Juni 2020


Jakarta, SNC – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan para pejabat, baik pusat maupun daerah, untuk tidak main-main dalam menggunakan anggaran bencana, terutama saat pandemi Covid-19 dan jika ada pihak yang terbukti menyalahgunakan anggaran bencana, bisa dihukum mati.


Hal itu disampaikan Mahfud MD saat video conference (vicon) Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah tahun 2020 dalam Rangka Pengawasan Percepatan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (15/6/2020) siang. (Baca juga: Pejabat Nekat Korupsi Anggaran Covid, Jokowi: Silakan Digigit Keras)


Saat ini, lanjutnya, penggunaan anggaran bencana pada wabah Covid-19 sudah diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Penanganan Pandemi Covid-19.


"Saya ingatkan, menurut UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), diancam dengan paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara. Namun, dalam keadaan bencana seperti saat Covid-19 ini, maka ancaman hukuman mati ini diberlakukan berdasarkan UU yang berlaku," tandas Mahfud, dilansir Sindonews.com


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menekankan tiga hal yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo terkait pengawasan anggaran selama kondisi darurat bencana. Pertama, tidak boleh mencari-cari kesalahan. Kedua, dalam proses pengawasan anggaran agar tidak sampai tumpang tindih. Jika sudah diawasi oleh BPKP, maka tidak perlu kepolisian atau kejaksaan ikut memeriksa. Begitu pun sebaliknya.


“Ketiga, jangan sampai pengawasan penggunaan anggaran bencana ini menjadi industri hukum. Yang salah jadi benar atau yang benar jadi salah. Ini agar benar-benar dicamkan untuk semua aparat penegak hukum," tegasnya.


Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menambahkan, penggunaan anggaran bencana Covid-19 melalui APBN dan APBD memerlukan pengawasan yang baik. Dalam pelaksanaan pengawasan, lebih diperkuat melalui inspektorat daerah dan BPKP. “Kami mengedepankan pengawasan dari daerah. Sebab, selama pandemi Covid-19 ini ada keterbatasan transportasi. Sehingga, kami manfaatkan jejaring aktif di daerah untuk pengawasan internal di samping aparat penegak hukum baik dari polisi, kejaksaan, dan KPK," ujar Tito.


Mantan Kapolri itu juga mengingatkan pada kepala daerah agar memanfaatkan anggaran bencana Covid-19 dengan tepat. Jangan sampai ada politisasi anggaran dari bantuan sosial (bansos) yang dibagikan untuk masyarakat di daerah. Politisasi bansos ini rawan terjadi karena Desember 2020 nanti ada Pilkada 270 kepala daerah.


“Masih ada 55 pemerintah daerah yang belum memberikan laporan hasil pengawasan keuangan. Ada 4 kota dan 51 kabupaten yang belum lapor. Pengawasan keuangan ini harus dilakukan secara fleksibel tapi juga tidak bisa ada toleransi saat diketahui adanya pelanggaran," tandasnya. (sanca)



Bambang Widjojanto 

Jakarta, SancaNews.Com - Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) meragukan keberanian lembaga antikorupsi era Firli Bahuri Cs menyelidiki adanya dugaan oknum polisi yang melindungi tersangka Nurhadi serta menantunya, Rezky Herbiyono.


"Disebut ada dua oknum polisi yang posisinya sangat tinggi sekali dan itu disebut oleh Tempo namanya, apa terlibat atau tidak pertanyaannya, kan mesti diselidiki," kata BW dalam diskusi daring dengan tema 'Akhir Pelarian Nurhadi: Apa yang Harus KPK Lakukan?' yang digelar secara virtual, Jumat, 5 Juni 2020.


Dalam pemberitaan di sebuah majalah, saat rumahnya digeledah KPK terkait kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada April 2016, Nurhadi diduga menyembunyikan barang-barang di kantor Kepolisian Daerah Metro jaya.


Nurhadi memerintahkan ajudannya seorang polisi menghubungi salah satu anggota pengawalan di kediamannya di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 21 April 2016.


Masih menurut pemberitaan majalah tersebut, Nurhadi dan ajudannya tengah bertandang ke ruang kerja Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto.


