Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas era Presiden Jokowi
dilaporkan ke KPK terkait dugaan korupsi kuota haji 2024, Senin (5/8/2024).
(Dok. Ist)
JAKARTA — Kuota haji telah menjadi sarang
korupsi selama pemerintahan mantan Presiden ke-7 Joko Widodo, yang juga dikenal
sebagai Jokowi. Ulama Nadliyin juga kecewa dengan kasus korupsi kuota haji 2024
yang telah merugikan jemaah.
Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan
Jawa Timur, Lora Dimyathi Muhammad prihatin dengan kuota haji 2024 yang menjadi
sarang korupsi.
Dimyathi mengaku kecewa dan menyesalkan kuota haji yang
seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat umum, malah dijadikan sarana korupsi
dengan dialihkan untuk haji khusus.
"Saya prihatin. Indikasi penyelewengan penyelenggaraan
haji 2023-2024 yang dulu diawasi dan didalami penyelewengannya oleh Pansus DPR
RI, dan hingga akhir Pansus, Menag RI tidak hadir memberikan keterangan.
Akhirnya harus ditangani oleh KPK RI. Padahal, pansus haji oleh DPR RI saat
itu, memicu ketegangan terbuka melibatkan PBNU," kata Dimyati, Rabu
(13/8).
Dimyati menilai, munculnya kasus dugaan korupsi kuota haji
ini membuat kelompok Nahdliyyin kecewa. Dia berharap kasus tersebut diungkap
secara tuntas.
"Fakta adanya terduga saat ini dan pengembangannya
nanti, dikhawatirkan bisa meruntuhkan marwah, integritas dan moralitas Ormas NU
(Nahdlatul Ulama)," jelasnya.
Dia menegaskan agar fakta kasus korupsi kuota haji ini harus
diketahui publik seluas-luasnya. Harapannya agar bisa menjadi perbaikan bagi
penyelenggaraan haji pada masa mendatang.
"Dibuka saja agar terang benderang. Publik supaya tahu
dan tidak perlu ditutup-tutupi. Semua ini akan menjadi pembelajaran dan
pembenahan penyelenggaraan haji selanjutnya," ungkapnya.
Terhadap kasus korupsi kuota haji ini, Dimyati mengajak
Nahdliyyin, struktur NU terutama PBNU agar selalu berbenah diri dan senantiasa
amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Baik, terkait organisasi,
tugas yang diberikan negara maupun dalam membimbing masyarakat.
"Bila tidak mampu, jangan memaksa diri, berikan kepada
yang lebih mampu. Dan, perlu tindakan tegas kepada yang memaksakan diri, tapi
melanggar hingga mencoreng nama baik perkumpulan," kata Dimyati.
"Namun, khusus yang terlibat -siapapun, misalnya oknum PBNU sekalipun- dalam kasus kuota haji dan tata kelola pemenuhan kebutuhan haji termasuk katering, karena ini hajat hidup beragama yang diamanatkan kepada negara, maka harus mengundurkan diri sebagai tanggung jawab moral kepada Nahdliyyin dan Muassis NU," pungkasnya. (fajar)