Articles by "nasional"

Tampilkan postingan dengan label nasional. Tampilkan semua postingan

Rapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) 

 

JAKARTA — Perekonomian global tengah melambat akibat perang dagang dan konflik geopolitik Iran-Israel. Kondisi ini berpotensi menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. Anggaran negara pun terus tertekan. Bahkan, defisit anggaran negara 2025 diproyeksikan mencapai Rp662 triliun atau setara 2,78 persen dari PDB.

 

Di sisi lain, rakyat keci dipaksa membayar pajak atas setiap barang yang mereka beli. Sementara orang-orang super kaya, konglomerat, dan taipan pertambangan dapat memilih untuk tidak membayar pajak. Mereka menyimpan kekayaan mereka di luar negeri.

 

Sejalan dengan terhambatnya aktivitas jalur perdagangan, industri, fiskal, moneter, investasi, dan hingga ketenagakerjaan.

 

"Data pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang paling relevan sebetulnya untuk menunjukkan investasi kita mengalami perlambatan. Selain data pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia yang juga terus turun di kuartal II ini," kata Direktur Keadilan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar kepada Jawa Pos (Grup FAJAR), Jumat (4/7).

 

Program hilirisasi juga belum menunjukkan nilai tambah dalam jangka pendek. Sehingga defisit perdagangan juga akhirnya makin melebar. Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam yang juga tertekan.

 

Media menyayangkan, Indonesia yang katanya berpendapatan menengah ke atas, justru penduduknya miskin. Bahkan data World Bank menunjukkan 194,7 juta penduduk Indonesia itu miskin dan rentan.

 

"Itu karena struktur ekonomi kita hari ini mempercepat terjadinya ketimpangan," ujarnya.

 

Sebab, rakyat kecil disuruh patuh bayar pajak dari setiap barang yang dibeli. Sementara orang super kaya, para konglomerat, dan taipan pemilik tambang bisa memilih untuk tidak membayar pajak. Mereka menyimpan kekayaan mereka di luar negeri.

 

"Mereka punya konsultan pajak dan seribu cara untuk mengakali pajak penghasilan mereka. Sistem ekonomi kita sangat tidak adil," ungkap lulusan doctoral University of Manchester itu.

 

Apalagi, potongan pajak terus diberikan ke korporasi besar. Pengampunan pajak bahkan lebih kepada karpet merah buat elit yang selama ini tidak patuh.

 

"Akhirnya, mayoritas penerimaan pajak itu datang dari masyarakat biasa dan UMKM (usaha mikro, kecil, menengah)," beber Media.

 

Pertumbuhan ekonomi nasional hanya 4,87 persen, melambat dari triwulan sebelumnya. Persoalan ekonomi nasional bertumpu pada penurunan daya beli. Yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terbatas. 

 

Sementara itu, konsumsi pemerintah juga serupa. Di sisi lain, pertumbuhan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) hanya tumbuh di bawah 3 persen.

 

Pertumbuhan komponen ekonomi domestik yang terbatas dan goncangan ekonomi global dinilai dapat menurunkan pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional.

 

"Tahun 2025, ekonomi nasional ditargetkan tumbuh 5,2 persen. Indef (Institute for Development of Economics and Finance) memoderasi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,5 persen pada akhir 2025," ungkap Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti.

 

Gejolak global, lanjut dia, mulai menekan fundamental APBN. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan harga komoditas, depresiasi rupiah, dan lonjakan yield surat berharga negara (SBN) menyebabkan tekanan simultan terhadap sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

 

Tax buoyancy yang negatif di awal 2025 menjadi sinyal bahwa kinerja penerimaan pajak tidak lagi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan tekanan struktural yang mendalam.

 

Depresiasi rupiah menyebabkan pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah maupun swasta meningkat. Bagi fiskal, kondisi tersebut menyebabkan tekanan. Karena pendapatan negara yang tumbuh rendah.

 

"Sementara itu, cicilan pokok dan bunga utang swasta menambah beban karena performa korporasi yang lambat, sejalan dengan pelemahan daya beli," terang Esther.

 

Gejolak global juga menyebabkan yield SBN naik. Yang tentu akan membebani fiskal. "Sebagaimana dipahami APBN semakin terserap ke belanja cicilan bunga utang," tandasnya. (*) 


Eks relawan Ganjar Pranowo, Palti Hutabarat -- X 

 

JAKARTA — Mantan relawan Ganjar Pranowo, Palti Hutabarat meyakini Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengetahui seluk beluk kasus judi online (Judol).

 

Apalagi akhir-akhir ini tengah ramai diperbincangkan terkait keterangan dua terdakwa yang merupakan mantan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sebelumnya dipimpin Budi Arie.

 

"Budi Arie Tahu dan Juga Berikan Perintah Pengamanan Judol," ujar Palti di X @PaltiWest (3/7/2025).

 

Menganggap pernyataan dua bekas bawahannya di persidangan sangat kuat, Budi Arie disebut mestinya terbuka mengakui bahwa ia juga mendapat keuntungan dari Judol.

 

"Budi Arie mau ngeles apalagi kalau terlibat dan menikmati uang judol?," tandasnya.

 

Sebelumnya, persidangan kasus dugaan pelanggaran terkait situs perjudian online (Judol) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kembali digelar kemarin. 

