaikan Pak Jokowi mengandung kebenaran dan merupakan tindak pidana," kata pengacara Jokowi, Rivai Kusumanegara, kepada wartawan.

 

Adapun Rivai mengungkap harapan besar Jokowi dengan naiknya kasus ini ke tahap penyidikan yaitu nama baiknya bisa pulih.

 

Merespons hal tersebut, Gigin Praginanto pun memberikan sorotan tajam dengan naiknya kasus tudingan ijazah palsu ini ke tahap penyidikan.

 

Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Gigin menyorot naiknya kasus ini ke tahap penyidikan.

 

“Kasus ijazah palsu yang sudah naik ke tahap penyidikan,” tulisnya dikutip Minggu (13/7/2025).

 

Melihat hal ini, ia menyebut dunia bakalan tahu bagaimana kacaunya hukum di Indonesia.

 

Bahkan, Gigin mengatakan untuk hukum di Indonesia saat ini justru cenderung dikendalikan oleh politik.

 

“Mempertontonkan kepada dunia bahwa hukum di sini berada di bawah kendali politik,” terangnya.

 

Ada pun gelar perkara khusus yang digelar di Bareskrim Polri, Rabu (9/7/2025) kemarin, tampaknya belum membuahkan hasil terkait dugaan ijazah palsu Jokowi.

 

Bagaimana tidak, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro dianggap tidak menampilkan bukti konkret keaslian ijazah Jokowi.

 

Olehnya itu, Pakar Digital Forensik, Rismon Sianipar dan kawan-kawan menganggap bahwa memang ijazah dan skripsi Jokowi yang selama ini bersoal memang palsu.

 

"Ini sedang dipertimbangkan untuk laporan skripsi palsu," kata Rismon kepada fajar.co.id, Kamis (10/7/2025).

 

Bukan hanya soal dugaan skripsi dan ijazah palsu, Rismon bakal melaporkan dugaan informasi bohong yang disampaikan Jokowi usai mendatangi langsung kediaman mantan Dosen UGM, Kasmudjo, beberapa waktu lalu.

 

Seperti diketahui, Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa Kasmudjo merupakan sosok dosen pembimbing skripsinya yang galak.

 

Hanya saja, pengakuan Jokowi dipatahkan oleh pernyataan Kasmudjo sendiri saat dikunjungi Rismon di kediamannya.

 

"Dan dugaan pembohongan publik terkait pak Kasmudjo yang bukan dosen pembimbing skripsi maupun akademik Jokowi," tandasnya. (fajar)


Denny Indrayana 

 

JAKARTA — Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menguraikan kemungkinan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Ia menyatakan ada tiga jalur dari perspektif hukum tata negara.

 

Ia kemudian menjelaskan bahwa pemakzulan Gibran harus melibatkan tiga lembaga: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

 

“Hitung-hitungan hukum tata negaranya? apakah ada pasal pemakzulan? Apakah ada korupsi? Apakah ada pengkhiantan terhadap negara? Penyuapan? Kejahatan tingkat tinggi lainnya? Kemudian perbuatan tercela, dan sebenarnya tidak memenuhi syarat menjadi wakil presiden?” kata Denny dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025).

 

Di antara celah itu. Ia menyebut yang paling memungkinkan yakni persoalan korupsi.

 

“Kalau dilihat satu persatu, yang memungkinkan adalah ada isu korupsi. Misalnya, ada laporan ke KPK oleh rekan Ubedilah Badrun yang sudah lama sebenarnya,” terangnya.

 

Kasus dimaksud, yakni aliran dana ke dua anak Presiden ke-7 Jokowi. Kaesang Pangarep, dan Gibran sendiriZ

 

“Laporan itu sudah di KPK dan memang seharusnya dan memang dicari bukti-buktinya. Jika tidak terbukti, tidak ada proses hukum. Jika terbukti, itu bisa menjadi pintu masuk pemakzulan. Terutama dalam hal korupsi,” imbuhnya.

 

Kedua, kata dia, yakni persoalan Fufufafa.

Karena bisa masuk perbuatan tercela. 

 

“Kenapa? Karena persoalannya itu jadi pintu masuk perbuatan tercela,” ucapnya.

 

“Kalau memang itu terbukti, maka itu pintu masuk impeachment. Jika tidak, tentu tidak bisa diteruskan,” tambahnya.

 

Ketiga, kata eks Wakil Menteri Hukum dan HAM itu, yakni syarat calon wakil presiden.

 

“Kenapa menjadi soal? Putusan 90 adalah skandal yang merupakan tinta buram. Tinta gelap. Dalam perjalanan konstitusi kita,” terangnya.

