Jokowi Tak Salami Try Sutrisno di Peringatan HUT ke 79 TNI di Monas, Ini Video Viralnya
Jokowi menyapa tamu kehormatan yang hadir dalam Peringatan HUT ke-79 TNI di Lapangan Silang Monas, Gambir, Jakarta Pusat pada Sabtu (5/10/2024).
SANCAnews.id – Video Presiden Republik Indonesia,
Joko Widodo (Jokowi) tak berjabat tangan dengan Jenderal (Pun) Try Sutrisno
viral di media sosial. Momen itu terjadi saat Jokowi menyapa tamu kehormatan
yang hadir dalam acara HUT TNI ke-79 di Lapangan Silang Monas, Gambir, Jakarta
Pusat, Sabtu (5/10/2024).
Video tersebut diunggah oleh akun Twitter @BangPino__ pada
Minggu (7/10/2024). Dalam video yang diunggah, Jokowi awalnya berjalan bersama
Wakil Presiden KH Maruf Amin.
Secara berurutan, Jokowi kemudian berjabat tangan dengan
Jusuf Kalla dan Boediono yang hadir di lokasi. Namun, saat berpapasan dengan
Try Sutrisno yang masih duduk, Jokowi terlihat melewatinya.
Jokowi terlihat berjabat tangan dengan istri mendiang Gus
Dur, Sinta Nuriyah. Presiden ketujuh itu tampak mengabaikan Try Sutrisno yang
mengenakan seragam TNI lengkap.
Pasalnya, Jokowi tetap acuh meski Wakil Presiden ke-6 RI
periode 1993–1998 itu sudah berdiri. Jokowi tak berjabat tangan dengan sang
Jenderal dan meninggalkan tamu undangan. Mantan Wakil Presiden Soeharto itu
akhirnya duduk dan menatap kepergian Jokowi.
"Momen Jokowi tak menyalami Mantan Wakil Presiden ke 6
Bpk Tri Sutrisno padahal pak Tri sudah berdiri tapi hanya dilewati
saja...," tulis @BangPino__.
Kekecewaan tidak hanya dituliskan oleh Bang Pino, Jhon
Sitorus lewat akun twitternya @JhonSitorus_18 pada Minggu (6/10/2024) juga
menyesali hal tersebut.
"Ini serius Jokowi tak menyalami pak Try Sutrisno?
Padahal, Pak Try adalah Wakil Presiden RI ke-6, beliau juga berpakaian lengkap
dengan memakai jas militer berpangkat bintang 4 juga," tulis Jhon Sitorus.
Dalam video ditegaskannya Try Sutrisno sudah berdiri ketika
hendak disalami oleh Jokowi. Namun, lantaran tidak disalami, Try SUtrisno duduk
kembali.
"Pak Try Sutrisno bahkan sudah sempat berdiri lalu duduk
lagi karena dilewati oleh Jokowi begitu saja," jelasnya.
Jhon Sitorus pun mengungkit soal dukungan Try Sutrisno kepada
Jokowi pada Pilpres 2019 silam.
Try Sutrisno katanya mendukung Jokowi ketika berhadapan
dengan Prabowo-Sandiaga Uno ketika itu.
"Sekedar info, pak Try Sutrisno juga mendukung Jokowi di
Pilpres 2019 yang lalu," tulis Jhon Sitorus.
"Mungkin pak Jokowi khilaf, tapi saya paham apa yang dirasakan keluarga pak Try," ungkapnya.
Postingan tersebut pun disambut ramai masyarakat, beragam
tanggapan ramai dituliskan dalam kolom komentar postingannya.
Prabowo-Gibran Hadiri
Peringatan HUT TNI
Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka turut
menghadiri acara Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-79
di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2024).
Dikutip Kompas.com dari videotron di lokasi, Gibran terlihat
menyambut Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi bersama Menteri
Pertahanan sekaligus Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Jokowi dan Iriana diketahui tiba di lokasi pukul 07.31 WIB. Saat
turun dari mobil, Presiden disambut oleh Pj Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono,
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Rafael Granada
Baay.
Sementara, Prabowo dan Gibran telah menunggu Jokowi dan
Iriana di sisi luar karpet merah bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Panglima
TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf Angkatan Laut
(KSAL) Laksamana Muhammad Ali, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal M
Tonny Harjono.