 

Dalam sidang tersebut, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa Riko Rasota Rahmada, eks pegawai Kemenkominfo, soal restu dari atasan terkait tindakan yang dilakukannya.

 

“Anda ada restu dari pimpinan atau gimana?” tanya hakim.

 

Riko kemudian mengaku, dirinya mendapatkan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya telah diketahui oleh pimpinan.

 

Ia menyebut bahwa dirinya diberi penjelasan oleh rekannya, Adi, bahwa pimpinan tertinggi di kementerian, yakni Menteri Kominfo, sudah mengetahui.

 

“Saya semacam itu, karena saya diyakinkan bahwa pimpinan tahu. Itu dijelaskan, ‘tenang aja Pak, pimpinan udah tahu yang paling atas, Pak Menteri.’ Itu Adi yang mengatakan itu kepada saya,” ujar Riko di hadapan majelis hakim.

 

Tak hanya itu, terdakwa lain, Syamsul Arifin, turut mengungkap peran langsung Menteri Kominfo dalam kasus ini.

 

Syamsul menyebut bahwa ada arahan khusus dari Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi terkait penanganan situs Judol.

 

“Dengan Pak Dirjen ada grup WhatsApp juga, kemudian ada arahan khusus juga dari Pak Menteri,” ungkap Syamsul.

 

Kata Syamsul, arahan khusus tersebut memungkinkan atensi atau laporan terkait situs Judol yang masuk langsung kepada Menteri untuk diteruskan secara langsung kepada ketua tim, tanpa harus melalui Dirjen atau Direktur.

 

“Arahan khusus di mana atensi-atensi website Judol yang langsung masuk ke beliau itu bisa langsung bypass ke ketua tim tanpa melalui Dirjen dan Direktur,” kuncinya. (fajar)

 

Universitas Gadjah Mada (UGM)/Net 

 

JAKARTA — Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dari berbagai angkatan dan fakultas akhirnya turun tangan menanggapi polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

 

Gabungan alumni UGM menamakan dirinya Relawan Alumni Universitas Gadjah Mada (Relagama Bergerak). Mereka meminta UGM dan Jokowi terbuka soal rekam jejak pendidikan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM.

 

"Meminta rektor UGM beserta staf rektor terkait, dekan Fakultas Kehutanan beserta staf dekan memberikan keterangan resmi kepada publik secara jujur dan transparan tentang riwayat pendidikan Joko Widodo di UGM hingga status ijazahnya," kata Koordinator Relagama Bergerak, Bangun Sutoto dikutip RMOL Jumat, 4 Juli 2025.

 

Relagama Bergerak juga meminta Jokowi segera menunjukkan ijazah S1 dari UGM secara sukarela kepada publik.

 

"Permintaan kami akan menjadi catatan sejarah yang sangat penting di kemudian hari. Oleh karena itu, sudah selayaknya dilaksanakan di kampus UGM sebagai rumah besar untuk civitas akademika UGM dan para alumninya," lanjut Bangun.

 

Jika tuntutan tersebut tidak ditindaklanjuti, Relagama Bergerak mengancam akan melayangkan mosi tidak percaya kepada UGM dan Jokowi.

 

"Dalam mosi tidak percaya, semua pihak yang terlibat, baik rektor dan staf rektor UGM, Dekan Fakultas Kehutanan beserta staf yang terlibat dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi mengundurkan diri," tegas Bangun.

 

Konsekuensi lain dari mosi tidak percaya tersebut, alumni juga menyimpulkan Jokowi bukanlah alumni Universitas Gadjah Mada. **

 


 

JAKARTA — Bambang Beathor Suryadi resmi diberhentikan dari jabatan Tenaga Ahli Utama pada Badan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (BP Taskin) Republik Indonesia.

 

Pemberhentian tersebut diumumkan melalui surat resmi bernomor B.116/KS.02/SES/6/2025 yang ditandatangani langsung oleh Kepala Sekretariat Taskin BP, Eni Rukawiani.

 

Surat tersebut menyatakan bahwa masa jabatan Beathor telah berakhir pada 30 Juni 2025 dan tidak diperpanjang. Selain pemutusan kontraknya, evaluasi internal juga menyimpulkan bahwa Beathor telah melanggar kode etik dan tidak mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

 

“Berdasarkan hasil evaluasi atas adanya pelanggaran kode etik dan pencapaian kinerja yang tidak sesuai, selanjutnya terhitung mulai tanggal 1 Juli 2025 kontrak kerja saudara tidak dilanjutkan," bunyi kutipan dari surat tersebut, Jumat (4/7/2025).

 

Keputusan ini muncul hanya berselang beberapa waktu setelah Beathor secara terbuka mengeluarkan pernyataan soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo.

 

Dalam salah satu program di stasiun tv, Beathor menuding bahwa ijazah Presiden ke-7 RI dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada hanya hasil cetakan ulang yang diduga dibuat di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.

 

Pernyataan ini tentu memancing sorotan publik, apalagi Beathor dikenal aktif melontarkan kritik terhadap elite pemerintahan, termasuk Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

 

Sebelumnya, Beathor juga sempat meminta Presiden Jokowi untuk meminta maaf dan menarik mundur Gibran dari posisi wapres, serta menyebut beberapa pejabat seperti Bahlil Lahadalia sebagai contoh pemimpin yang menurutnya tidak jujur secara akademik. (fajar)


Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno/Ist 


JAKARTA — Meninggalnya dr. Marwan Al-Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang tewas bersama istri dan anak-anaknya dalam serangan udara militer Israel merupakan duka mendalam bagi kemanusiaan.