Setelah panggilan teleponnya dijawab, sang ajudan menyampaikan perintah Nurhadi kepada teman sesama pengawal, yang juga anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI.


Ada lagi, Nurhadi juga disebut-sebut meminta bantuan ke seseorang usai rumahnya digeledah. Ajudan Nurhadi menghubungi seseorang yang disebut ajudannya BG. Namun tidak disebutkan rinci siapa BG dalam percakapan kedua orang itu.


"Cuma pertanyaan lagi, apa KPK berani menyelidiki itu? Feeling saya sih enggak berani, feeling saya enggak berani, jadi lepas saja yang begituan itu," kata BW. (sanca)




Sumber : vivanews.com





Jakarta, SancaNews.Com - Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjerat pihak yang membantu menyembunyikan mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi dengan pasal menghalangi penyidikan atau obstruction of justice.

“KPK harus segera menindak tegas pihak yang memberikan fasilitas persembunyian,” kata Haris melalui keterangan tertulis, Kamis, 4 Juni 2020.

Haris menuturkan menghalangi penyidikan yang termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat digunakan untuk menjerat mereka yang memberikan tempat persembunyian dan transportasi untuk Nurhadi berpindah tempat.

Pasal itu, kata dia, juga bisa digunakan kepada oarng yang menyediakan kebutuhan harian, pengamanan dan pihak yang membantu Nurhadi dalam berkomunikasi.

Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini mengatakan ada 5 tempat yang digunakan Nurhadi bersembunyi selama menjadi buronan KPK.

Ia mengatakan ada pula pihak yang memberi fasilitas keamanan dan fasilitas persembunyian itu. Namun, Haris tak menyebut siapa pihak tersebut. “KPK harus memberikan informasi ke masyarakat berkaitan dengan lokasi persembunyian tersebut,” kata dia.

Nurhadi diduga kerap berpindah-pindah tempat selama menjadi buronan KPK. Hingga akhirnya ia ditangkap di rumahnya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan pada Senin, 1 Juni 2020.

Ia ditangkap bersama menantunya yang juga berstatus tersangka, Rezky Hebriyono. Nurhadi dan Rezky menjadi tersanngka kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA senilai Rp 46 miliar. Uang itu diduga berasal dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.(sanca)




Sumber : tempo.co


Konferensi pers penangkapan dan penahanan Nurhadi dan Rezky Herbiyono di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Selasa, 2 Juni 2020. Tempo/Andita Rahma


Jakarta, SancaNews.Com - Indonesia Corruption Watch (ICW) pesimistis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah Firli Bahuri berani mengungkap orang yang melindungi mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.


“Wajar jika publik pesimistis KPK berani menindak oknum yang melindungi atau membantu pelarian Nurhadi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Jumat, 5 Juni 2020.


Kurnia mengatakan keraguan itu diperkuat dengan pernyataan Firli. Ditanya soal kemungkinan menjerat pelindung Nurhadi, Firli mengatakan KPK saat ini fokus dengan kasus utama, yaitu suap dan gratifikasi.


Menurut Kurnia, pernyataan itu memberi kesan KPK hanya ingin fokus ke pokok perkara. Padahal, Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi atau pasal menghalangi penyidikan dapat diusut secara bersamaan, tanpa harus menunggu pokok perkaranya rampung.


Selain itu, Kurnia menangkap kesan KPK memberi keistimewaan kepada mantan Sekjen MA itu. Dalam konferensi pers seusai penangkapan, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono hanya sebentar ditampilkan di ruangan pers.


Di tengah konferensi pers, Nurhadi dimasukan ke dalam dengan alasan akan diperiksa. Padahal, kata dia, Nurhadi tak diperiksa melainkan hanya ditaruh di ruang tunggu, hingga konferensi pers selesai. “Tentu ini menimbulkan kecurigaan,” ujar dia.


Sebelum ditangkap KPK, Nurhadi sempat menjadi buronan selama lebih dari 100 hari. Dalam pelariannya itu, Nurhadi diduga kerap berpindah tempat. Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menyebut Nurhadi dilindungi oleh sebuah pasukan. Maka itu, butuh waktu lama bagi KPK menangkap buronan itu. Akan tetapi, Haris tak menyebut lebih detail siapa pasukan tersebut. (sanca)




Sumber : tempo.co


Munarman mengusulkan kepada MPR atau DPR RI melakukan pemakzulan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena melanggar Undang-undang yang mengatur soal haji.