 

Putusan tersebut, menurutnya tidak sah. Karena belakangan terbukti ada pelanggaran etika berat, yang diputuskan melalui Mahkamah Kehormatan MK.

 

“Seharusnya tidak ada putusan 90 karena ada pelanggaran etika berat. Sebagaimana putusan MK MK yang dipimpin Prof. Jimly Asshiddiqie. Kalau ini disoal, tentu saja bisa timbul persoalan hukum bahwa sebenarnya syarat pencalonan wakil presiden Gibran sedari awal bermasalah secara konstitusi,” jelasnya.

 

“Tiga hal itu, dugaan tindak pidana korupsi, dugaan perbuatan tercela, dan pelanggaran syarat menjadi wakil presiden sebenarnya secara hukum tata negara, memungkinkan untuk menjadi alasan pemberhentian Gibran Rakabuming Raka,” sambungnya.

 

Namun apakah pemakzulan memungkinkan secara politik? Menurutnya itu tergantung pada partai politik.

 

“Apakah secara politik terbuka pemakzulan Gibran? Tentu akan tergantung bagaimana dinamika, bagaimana hitung-hitungan. Bagaimana ketua umum parpol melihat untung rugi kepentingan politiknya,” terangnya.

 

Meski begitu, ia mengungkapkan mestinya pemakzulan itu bukan hanya karena untung rugi partai politik. 

 

“Tapi seharusnya, nasib bangsa tidak hanya ditentukan oleh kepentingan politik. Tetapi lebih jauh adalah bagaimana kita menegakkan konstitusi dalam negara hukum,” tandasnya.

 

“Bukan soal Gibran, bukan soal Jokowi. Ini tentang bagaimana kita menaati hukum dasar kita, konstitusi kita bernegara kita,” tambah Denny.

 

Sebelumnya diberitakan, isu pemakzulan Gibran yang sempat heboh beberapa waktu terakhir diprediksi bakal melemah. Hal itu ditengarai tidak lepas dari masih kuatnya "Geng Solo" di Pemerintahan Prabowo Subianto.

 

Hal tersebut disampaikan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Melalui unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025)

 

"Perubahan arah atas: 1) Usulan pemakzulan Gibran dan 2) pengungkapan kasus ijazah palsu, menjadi melemah bahkan akan dihambat, infonya karena ada 'perintah singkat' dari Solo: 'hambalang harus pegang komitmen'.," tulis Said Didu melalui cuitannya.

 

Dia juga menilai, jika info tersebut benar, bukan matahari kembar lagi tetapi saat ini masih era Jokowi periode ketiga.

 

"Kalau info ini benar maka ini bukan lagi matahari kembar - tapi ini adalah Jokowi 3 Priode," tutup Said Didu dalam unggahan yang telah dilihat lebih dari puluhan ribu pengguna aplikasi milik Elon Musk itu.

 

Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, (Menko Polhukam) Mahfud MD itu sebelumnya mengungkapkan argumen menarik terkait isu pemakzulan Gibran.

 

Mahfud mengatakan proses pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka sepertinya akan sulit diwujudkan.

 

Alasannya, karena mengingat kekuatan yang dimiliki Presiden Prabowo Subianto lebih kuat dibandingkan para purnawirawan yang mengusulkan pemakzulan tersebut.

 

"Kalau saya melihatnya ya, sekali lagi saya katakan, kalau sudut hukum moral itu bagus itu surat itu. Tapi dari sudut politik, lebih mungkin bagi saya minta maaf kepada yang sangat bersemangat, menurut saya agaknya tidak jadi itu pemakzulan," kata Mahfud, dikutip Jumat, (11/7/2025).

 

"Karena apa? Komposisi kekuatan. Pak Prabowo punya kekuatannya jauh lebih besar daripada yang minta pemakzulan ini (purnawirawan)," imbuhnya.

 

Kalaupun surat pemakzulan Gibran itu ditindaklanjuti, menurut Mahfud, prosesnya akan lama. Selain itu, kata Mahfud ada ancaman terselubung di isu pemakzulan ini. (fajar)

 

Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa/RMOL 

 

JAKARTA — Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah melakukan peninjauan kasus terkait laporan mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, atau Jokowi, terkait dugaan ijazah palsu. Kasus ini kini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

 

Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau yang lebih dikenal dengan nama Dokter Tifa menanggapi penanganan kasus tersebut yang sudah masuk tahap penyidikan sehingga berpeluang menetapkan tersangka.