 

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengatakan, dr. Marwan merupakan sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

 

"Di tengah gempuran konflik dan penderitaan, beliau memilih untuk tetap berada di garis depan, merawat para korban di Rumah Sakit Indonesia yang menjadi salah satu benteng terakhir layanan kesehatan di Gaza," ujar Eddy kepada wartawan, Kamis 3 Juli 2025.

 

Wakil Ketua Umum PAN Bidang Luar Negeri itu mengecam keras serangan terhadap fasilitas medis dan tenaga kesehatan yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional.

 

Menurutnya, serangan terhadap Rumah Sakit Indonesia di Gaza tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun dan merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

 

"Gugurnya dr. Marwan bukan hanya kehilangan bagi rakyat Palestina, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Dunia internasional harus bersatu mengambil langkah nyata menghentikan agresi dan memastikan akuntabilitas terhadap pelanggaran yang terjadi," tegasnya.

 

Lebih lanjut, Eddy menegaskan bahwa Indonesia akan terus menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Ia menegaskan komitmen sebagai amanat konstitusi itu tidak akan berubah dan akan terus disuarakan.

 

"Pembelaan terhadap Palestina bukan hanya sikap politik luar negeri, melainkan amanat konstitusi kita secara jelas dan tegas. Selama masih ada penjajahan di atas dunia, maka perjuangan bangsa Indonesia belum selesai," tandasnya. (rmol)

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti 

 

JAKARTA — Forum Purnawirawan TNI mengirimkan surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 tanggal 26 Mei 2025 perihal Usulan Pemberhentian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR dan DPR.

 

"Dengan ini kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian petikan surat Selasa (3/6).

 

Kemudian, surat permintaan pemakzulan Gibran itu diklaim belum sampai ke meja pimpinan DPR RI.

 

Hal itu diakui Ketua DPR RI, Puan Maharani. Dia menyatakan Pimpinan DPR belum menerima secara resmi surat pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

 

Ia mengklaim, hingga kini surat tersebut masih berada di Sekretariat Jenderal DPR RI dan belum sampai ke meja pimpinan.

 

"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa (minggu lalu) dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7).

 

Terkait hal ini, Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti angkat suara terkait isu pemakzulan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka yang kembali memanas.

 

Bivitri Susanti bicara terkait pemakzulan Gibran ini dalam podcast bersama dengan Abraham Samad di Channel Youtube pribadinya.

 

Dalam kesempatan itu, ia menyebut tuntutan pemakzulan yang dilayangkan oleh Purnawirawan TNi itu jelas.

 

Dimana referensi dari tuntutan dari pemakzulan ini sesuai dengan pasal 7A pasal 7B konstitusi.

 

“Kalau suratnya Purnawirawan itu jelas referensinya pasal 7A pasal 7B konstitusi soal pemakzulan. Sehingga mereka harus bahas,” kata Bivitri.

 

Lebih jauh, Bivitri menyebut persoalan pemakzulan ini perlu dibahas dengan problematik yang sebelumnya berkaitan dengan Wapres Gibran.

 

“Misalnya kapasitasnya Gibran itu sendiri, misalnya di karbit tuh soal umur,” ungkapnya.

 

Belum lagi soal fufufafa,” jelasnya. (fajar)

 

Program khitanan massal dalam Hari Bhayangkara ke-79 di Polda Jateng. FOTO: Humas Polda Jateng 

 

SEMARANG — Sebanyak 52 peserta ikuti acara khitanan massal pada puncak Hari Bhayangkara ke-79 di Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng), Kota Semarang, Selasa (1/7).

 

Dalam acara ini, peserta yang hadir berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak berusia 5 tahun hingga orang dewasa.

 

"Kegiatan ini dilaksanakan oleh enam dokter dan enam perawat yang khusus disiapkan untuk menangani prosedur sunatan secara aman dan higienis," kata Waka Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dr. Niken Diah.

 

Selain itu, hadir pula pemeriksaan kesehatan gratis mulai pengecekan tekanan darah, konsultasi dengan dokter umum, pemeriksaan laboratorium sederhana meliputi gula darah, kolesterol dan asam urat, lalu pemeriksaan gigi serta pemberian obat-obatan dan vitamin.

 

"Kegiatan tersebut melibatkan empat dokter dan 20 tenaga medis dari RS Bhayangkara yang sigap melayani warga dengan ramah dan profesional," kata dr. Niken.

 

Kegiatan yang juga diisi bakti sosial berupa pemberian ratusan paket sembako bagi masyarakat umum ini digelar di depan gerbang Mapolda Jateng dan juga di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang.

 

Dia menyatakan bahwa layanan ini merupakan bagian dari kontribusi nyata dalam memperingati Hari Bhayangkara yang bertajuk "Polri untuk Masyarakat" itu.

 

"Kami ingin masyarakat merasakan langsung manfaat dari pelayanan kesehatan yang cepat, humanis, dan gratis. Semoga ini dapat membantu meringankan kebutuhan warga dan menjadi bagian dari pengabdian kami untuk negeri," ujarnya.

 

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto menegaskan bakti sosial dan kesehatan ini merupakan implementasi konkret Polri untuk Masyarakat.