Jakarta, SancaNews.Com -  Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman angkat bicara terkait tindakan pemerintah yang membatalkan ibadah haji 2020 dengan pertimbangan adanya pandemi virus Corona (Covid-19).


Terkait hal itu, Munarman mengusulkan kepada MPR atau DPR RI melakukan pemakzulan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.


Dikabarkan pembatalan tersebut dilakukan pemerintah secara sepihak tanpa melakukan pembahasan terlebih dahulu bersama komisi VIII DPR RI.


Menurut Munarman, apa yang dilakukan Jokowi tersebut melanggar Undang-undang yang mengatur soal haji.


"Tentang pembatalan Haji 1441 Hijriah, sudah jelas terjadi pelanggaran UU Haji oleh Presiden yang secara sewenang-wenang memerintahkan Menteri Agama," kata Munarman, Kamis (4/6/2020).


Menurutnya, hal itu memperlihatkan bagaimana pengelolaan negara semakin tampak dilakukan secara totalitarian. Untuk itu Munarman pun menilai guna menghentikan kerusakan pengelolaan negara berlanjut, harus dilakukan langkah legal konstitusional oleh MPR kepada presiden.


"Karena Presiden telah berulang kali melakukan pelanggaran hukum dan perbuatan tercela," ujarnya.


Menurutnya, DPR dan MPR memiliki hak yang dalam untuk melakukan langkah tersebut karena tugasnya ialah melindungi rakyat dari segala kerusakan tata kelola negara. Ia meminta kepada DPR dan MPR untuk tidak menjadi stempel rezim.


"Dulu zaman orla (orde lama) dan orba (orde baru) karena parlemen jadi stempel rezim akhirnya biaya sosial perbaikan negara menjadi mahal," tuturnya.


"Harusnya MPR atau DPR segera lakukan pemakzulan melalui proses legal konstitusional," pungkasnya.


Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan pembatalan ibadah haji 2020 merupakan keputusan yang cukup pahit dan sulit, namun mesti dilakukan dengan berbagai pertimbangan.


Fachrul Razi mengatakan pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji 2020/1441 Hijriah karena pertimbangan pandemi COVID-19.


"Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020/1441 Hijriah," kata Menag dalam konferensi pers mengenai penyampaian keputusan pemerintah terkait penyelenggaran ibadah haji 2020/1441 Hijriah di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/6/2020).


Pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020. Sesuai dengan amanat undang-undang selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jamaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. (sanca)




Sumber : gelora.co




Arief Budiman, Komisioner KPU RI lainnya, Hasyim Asyari, hadir di persidangan sebagai saksi bagi terdakwa 
Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina 

Jakarta, SancaNews.Com -  Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, memenuhi panggilan untuk hadir di Pengadilan Tipikor (Pengadilan Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai saksi dalam persidangan Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, Kamis (4/6).





Selain Arief Budiman, komisioner KPU Indonesia lainnya, Hasyim Asyari, juga hadir dalam persidangan ini. Sementara saksi lainnya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPU Sumatera Selatan Kelly Mariana, bersaksi melalui teleconference.



Mengenakan kemeja batik saat persidangan, Arief mengaku tidak mengetahui soal dakwaan menerima gratifikasi Rp 500 juta berkaitan dengan seleksi anggota KPU Provinsi Papua Barat yang dilakukan Wahyu Setiawan saat masih menjabat Komisioner KPU.


"Nggak tahu, nggak tahu," kata Arief Budiman kepada wartawan di PN Tipikor Jakarta Pusat, dilansir gelora.co. Kamis (4/6).


Arief pun mengaku tidak ada persiapan khusus di persidangan ini. Ia hanya menyebut akan menjawab pertanyaan Jaksa KPK sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya.


"Mengalir saja (jawab) pertanyaan Jaksa," singkatnya.