 

"Adanya tersangka dalam kasus ijazah palsu ini, bukan karena ijazah palsu terbukti asli, tetapi justru karena ijazah palsu itu terbukti palsu," kata Dokter Tifa melalui akun X pribadinya, dikutip Sabtu 12 Juli 2025.

 

"Masalahnya hanya si pemalsu ijazah punya duit banyak. Itu saja," sambungnya.

 

 

Dokter Tifa juga mempertanyakan asal muasal sumber uang tersebut.

 

"Ingat saja duit banyak itu asalnya dari mana.  Dan Allah nanti yang akan membalas, dengan balasan yang telak  setelak-telaknya," demikian Dokter Tifa.

 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya telah melakukan gelar perkara terhadap enam laporan terkait ijazah palsu, yang salah satunya dilaporkan langsung oleh Jokowi.

 

Gelar perkara itu dilakukan oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Kamis 10 Juli 2025 pukul 18.45 WIB.

 

"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi malam, maka terhadap laporan polisi yang pertama pelapornya adalah saudara Insinyur HJW dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan, dalam gelar perkara disimpulkan ditemukan hasil penyelidikan sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana, sehingga perkaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Ade di Polda Metro Jaya, Jumat 11 Juli 2025.

 

Ia menjelaskan, laporan itu adalah terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap pelapor. Adapun pasal yang disangkakan adalah Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang tentang ITE.

 

"Itu ada satu LP terkait peristiwa ini. Pelapornya Ir HJW," kata Ade.

 

Sementara itu, terkait lima laporan lainnya, tiga laporan di antaranya dinaikkan ke tahap penyidikan. Sementara dua laporan lainnya akan segera diberi kepastian hukum, mengingat pelapornya mencabut laporan dan tidak hadir dalam undangan klarifikasi.

 

"Jadi ada dua peristiwa besar yang pertama pencemaran nama baik itu ada pelapornya naik ke penyidikan. Kelompok kedua penghasutan dan UU ITE, tiga laporan naik penyidikan, dua laporan akan segera diberi kepastian hukum," kata Ade.

 

Meski begitu, polisi masih belum menentukan tersangka dalam kasus itu. Dalam tahap penyidikan, polisi akan mengungkap pihak yang akan dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.

 

"Jadi baru kemarin dilakukan gelar, ditetapkan bahwa ini naik ke tahap penyidikan," kata Ade. (rmol)

 

Kamar kosnya ADP, Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 202/Ist 

 

JAKARTA — Arya Daru Pangayunan (ADP), diplomat muda yang bertugas di Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia, ditemukan tewas di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025. Jasadnya tergeletak kaku, wajahnya dilakban, dan kamar terkunci rapat.

 

Dalam kasus yang disebut “bunuh diri” ini, publik dihadapkan dengan rekaman CCTV yang secara visual tidak konsisten antara malam kejadian dan pagi hari saat jasad ditemukan.

 

Hal tersebut disampaikan Advokat WSA LawFirm, Aura Akhman, S.H., M.H. Dia menyoroti rekaman CCTV yang memperlihatkan situasi jelang kematian Diplomat Arya Daru Pangayunan (ADP).

 

Melalui akun pribadinya di Threads, alumni Fakultas Hukum UGM ini menuliskan analisisnya terkait anomali sudut kamera dalam kematian Arya.

 

Ringkasan data visual pada gambar pertama yang diunggahnya tertera tanggal 7 Juli 2025, 23.24 WIB.

– Menampilkan ADP keluar kamar membawa kantong plastik

– Kamera tidak memperlihatkan pintu kamar korban

– Sudut hanya menunjukkan lorong dan sebagian jendela

Kemudian pada Gambar kedua (Pagi, 8 Juli 2025, ±07.37 WIB)

– Petugas membuka jendela dan masuk ke dalam kamar

– Kamera jelas menyorot pintu korban dan jendela -2-

 

Aura Akhman lantas membeberkan sejumlah pertanyaan investigatif: 

Apakah kamera pada malam&pagi hari adalah kamera yg sama?

Jika ya, kenapa sudutnya berubah?

Jika berbeda, kenapa hanya satu sudut yg dipublikasikan ke publik?

Mengapa pada waktu paling krusial (malam kematian), justru pintu ga terlihat?

Apakah pintu dg sengaja dikeluarkan dari sudut pandang kamera?

Apakah ada perubahan posisi kamera yg disengaja setelah kejadian?

Siapa yg mengakses sistem CCTV?

Apakah ada log teknis pengubahan sudut atau file rekaman?-3-


Ada pun analisis kerawanan forensik yang didapatinya yakni sudut kamera tidak menangkap pintu pada malam hari atau blind spot yang dapat dimanfaatkan pelaku. Namun, sudut kembali normal saat jenazah ditemukan.