Usai menyalami mereka Presiden masuk ke arena upacara. Jokowi
berjalan bersama didampingi Wapres Ma'ruf Amin yang berjalan di sisi kanannya.
Sedangkan Prabowo yang mengenakan setelan jas berwarna abu
muda berada di sisi kanan Ma'ruf.
Gibran yang terlihat mengenakan setelan jas hitam dengan dasi
merah berjalan tepat di belakang Prabowo dan Ma'ruf, karena situasi yang cukup
padat.
Adapun upacara dimulai pada pukul 07.50 WIB, ketika Presiden
Jokowi menuju mimbar kehormatan untuk menjadi inspektur upacara, setelah
mendapat penghormatan kebesaran.
Lalu, komandan upacara melaporkan kepada Presiden Jokowi
melaporkan upacara siap dimulai.
Setelahnya, Jokowi didampingi Panglima TNI Agus Subiyanto
melakukan pemeriksaan pasukan yang terhampar berbaris mengelilingi monas. Pemeriksaan
pasukan ini menggunakan mobil Maung.
Sebagai informasi, acara HUT TNI dimulai dengan penampilan
drumband gabungan TNI dan 2 pesawat Cessna TNI yang masing-masing membawa
tulisan "TNI Prima Indonesia Maju" dan "HUT ke-79 TNI
2024".
Kemudian dilanjutkan dengan aerobatic Rajawali Laut Flight
yang terbang di atas langit monas dengan mengepulkan asap berwarna merah dan
putih.
Tema HUT ke-79 TNI adalah "TNI Bersama Rakyat Siap
Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju".
Pada acara itu, TNI akan memamerkan sebanyak 1.059 alutsista
yang terdiri dari tiga matra, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL),
dan Angkatan Udara (AU).
Profil Try Sutrisno
Jenderal TNI (Purn.) H. Try Sutrisno (lahir 15 November 1935)
adalah Wakil Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat pada periode 1993–1998.
Sebelum dilantik sebagai Wakil Presiden, Try Sutrisno pernah
menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Awal Kehidupan dan
Latar Belakang
Try Sutrisno lahir pada 15 November 1935 di Surabaya, Jawa
Timur. Ayahnya, Subandi, bekerja sebagai sopir ambulans, sementara ibunya,
Mardiyah, seorang ibu rumah tangga.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ketika Belanda
kembali mencoba mengklaim Indonesia sebagai koloni mereka, keluarga Try pindah
dari Surabaya ke Mojokerto.
Ayahnya bekerja sebagai petugas medis di Batalyon Angkatan
Darat Poncowati, yang membuat Try harus berhenti sekolah dan mencari nafkah
dengan menjadi penjual rokok dan penjual koran.
Pada usia 13 tahun, Try Sutrisno ingin bergabung dengan
Batalyon Poncowati untuk berjuang melawan Belanda.
Meskipun usahanya tidak dianggap serius, ia akhirnya
dipekerjakan sebagai kurir yang bertugas mengumpulkan informasi dari
daerah-daerah yang dikuasai Belanda dan mengambil obat-obatan untuk Angkatan
Darat Indonesia.
Pada tahun 1949, setelah Belanda mundur dan mengakui
kemerdekaan Indonesia, Try dan keluarganya kembali ke Surabaya, di mana ia
menyelesaikan pendidikan di SMA Bagian B pada tahun 1956.
Awal Karier Militer
Setelah lulus dari SMA, Try Sutrisno ingin melanjutkan pendidikan
di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).
Meskipun awalnya gagal dalam pemeriksaan fisik, Try akhirnya
diterima setelah mendapatkan perhatian dari Mayor Jenderal GPH Djatikusumo. Di
ATEKAD, Try menjalin persahabatan erat dengan Benny Moerdani.
Pengalaman militer pertama Try Sutrisno dimulai pada tahun
1957, saat ia berperang dalam rangka menumpas Pemberontakan PRRI (Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia), sebuah gerakan separatis di Sumatra yang
berupaya menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno.
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya di ATEKAD pada
tahun 1959, Try mulai bertugas di berbagai daerah, termasuk Sumatra, Jakarta,
dan Jawa Timur.
Pada tahun 1972, Try dikirim ke Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (Seskoad).