Agenda sidang kali ini adalah untuk mendengarkan keterangan saksi bagi terdakwa Wahyu dan Agustiani yang kini sedang berlangsung. Dalam kasus ini, Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar 57.350 dolar AS atau setara Rp 600 juta. Uang didapat dari eks caleg PDIP, Harun Masiku, melalui kader PDIP Saeful Bahri.


Uang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019, melalui orang kepercayaannya yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Tujuannya, agar Wahyu menyetujui permohonan PAW DPR dari PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia ke Harun Masiku.


Wahyu Setiawan juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Gratifikasi diterima melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, berkaitan dengan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. Gratifikasi bertujuan agar Wahyu memilih anggota KPUD Papua Barat yang asli orang Papua. (sanca)






Jakarta, SancaNews.Com - Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate diputus bersalah karena kebijakan memutus internet di Papua oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.


Menurut hakim PTUN Jakarta, Jokowi dan Menkominfo terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.


Menanggapi putusan PTUN Jakarta tersebut, aktivis yang juga mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, bahwa bersalahnya Jokowi dan Johnny G Plate dapat diartikan pemerintah secara sadar dan sengaja menutupi kejahatan di Papua yang berlangung secara masif dan terstruktur.


“Penutupan akses internet itu (juga) bentuk kepanikan pemerintah menghadapi gelombang demontrasi di Papua yang mana aktor-aktornya adalah rata-rata buzzer yang disiapkan dan dikendalikan pemerintah,” kata Pigai.


Dengan menutup akses internet di bumi Cendrawasih itu, pemerintahan Jokowi dinilai takut jika Informasi tentang berbagai kejahatan negara (state terorisme) di Papua terbongkar keluar melalui media elektronik dan diketahui publik Internasional. “Jakarta lebih menyukai Papua jadi daerah tragedi,” pungkas Pigai.


“Penutupuan akses internet itu (juga) bentuk kepanikan pemerintah menghadapi gelombang demontrasi di Papua yang mana aktor-aktornya adalah rata-rata buzzer yang disiapkan dan dikendalikan pemerintah,” kata Pigai dilansir rmol.id, Rabu (3/6).


Dengan menutup akses internet di bumi Cendrawasih itu, pemerintahan Jokowi dinilai takut jika Informasi tentang berbagai kejahatan negara (state terorisme) di Papua terbongkar keluar melalui media elektronik dan diketahui publik Internasional. “Jakarta lebih menyukai Papua jadi daerah tragedi,” pungkas Pigai. (sanca)




Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Selasa, 2 Juni 2020. Nurhadi resmi ditahan pasca ditangkap tim penyidik KPK setelah buron selama hampir empat bulan. TEMPO/Imam Sukamto


Jakarta, SancaNews.Com - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Tersangka kasus dagang perkara di Mahkamah Agung itu dibekuk bersama menantunya, Rezky Hebriyono, Senin, 1 Juni 2020.


Bekas Sekretaris MA ini sesungguhnya sudah dibidik KPK sejak April 2016. Namanya menjadi incaran KPK setelah lembaga antirasuah itu menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang menerima duit suap Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di tempat parkir Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Doddy, pegawai PT Artha Pratama Anugerah, menyuap Edy guna memuluskan sejumlah perkara Grup Lippo di pengadilan dan Mahkamah Agung. PT Artha adalah anak usaha Grup Lippo. Tak lama setelah itu, penyidik KPK menggeledah rumah Nurhadi di di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan.


Setelah penggeledahan itu, menurut dokumen yang diperoleh Majalah Tempo, terlacak upaya Nurhadi meminta perlindungan kepada sejumlah orang. Temuan pemeriksaan dan pengakuannya menjadi bahan penyelidikan KPK. Akhir Juli 2016, KPK membuka penyelidikan baru yang membidik Nurhadi. Caranya dia meminta sang ajudan, dari kepolisian, menelepon sejumlah orang. Dari dokumen tercatat ajudan Nurhadi menelepon seseorang yang disebut ajudannya BG. Tak disebutkan siapa BG dalam percakapan kedua orang itu.