 

"Dugaan adanya staging visual. Ga ada log akses publik atas sistem CCTV Peluang manipulasi digital tanpa akuntabilitas. Tidak adanya rilis full footage, Transparansi terhambat dan membuka ruang spekulasi. Dalam penyidikan modern, kehilangan visual pada waktu krusial sama dengan kehilangan integritas investigasi," urainya.

 

Dalam kematian yang terlalu sunyi, lanjut Aura Akham, ketidakjelasan visual bukan hanya kebetulan. Bisa jadi itu adalah bagian dari kejahatan itu sendiri.

 

"Sebagai Advokat dan Alumni UGM, saya menyerukan transparansi penuh, audit forensik digital independen. Penolakan atas kesimpulan prematur 'bunuh diri' tanpa pengujian tuntas atas bukti visual," demikian penjelasan Aura Akham. 

 

Sebelumnya diberitakan, Meta Ayu Puspitantri sudah punya firasat soal suaminya, Arya Daru Pangayunan (39). Semalaman, tak ada kabar dari diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) itu.

 

Ketika firasat buruk mulai menggelayuti perasaan Meta Ayu Puspitantri, dirinya berinisiatif meminta penjaga indekos untuk mengecek kondisi kamar suaminya, Arya Daru Pangayunan.

 

Tak disangka, penjaga indekos menemukan sang diplomat Kemlu RI itu sudah meninggal dunia dalam kondisi kepala dililit lakban di kamar indekosnya di Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.

 

Sejatinya, Arya Daru Pangayunan akan berangkat ke Finlandia untuk memenuhi tugas negara, akhir Juli ini. Namun, takdir berkata lain, Arya Daru pergi untuk selama-lamanya meninggalkan istri dan dua anaknya.

 

Diketahui, dari pernikahan Arya dan Meta Ayu Puspitantri dikaruniai dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki. Meta Ayu Puspitantri merupakan anak Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Basu Swasta Dharmmesta.

 

Sama seperti Arya Daru Pangayunan, Meta Ayu Puspitantri juga cukup aktif di media sosial.

 

Di akun Instagram pribadinya, @puspitantri, Meta Ayu Puspitantri menyebut dirinya sebagai amateur art enthusiast atau penikmat seni amatir, yang menunjukkan ketertarikannya di bidang seni. (fajar)



 

JAKARTA — Kolonel Inf. (Purn.) Sri Radjasa Chandra, mantan perwira intelijen negara, angkat bicara soal dugaan pemalsuan ijazah mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Ia menuturkan kasus Pasar Pramuka di Jakarta Timur, tempat ijazah Jokowi diduga dibuat.

 

Dugaan keterkaitan ijazah Jokowi dengan Pasar Pramuka awalnya diungkap Beathor Suryadi, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Sri Radjasa mengklaim Pasar Pramuka memang menjadi lokasi pembuatan banyak dokumen palsu, termasuk ijazah.

 

“Ahlinya (pembuatan ijazah palsu) ada di belakang kios-kios itu,” kata Sri Radjasa dalam video yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan pada hari Kamis, (10/7/2025).

 

Menurut Sri Radjasa, pada tahun 1990-an tarif pembuatan ijazah palsu universitas swasta yang tidak terkenal sudah mencapai Rp8 juta. Tarif pembuatan ijazah negeri akan berbeda lagi. Lalu, dia menduga ijazah Jokowi memang palsu.

 

“Jadi ketika Pak Beathor mengatakan bahwa ada kaitan Pasar Pramuka, dan kemudian saya teliti beberapa hal tentang kepalsuan ijazah itu (ijazah Jokowi), saya sekarang sudah yakin bahwa itu palsu,” ujarnya.

 

Mantan intel itu mengaku juga pernah berdiskusi dengan pakar forensik digital Rismon Sianipar yang berulang kali menuding ijazah Jokowi palsu. Kata dia, ada keterlibatan kekuasaan untuk menutupi dugaan ijazah palsu.

 

“Bahkan rekam jejak ijazah ini hilang, seperti misalnya skripsi, terus kemudian lembar penilaian. Artinya semakin memperkuat bahwa ini palsu.”

 

Dia juga meyakini mantan Wamendes PDTT Paiman Raharjo berada di balik pembuatan ijazah palsu Jokowi.

 

“Saya dapat informasi dari teman-teman Pasar Pramuka bahwa di situ ada Paiman, relawan Sedulur Jokowi, yang kemudian mendapat jabatan wamen,” ujarnya.