Dua tahun kemudian, pada 1974, Try terpilih menjadi ajudan
Presiden Soeharto, yang kemudian membuka jalan bagi kariernya yang semakin
gemilang di militer.
Panglima ABRI dan
Puncak Karier Militer
Pada tahun 1978, Try Sutrisno diangkat sebagai Kepala Staf di
Komando Daerah Militer (KODAM) XVI/Udayana, Bali.
Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Panglima KODAM
IV/Sriwijaya, di mana ia terkenal dengan upayanya menekan tingkat kejahatan dan
menyelesaikan masalah penyelundupan timah.
Ia juga terlibat dalam kampanye lingkungan untuk
mengembalikan gajah Sumatra ke habitat aslinya.
Pada tahun 1982, Try diangkat sebagai Panglima KODAM V/Jaya
dan ditempatkan di Jakarta.
Pada tahun 1984, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang
mengharuskan semua organisasi, baik politik maupun non-politik, untuk
mengadopsi Pancasila sebagai asas tunggal.
Peristiwa kerusuhan di Tanjung Priok pada 1984, yang dipicu
oleh konflik terkait kebijakan pemerintah, menjadi salah satu momen penting
dalam karier Try Sutrisno sebagai panglima, di mana pasukan terpaksa turun
tangan untuk mengatasi kerusuhan tersebut.
Karier Try Sutrisno terus berkembang. Pada tahun 1985, ia
menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, dan pada tahun 1986, ia menjabat
sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Sebagai Kepala Staf AD, ia memprakarsai pembentukan Badan
Tabungan Wajib Perumahan TNI-AD untuk memudahkan prajurit membeli rumah.
Puncak karier Try Sutrisno datang pada tahun 1988, ketika ia
diangkat sebagai Panglima ABRI, menggantikan L.B. Moerdani.
Dalam perannya sebagai Panglima ABRI, Try Sutrisno memimpin
operasi militer untuk menanggulangi pemberontakan di berbagai daerah di
Indonesia, termasuk Aceh pada 1992.
Namun, masa jabatannya juga tercatat sebagai periode
berlakunya insiden-insiden kontroversial, termasuk Insiden Talangsari dan
Insiden Dili di Timor Timur, yang memicu kecaman internasional terhadap
pemerintah Indonesia.
Wakil Presiden
Indonesia
Pada Februari 1993, setelah masa jabatannya sebagai Panglima
ABRI berakhir, Try Sutrisno dicalonkan oleh fraksi ABRI untuk menjadi Wakil
Presiden Indonesia.
Meskipun secara teknis fraksi ABRI memiliki hak untuk
mencalonkan, hal ini memicu ketegangan dengan Presiden Soeharto, yang awalnya
merasa didahului dalam proses pencalonan.
Namun, pada akhirnya Soeharto menerima Try Sutrisno sebagai
calon Wakil Presiden, dan ia terpilih dalam Sidang Umum MPR pada tahun 1993.
Sebagai Wakil Presiden, Try Sutrisno tidak pernah sepenuhnya
dilibatkan dalam pembentukan kabinet dan kebijakan-kebijakan utama, yang
membuat hubungan antara dirinya dan Soeharto sedikit tegang.
Pada 1995, Try sempat mengkritik kebijakan ekonomi dan bisnis
yang melibatkan anak pejabat, yang membuat pemberitaannya dibatasi.
Ketegangan semakin meningkat pada akhir 1997, ketika Soeharto
memilih untuk tidak mendelegasikan tugasnya kepada Try Sutrisno selama
perawatan medis di Jerman, meskipun Try merupakan calon yang diperkirakan bisa
menggantikan Soeharto sebagai Presiden.
Pasca Jabatan Wakil
Presiden
Pada tahun 1998, setelah lengsernya Soeharto, Try Sutrisno
terpilih sebagai Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) dan berhasil
menyatukan organisasi tersebut.
Selain itu, Try juga menjadi sesepuh di partai Partai
Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), yang dipimpin oleh Jenderal Edi
Sudrajat.
Pada tahun 2005, Try Sutrisno bersama sejumlah tokoh politik
lainnya membentuk Gerakan Nusantara Bangkit Bersatu, yang mengkritik pemerintah
Susilo Bambang Yudhoyono terkait beberapa kebijakan penting.
Namun, setelah pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
Try mulai melunak dan mendukung beberapa kebijakan pemerintah. (wartakota)