 

"Kami berharap masyarakat terus mendukung dan memberi masukan, agar Polri semakin baik dalam menjalankan tugas pengayoman dan pelayanan," tutur Kombes Artanto. (jpnn)


Pakar telematika Roy Suryo ditemui pers usai memenuhi undangan klarifikasi Polda Metro Jaya, di Jakarta, Kamis (15/5/2025)


JAKARTA — Alumni UGM, Saefulhadi secara terbuka mengatakan telah terjadi dekonstruksi logika, pemikiran, dan tindakan Pakar Telematika, Roy Suryo.

 

Hal itu diungkap Syaiful setelah Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia turut mencoba menafsirkan pernyataan Roy Suryo yang menyebut dirinya diteror makhluk astral sebagaimana disampaikan Dokter Tifauzia Tyassuma.

 

"(Pernyataan) Heru Subagia menyoroti kemerosotan wacana publik dalam polemik ijazah Jokowi, yang telah beralih dari upaya rasional menuju pertunjukan absurditas," ujar Syaiful dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

 

Dikatakan Syaiful, apa yang dibeberkan Heru memperlihatkan paradoks besar dalam upaya yang semestinya berbasis data dan hukum, tapi kini justru dibumbui oleh narasi supranatural.

 

"Harus diakui bahwa substansi awal dari isu ini berangkat dari pertanyaan yang wajar dalam demokrasi, keterbukaan informasi publik tentang rekam jejak pejabat negara," tukasnya.

 

Hanya saja, kata Syaiful, ketika aktor-aktor yang terlibat justru menjual kisah metafisik dan mistik sebagai bagian dari argumen, maka kredibilitas mereka sebagai akademisi atau profesional ikut tergerus.

 

"Klaim seperti ini bukan hanya melemahkan argumen, tetapi juga mencederai semangat pencarian kebenaran yang objektif," sebutnya.

 

Lebih lanjut, Syaiful menuturkan bahwa kritik Heru terhadap hebohnya isu ini sebagai ketoprak humor agar layak diperhatikan.

 

"Media sosial dan ruang publik kita kini memang cenderung mengubah isu penting menjadi konsumsi ringan yang mudah dijadikan meme atau konten lucu," cetusnya.

 

Tambahnya, ketika kebenaran akademik berganti menjadi drama berkepanjangan, maka masyarakat semakin jauh dari pemahaman utuh, dan malah tenggelam dalam sensasi.

 

"Namun demikian, ada pula sisi lain dari pernyataan Ketua Kagama Cirebon Raya yang menyebut klaim Roy Suryo sebagai halusinasi yang harus dinikmati masyarakat," terangnya.

 

Pernyataan Heru, kata Syaiful, meski mungkin dimaksudkan sebagai satir, dapat menjadi bumerang. Alih-alih meluruskan informasi, ia justru menambah lapisan komedi dalam diskursus yang seharusnya serius.

 

"Apakah ini berarti elite intelektual kini ikut merelakan diri menjadi bagian dari industri hiburan opini publik?," Syaiful menuturkan.

 

Dijelaskan Syaiful, secara keseluruhan, apa yang diungkapkan Heru patut diapresiasi karena menyentil titik krusial, hilangnya integritas dalam menyampaikan kebenaran.

 

"Polemik ijazah Jokowi, jika memang memiliki bobot hukum dan akademik, harus diproses melalui jalur legal dan ilmiah, bukan lewat opini mistik, drama emosional, atau perang sindiran," imbuhnya.

 

Ia membeberkan bahwa masyarakat Indonesia tidak kekurangan energi untuk berpikir rasional, hanya saja panggung diskursusnya kini terlalu penuh dengan aktor-aktor yang lebih gemar tampil daripada membimbing. 

 

"Semoga semua pihak yang terlibat baik yang pro maupun kontra segera kembali ke ranah argumentasi rasional dan konstitusional," tandasnya.

 

"Sebab di tengah gelapnya realitas sosial kita, masyarakat memang tidak membutuhkan pertunjukan astral, tetapi cahaya kebenaran yang logis, sah, dan dapat dipertanggungjawabkan," kuncinya.

 

Sebelumnya, Heru Subagia angkat bicara menanggapi klaim Roy Suryo yang menyebut dirinya mendapat serangan astral usai menyuarakan isu ijazah tersebut.

 

Dikatakan Heru, pernyataan Roy Suryo terlalu berlebihan dan tidak mencerminkan sikap akademik yang rasional.

 

"Menurut saya terlalu lebay bikin kesaksian hingga harus mengungkit dan membangkitkan dunia astral. Itu halusinasi Mas Roy Suryo dengan bumbu-bumbu mistis supaya ceritanya dinikmati masyarakat," ujar Heru kepada fajar.co.id, Senin (30/6/2025).

 

Ia juga menyinggung kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik pada narasi mistis ketimbang fakta dan argumentasi yang berbasis data.

 

"Jangan sampai unsur astral dalam polemik ijazah Jokowi ini sengaja ditaruh agar semakin mendapatkan atensi publik. Masyarakat kita memang lebih suka tayangan astral daripada realita," ucapnya.

 

Seperti diketahui, serangan nonfisik terhadap Roy Suryo, sebelumnya disampaikan oleh Dokter Tifauzia Tyassuma melalui media sosial.