 

“Begitu saya angkat masalah ini, begitu kelabakannya Paiman.”

 

Lalu, dia menyindir Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah aslinya sehingga kasusnya berlarut-larut. Padahal, menurut Sri Radjasa, kasus ijazah itu bisa cepat selesai jika Jokowi bersedia menunjukkan ijazahnya.

 

Mengenai kapan pembuatan ijazah Jokowi yang diduga palsu itu, Sri Radjasa menduga ijazah itu dibuat pada tahun 2012 atau 2014.

 

Kronologi pembuatan ijazah menurut Beathor

 

Beberapa waktu lalu Beathor Suryadi menjelaskan kronologi dugaan pembuatan ijazah palsu Jokowi di Pasar Pramuka.

 

Awalnya Beathor mengaku mendapat informasi dari Eko Sulistyo, mantan KPUD Solo dan mantan anggota Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Menurut Beathor, Eko dan seorang yang bernama Widodo adalah mantan tim Solo.

 

“Dalam penjelasannya Mas Eko, pada 2005 Jokowi memakai dua [gelar], doktorandus dan insinyur . Yang problem bagi kita, yang doktorandus dari kampus mana, yang insinyur dari kampus mana,” kata Beathor dalam acara Rakyat Bersuara di iNews, Selasa malam, (1/7/2025).

 

Beathor mengklaim sejak tahun 1985 hingga 2005 Jokowi tidak pernah datang ke kampus UGM, bertemu dengan kawan-kawannya, dan lainnya.

 

“Waktu dia menjadi wali kota 10 tahun, dia enggak pernah bikin reuni di Solo mengundang teman-temannya. Padahal, anak-anak Solo yang alumninya UGM cukup banyak.”

 

“Kita mendapat penjelasan juga dari F.X. Rudy, Ketua DPC [PDIP Solo], bahwa pada waktu 2005 itu proses administrasi ke KPU bukan dilakukan oleh kader partai, tapi oleh tim. Karena itu terus ketemu Mas Eko. Mas Eko terus memberi penjelasan bahwa seharusnya setelah menang itu, Pak Jokowi melakukan public expose supaya jelas siapa dia.”

 

"Setelah tim Solo masuk Jakarta (2012), kawan-kawan di Jakarta membantu melengkapi dokumen yang kurang. Mereka menyatakan bahwa Jokowi kurang dokumen,” kata Beathor.

 

Salah satu yang menyatakannya adalah Denny Iskandar, seorang kader PDIP. Kemudian, Beathor mengatakan semua dokumen itu dilengkapi.

 

Kemudian, Beathor menyebut Widodo, salah satu orang kepercayaan Jokowi yang menjadi perantara Denny dan Jokowi.

 

“Jadi yang mempertemukan Denny ke Pak Jokowi ya Pak Wid, dong,” katanya.

 

Dia mengklaim ada pertemuan kelompok Jakarta dan kelompok Solo. Lalu, ada pertemuan lagi di Cikini untuk membahas kekurangan dokumen Jokowi. Dokumen itu lalu dilengkapi agar bisa disetorkan kepada KPUD.

 

Beathor mengklaim Denny adalah orang yang mengatur draf-draf dokumen karena dia adalah anggota partai yang berkawan banyak dengan anggota KPUD.

 

Ketika ditanya oleh Beathor apakah ikut ke Pasar Pramuka untuk membuat dokumen (termasuk ijazah), Denny mengaku tidak ikut karena hanya Widodo yang ke sana. (tribunnews)

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi 

 

JAKARTA — Kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan Presiden Jokowi telah memasuki babak baru. Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah resmi meningkatkan kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut ke tahap penyidikan.

 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa penyidik ​​telah menggelar gelar perkara pada Kamis (10 Juli 2025) pukul 18.45 WIB.

 

Gelar perkara kasus ini membahas enam laporan polisi (LP) yang terkait dengan kasus tersebut.

 

“Ada satu LP terkait dugaan pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311 KUHP dan UU ITE. Laporan itu dibuat oleh saudara IR HJW,” ujar Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

 

Selain itu, ada lima laporan lain yang ditarik dari sejumlah Polres, yakni Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

 

Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana.

 

“Lima LP itu, satu di antaranya di Polda Metro Jaya, sedangkan empat lainnya merupakan pelimpahan dari Polres,” jelasnya.

 

Ade Ary juga menyampaikan, dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT.

 

“Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.

 

Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut.

 

“Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Kombes Ade Ary memastikan bahwa proses penyidikan akan berjalan profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.