 

Menurut Tifauzia, Roy sempat mengalami gangguan yang ia sebut sebagai serangan tak kasat mata, pasca intens mengkritisi keabsahan ijazah Presiden.

 

Namun, Heru menyarankan agar Roy tetap berpijak pada bukti akademis dan pendekatan rasional sesuai latar belakangnya sebagai ahli telematika.

 

"Sangat kontras ajakan Mas Roy dengan profesinya sebagai ahli telematika, tapi justru komentar-komentarnya bersifat astral dan imajinatif. Saya pikir, ini lebih ke simbolik dan bentuk humor jenaka khas Mas Roy," imbuhnya.

 

Ia menegaskan, klaim seperti itu rawan menyesatkan dan hanya menjadi bola liar di tengah masyarakat yang seharusnya mendapat pencerahan berbasis bukti.

 

"Jujur, saya tetap meyakini mas Roy masih ada dalam koridor akal sehat, rasional, realistis, terukur untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam mendapatkan transparansi dan independensi penyidikan berkaitan polemik ijazah pak Jokowi," terangnya.

 

Heru bilang, bisa jadi yang disebut serangan makhluk astral tersebut justru identifikasi pemahaman Roy Suryo terhadap orang yang tidak suka pada dirinya. 

 

"Memang sengaja menyerang argumen dan dalil-dalilnya dan tentu ini disebut serangan astral. Karena memang selama ini banyak pihak yang notabene infleksibel had, tidak terlihat yang terus menginginkan polemik dan transparansi ijazah Jokowi tidak berujung," tandasnya. (**)

 


Mahasiswa di Makassar menggelar aksi unjuk rasa. (Foto: Muhsin/Fajar) 
 

JAKARTA — Mantan relawan Ganjar Pranowo, Palti Hutabarat mengatakan, seruan mahasiswa agar Presiden Prabowo Subianto mencopot Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memang layak.

 

Palti mengatakan, melihat Listyo sudah empat tahun menjabat sebagai orang nomor satu di Mabes Polri, pergantian menjadi hal yang sudah menjadi keharusan.

 

"Pergantian Kapolri itu sebenarnya keniscayaan. Tidak mungkin Kapolri dijabat satu orang seumur hidup atau lebih dari 5 tahun," ujar Palti kepada fajar.co.id, Selasa (1/7/2025).

 

Menurut Palti, regenerasi kepemimpinan perlu untuk membuat Polri lebih relevan dengan zamannya.

 

"Tidak terjebak pada satu sosok kepemimpinan di Kapolri," sebutnya.

 

Mengenai Kapolri yang sering disebut bagian dari geng Solo, Palti justru memandang pada sisi yang lain.

 

"Pergantian Bukan terkait kasus atau geng-geng apapun, tapi memang Polri harus melalui yang namanya Regenerasi Kepemimpinan sebagai Kapolri," Palti menuturkan.

 

Terlebih, saat ini Polri dinilai tidak transparan dalam proses penanganan kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi.

 

"Apapun Alasannya, menurut saya regenerasi Kapolri sangat penting dilakukan," tegasnya.

 

Palti bilang, demi mengembalikan citra Polri, penyegaran serta terobosan baru bisa menjadi salah satu solusi nyata.

 

"Ini untuk penyegaran dan adanya terobosan-terobosan baru Polri untuk meningkatkan kinerja dan citranya di mata publik," kuncinya.

 

Sebelumnya diberitakan, di tengah eforia perayaan Hari Ulang Tahun Bhayangkara ke-79, sejumlah mahasiswa di kota Makassar justru melakukan aksi unjuk rasa.

 

Pantauan fajar.co.id, aksi unjuk rasa tersebut berlangsung di Jalan AP Pettarani, Kecamatan Rappocini, kota Makassar (depan gedung kantor DPRD kota Makassar), Selasa (1/7/2025).

 

Tidak tanggung-tanggung, materi unjuk rasa mahasiswa yang mengklaim dirinya dari Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) itu meminta agar Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dievaluasi.

 

Akibat aksi unjuk rasa tersebut, arus lalulintas Jalan AP Pettarani menuju Jalan Sultan Alauddin terpantau mengalami kemacetan meskipun dikawal personel Polsek Rappocini.

 

Selain memblokade jalan, sejumlah mahasiswa tersebut juga membentangkan spanduk panjang bertuliskan tuntutan mereka.

 

"79 Tahun Bhayangkara, Mendesak Presiden Prabowo Copot Kapolri," tertulis pada spanduk yang mereka bentangkan.

 

Bukan tanpa alasan, sosok Listyo diyakini para mahasiswa masih merupakan kaki tangan mantan Presiden Jokowi.

 

Suasana sempat berubah menjadi panas, ketika mahasiswa mencoba menghentikan sebuah mobil tronton untuk dijadikan panggung orasi.

 

Dengan sigap, aparat Kepolisian yang berjaga di lokasi langsung melakukan upaya pencegahan. Adu mulut pun tidak terhindarkan.

 

La Ode Ikram Pratama, Panglima GAM Makassar, mengatakan bahwa aksi yang mereka gelar tersebut merupakan bentuk kekecewaannya terhadap kinerja Kapolri.

 

"Kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih bersifat prematur, sehingga masih banyak kegagalan institusional dalam tubuh kepolisian," kata Ikram.

 

Bukan hanya itu, Ikram juga mengungkap bahwa selama kepemimpinan Listyo, kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin merosot.

 

Sebagai contoh, sejumlah kasus besar ia anggap menurunkan citra Polri, seperti kasus suap Joko Tjandra yang melibatkan petinggi Bareskrim Polri, Ferdy Sambo, hingga kasus narkotika yang melibatkan perwira tinggi Polri.

 

"Apa capaian yang telah dilakukan Kapolri pada saat menjabat?," cetusnya.

 

"Pada dasarnya masyarakat membutuhkan kepolisian yang berintegritas dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas demi membangun kepolisian profesional," kuncinya. ***

 

Nenek Nasikah kembali dirawat kedua anaknya setelah viral diserahkan ke Griya Lansia Malang. Foto: Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Lamongan 

 

SURABAYA Media sosial dihebohkan dengan sikap dua orang anak yang menitipkan ibu kandungnya bernama Nasikah, 74 tahun asal Surabaya, ke Panti Jompo Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang.

 

Mirisnya, dalam video yang beredar, kedua anak tersebut menandatangani surat pernyataan di panti jompo bahwa ibu kandung mereka diserahkan sepenuhnya, bahkan jika meninggal dunia, pihak keluarga tidak akan diberi tahu.

 

Menanggapi hal tersebut, anak kedua Nasikah, Fitria, membantah narasi dalam video tersebut. Ia dan adiknya, Sri Rahayu, hanya berniat menitipkan ibunya ke Griya Lansia.

 

Kemudian, dia dan saudara-saudaranya akan mengunjungi ibu mereka sebulan sekali sambil meninggalkan perbekalan.

 

"Saya cuma menitipkan. Nanti kan setiap bulannya saya ke sana bisa apa kasih uang buat itu, bisa jenguk. Sakit pun kan bisa dikabari sama pihaknya. Cuma di caption-nya itu loh di tulisannya membuang. Enggak boleh menjenguk, terus kalau mati pun enggak dikabari. Ternyata itu itu enggak benar," kata Fitria saat dihubungi, Senin (30/6).

 

Fitri mengungkapkan alasan dirinya menitipkan ibunya karena tidak ada tempat tinggal.

 

Sebab, saat ini baik dirinya dan kakanya tinggal bersama mertuanya sehingga dipustukan untuk menitipkan ke Griya Lansia.

 

"Saya pribadi kan enggak punya keluarga. Dari pihak ibu kan juga enggak punya rumah gitu loh. Saya sudah berkeluarga tapi numpang rumah mertua, sedangkan kakak saya juga menikah juga menumpang sama rumah mertua," ucapnya.

 

Saat ini, kata Fitria, keluarganya sepakat untuk merawat Nasikah bersama dan menyewakan kos untuk ibunya itu.

 

"Saya kos kan lagi di Babatan (Surabaya). Nanti seluruh biaya kebutuhan Ibu itu ditanggung sama semua keluarga besar di sini. Kan, keluarga besarnya saya di sini semua. (Dijaga) saudara saya," ujarnya. (jpnn)


Kondisi kesehatan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi perhatian publik, dituding alami Sindrom Stevens-Johnson (SJS). (Istimewa) 

 

JAKARTA Mantan Juru Bicara Presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid, Adhie M. Massardi memberikan kritik tajam kepada mantan Presiden Jokowi Widodo.

 

Sorotan ini diberikan setelah hampir seminggu tak muncul di hadapan publik, mantan Presiden Joko Widodo akhirnya muncul kembali.

 

Namun, kemunculannya justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Jokowi disebut-sebut tengah berlibur, tetapi juga disebut tengah menjalani perawatan.

 

Karena itu, Adhie M. Massardi sebut Jokowi penipu. Bachrum Achmadi kritik pengacara Jokowi: Tuduhan Beathor Berat, tapi Tak Dilaporkan?

 

“KANG TIPU always punya momen tuk nipu,” tulisnya dikutip Senin (30/6/2025).

 

“Bahkan Si Kancil dalam kurungan bisa pura2 mati tuk nipu Pak Tani,” tuturnya.

 

Adhie menyindir dengan menyebut Jokowi hanya pura-pura sakit dan membatalkan pembatalan pembacaan surat.

 

“Dia dunia nyata pura2 sakit, tapi gerpol batalkan pembacaan surat. Sukses,” ujarnta.

 

“Lalu pelesiran sama anak-cucu.

"Mau pemulihan," katanya.

Kejarlah daku, kau kutipu…!,” terangnya. (fajar)

 

Beathor Suryadi menyebut  Pasar Pramuka sebagai titik awal dugaan pemalsuan dokumen Jokowi—pernyataannya memicu gelombang debat publik. (Tangkapan layar YouTube/@AbrahamSamadSpeakUp)  


JAKARTA — Pegiat media sosial, Bachrum Achmadi, turut angkat bicara soal pernyataan mengejutkan politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, yang menuding mantan Presiden Jokowi menyimpan uang triliunan rupiah di bawah tanah.

 

Bachrum termehek-mehek, mencerna pernyataan Beathor yang dinilainya sudah sangat serius.

 

"Beathor sebut Jokowi timbun triliunan rupiah di bawah tanah," ujar Bachrum di X @bachrum_achmadi (30/6/2025).

 

Hanya saja, justru tidak ditindaklanjuti secara hukum oleh pihak yang merasa dirugikan.

 

"Ijazah Mulyono dibilang aspal dicetak di Pasar Pramuka, sekarang dibilang Mulyono timbun duit triliunan di bawah tempat tidurnya," ucapnya.

 

Bachrum juga menyindir pengacara yang selama ini mengaku membela nama baik Jokowi termasuk Yakup Hasibuan, yang merupakan kuasa hukumnya.

 

"Masa tuduhan begini si Yakup, pengacara Mulyono, nggak berani laporkan Beathor Suryadi ke polisi!," tandasnya.

 

Sebelumnya, Beathor Suryadi mengatakan bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP disebut pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang diyakini tidak otentik.

 

Beathor mengatakan, Andi menyaksikan dokumen tersebut saat masa pencalonan Jokowi di Pilpres 2014.

 

Namun, menurutnya, ijazah itu merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika Jokowi mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.

 

“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor dilansir laman msn dari Seputar Cibubur, Rabu (18/6/2025).

 

Beathor juga menuding proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.

 

Ia menyebut sejumlah nama seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.

 

“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” katanya.

 

Widodo disebut-sebut sebagai tokoh kunci dalam proses pencetakan, namun menurut Beathor, ia telah menghilang sejak isu buku kontroversial karya Bambang Tri tentang ijazah Jokowi heboh.

 

Yang mengejutkan, kata Beathor, adalah reaksi Andi Widjajanto ketika melihat foto di berbagai ijazah Jokowi yang terlihat identik.

 

“Seharusnya tiap jenjang pendidikan memakai foto berbeda. Ini justru sama semua,” tandasnya. (fajar)

 

Gubernur Sumut Bobby Nasution menjadi sorotan KPK setelah operasi tangkap tangan (OTT) korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumut  

 

JAKARTA — Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul operasi tangkap tangan (OTT) korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara.

 

KPK telah menangkap 6 orang yang terlibat korupsi proyek jalan tol. Keenam orang tersebut ditangkap di Madina, Sumatera Utara.

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut), Jumat (27/6/2025).

 

Adapun kelima tersangka adalah:

 

1. Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.

 

2. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

 

3. Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.

 

4. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).

 

5. M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN. Rayhan juga merupakan anak dari Akhirun.

 

Aliran Uang Korupsi Diperiksa

 

Di kasus ini, KPK telah menetapkan anak buah Bobby sebagai tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.

 

Kaitannya tentu saja dalam soal aliran dana, apakah ada setoran yang diberikan Topan Obaja Putra Ginting kepada Bobby Nasution.

 

Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep, Guntur Rahayu

 

"Terkait dengan profil dari TOP dari PUPR tadi menyampaikan orang dekatnya gubernur, Saudara BN, bahkan mungkin dari sebelum jadi gubernur ya, sudah menjadi orang dekatnya. Kemudian pernah juga menjabat Plt. Sekda Kota Medan waktu Saudara BN menjabat Wali Kota Medan gitu ya dan lain-lain,"

 

"Nah yang ditanyakan adalah apakah KPK akan mengusut setoran-setoran ke BN ataupun ke atasannya dari BN. Nah tentu ya kami seperti juga yang telah disampaikan beberapa waktu, bahwa saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu,"  kata Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menegaskan bahwa KPK tidak akan pilih kasih dalam mengusut kasus korupsi di perkara ini.

 

KPK pun bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri jejak uang atau follow the money dalam kasus ini.

 

"Seperti saya sampaikan bahwa selebihnya ini sedang kita ikuti. Kalau nanti ke siapa pun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” kata Asep.

 

Lebih jauh, Asep menegaskan bahwa KPK akan memeriksa pihak-pihak yang diduga terkait dalam perkara tersebut.

 

Tak terkecuali dengan memeriksa menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution.

 

"Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan. Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya," ujar Asep.

 

Asep turut menyinggung kunjungan Bobby Nasution ke Gedung KPK pada bulan April 2025 lalu. Kunjungan tersebut disebut tidak secara spesifik membahas kasus ini.

 

"Kemudian pada bulan April, ini Saudara BN, selaku gubernur terpilih di Sumatera Utara. Ini sepengetahuan kami tidak hanya gubernur Sumatera Utara, gubernur Jawa Barat juga ke sini dan beberapa gubernur yang lain, beberapa kepala daerah yang lain ke sini,”

 

"Tentunya menyampaikan beberapa hal yang ada di wilayahnya. Yang disampaikan tidak spesifik terkait tentang ini. Memang mungkin terkait dengan birokrasi yang ada di sana, hambatan-hambatan birokrasi apa saja dan yang lain-lainnya," ujar Asep.

 

KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang berawal dari giat operasi tangkap tangan (OTT) di Sumut pada Kamis (26/6/2025) malam.

 

Mereka adalah Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG); M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN); dan Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.

 

Berawal dari Pengaduan Masyarakat

 

Ternyata pengusutan kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat (dumas) soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.

 

Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

 

Kata Asep, masyarakat mengadu soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.

 

"Kronologinya di mana sejak beberapa bulan lalu itu ada informasi dari masyarakat kepada kami terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumut kualitasnya yang memang kurang bagus sehingga diduga ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," kata Asep.

 

Berangkat dari aduan masyarakat tersebut, KPK lalu menerjunkan tim untuk pengecekan ke lokasi. Ditemukan ada beberapa proyek jalan yang dikorupsi.

 

"Berbekal dari aduan masyarakat tersebut, kemudian KPK menurunkan tim tentunya dan memantau pergerakan yang kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek jalan ya jalan, ada beberapa proyek jalan di Sumatera utara," ujar Asep.

 

"Nah, sekitar awal Minggu ini, diperoleh informasi ada kemungkinan pertemuan dan juga terjadi penyerahan sejumlah uang," imbuhnya.

 

Saat menerima informasi tersebut, Asep mengatakan pihaknya dihadapkan pada dua pilihan.

 

Pertama, kata dia, pihaknya punya pilihan untuk menunggu hingga proses lelang pengerjaan proyek jalan ini selesai.

 

Meskipun pada prosesnya, lelang proyek ini sudah ditentukan pemenangnya oleh Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20 persen," kata Asep.

 

Asep menyebut pada pilihan ini, KPK berpotensi mengamankan uang dari hasil praktik korupsi yang dilakukan ditaksir mencapai Rp 41 miliar atau sekitar 20 persen dari nilai proyek bernilai Rp 231,8 miliar.

 

Kemudian Asep menjelaskan pilihan kedua bisa diambil KPK yakni langsung melakukan OTT agar pihak perusahaan yang dipastikan menang proses lelang tidak bisa menjalankan proyek tersebut karena kecurangannya.

 

Asep mengatakan dari dua pilihan yang bisa diambil, KPK memilih untuk langsung melakukan OTT meski dengan penyitaan uang dari barang bukti yang diperoleh jumlahnya tidak besar.

 

Namun, kata dia, dalam pilihan kedua ini KPK dapat mencegah agar proyek jalan tidak dikerjakan dengan proses curang.

 

"Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,"beber Asep.

 

"Nah tentunya pilihan kedua ini lah yang diambil. Walaupun ini uang yang ter-deliver kepada para pihak itu tidak sebesar kalau KPK mengambil opsi yang pertama, tetapi tentunya kebermanfaatan dari masyarakat akan lebih besar kalau mengambil opsi yang kedua ini,"pungkasnya.

 

Dalam kasus ini, ada dua klaster:

 

Klaster pertama terkait dugaan korupsi pembangunan jalan proyek PUPR Sumut.

 

Klaster kedua menyangkut proyek-proyek di Satker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumut.

 

Jatah Uang Rp 8 Miliar Belum Diterima TOP Ginting, Keburu Langsung Ditangkap KPK

 

Dalam kasus ini, Topan Ginting disebut telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

 

Plt Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.

 

"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.

 

Dalam kasus ini, Topan Ginting diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya meloloskan pihak perusahaan pemenang lelang tersebut.

 

"Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran ya itu,"ungkap Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menuturkan uang sekitar Rp 8 miliar itu akan diberikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai dikerjakan oleh pihak M Akhirun Pilang selaku Dirut PT DNG, yang ditunjuk untuk menjalankan proyek jalan tersebut.

 

"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,"beber Asep.

 

Kronologi kejadian

 

Asep menerangkan RES menelepon KIR tentang penayangan proyek yang akan dilakukan pada Juni 2025 ini. RES sekaligus meminta KIR menyiapkan dana dan memasukkan penawaran sebagai pihak yang akan mengelola proyek jalan tersebut.

 

Informasi dari RES kemudian ditindaklanjuti oleh KIR yang meminta stafnya, termasuk anaknya, RAY, untuk berkoordinasi mengenai penyiapan hal teknis mengenai proses e-katalog.

 

Pada akhirnya, RES dan KIR pun berhasil mengatur proses e-katalog hingga PT DNG berhasil memperoleh proyek tersebut.

 

"Atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening. Jadi ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu," ujar Asep.

 

Dia juga menyebut uang yang diduga diberikan KIR dan RAY ini kepada beberapa pihak untuk memuluskan pemenangan pengerjaan proyek sejumlah jalan di Sumut diketahui setelah adanya kegiatan penarikan tunai senilai Rp 2 miliar yang dilakukan keduanya.

 

"Kami sudah mendapatkan informasi, ada penarikan uang sekitar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang Rp 2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu, di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek ya terkait dengan pembangunan jalan," jelasnya.

 

Proyek jalan yang ditangani TOP dan empat tersangka lainnya di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, Sumatera Utara (Sumut) dengan total nilai Rp 231,8 M.

 

"TOP memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa mekanisme dan proses pengadaan barang dan jasa. KIR sudah dibawa TOP saat survei. ada kecurangan, tidak melalui proses lelang," katanya.

 

Dia menjelaskan Topan menginstruksikan kepada Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, yang juga penjabat pembuat komitmen (PKK) dalam proyek ini, untuk menunjuk Dirut PT DNG, Akhirun Pilang, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot.

 

"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.

 

Ditahan Selama 20 Hari ke Depan

 

Saat ini, Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Ginting bersama empat orang lainnya telah ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK.

 

"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menyebut penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 28 Juni-17 Juli 2025.

 

"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut untuk 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juni hari ini sampai 17 Juli," jelasnya.

 

Dalam kasus ini, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 

Sementara, Akhirun (KIR) selaku Dirut PT DNG dan anaknya, Rayhan Dulasmi (RAY) selaku Dirut PT RN dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (tribunnews)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.