+ Ijin Ndan. Bisa diakseskan ke BG informasi Ndan. Bapak (Nurhadi ) habis di-ini sama Kuningan (KPK).
- Hah, kenapa?
+ Bapak rumahnya habis diperiksa Kuningan (digeledah). Semalem jam 11 malam dan baru selesai jam 7 barusan. Terus tadi Bapak (Nurhadi) bilang kasih tahu Pak BG.
- Oke. Kami informasikan segera. Ini lagi serah-terima (sejumlah kapolda baru).


Wakil Ketua KPK ketika itu Alexander Marwata tidak menyangkal kabar bahwa materi percakapan itu ditanyakan ke Nurhadi. "Itu yang tahu penyidik. Kalau penyidik tahu info itu, pasti akan ditindaklanjuti."


Dalam sejumlah dokumen pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo, Nurhadi tidak menyangkal rekaman suara itu. Dia menyebut isi rekaman itu mirip suara Ari Kuswanto, ajudannya. Saat ditanya dalam sejumlah kesempatan ketika menjadi saksi sidang kasus Edy Nasution soal percakapan ajudannya yang menyebut nama BG, Nurhadi tak pernah bersedia menjawab. (sanca)




Sumber : tempo.co


Yandri Susanto Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)

Jakarta, SancaNews.Com - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengatakan, Menteri Agama Fachrul Razi memutuskan membatalkan pemberangkatan jemaah haji 2020 atas permintaan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo.

“Ya katanya (Fachrul) begitu, (pembatalan haji) atas perintah Pak Jokowi ke Pak Menag,” ujar Yandri kepada IDN Times, Rabu (3/6).


1. Menag telah memohon maaf kepada Komisi VIII

Ketua Komisi VIII DPR: Pembatalan Haji 2020 Atas Perintah JokowiMenteri Agama Fachrul Razi 

Wakil Ketua Umum DPP PAN itu menuturkan, seharusnya Fachrul Razi menggelar rapat kerja terlebih dulu bersama Komisi VIII DPR, sebelum mengumumkan pembatalan haji. Ia pun telah menyampaikan protes langsung kepada Menag dan dibalas dengan permintaan maaf.

“Sudah kita protes langsung karena keputusan penting seperti ini harus bersama-sama dengan DPR. Udah WA ke saya, (Fachrul) mohon maaf,” ujar Yandri.


2. Raker Komisi VIII dengan Menag batal digelar

Ketua Komisi VIII DPR: Pembatalan Haji 2020 Atas Perintah JokowiKetua Komisi 8 DPR Yandri Susanto (IDN Times/Aldzah Aditya)

Yandri menjelaskan, sebenarnya Menag yang mengirimkan surat ke DPR untuk melakukan rapat kerja pada Jumat kemarin. Namun karena dalam kondisi reses, pimpinan DPR meminta agar raker digelar pada Kamis (4/6).

“Kita udah agendakan raker besok Kamis tanggal 4 Juni jam 10 WIB pagi, tapi ya Selasa Menag mengumumkan sepihak, raker besok kami batalkan,” ujar Yan


3. Kemenag membatalkan pemberangkatan Haji 2020

Ketua Komisi VIII DPR: Pembatalan Haji 2020 Atas Perintah JokowiIDN Times/Prayugo Utomo
Setelah beberapa kali mengundur jadwal keputusan pelaksanaan haji 2020, Kemenag akhirnya mengumumkan keputusan terkait penyelenggaraan haji 2020 pada Selasa (2/6) pagi, pukul 10.00 WIB.

Menteri Agama Fachrul Razi secara daring menyampaikan bahwa pelaksanaan haji 2020 resmi dibatalkan.

"Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji pada tahun 2020," ujar Menag melalui konferensi pers daring.


4. Menag klaim telah melakukan koordinasi dengan DPR sebelum mengumumkan

Menag menjelaskan, keputusan tersebut diambil karena pihak Arab Saudi tidak membuka akses pelaksanaan haji 2020 untuk seluruh negara di dunia hingga Selasa. Untuk itu, pemerintah menganggap tidak ada lagi waktu yang cukup untuk menunggu kelanjutan keputusan Arab Saudi.

"Sebab, tanggal 26 Juni telah disepakati sebagai jadwal pemberangkatan awal jemaah haji Indonesia," katanya.

Menurut Fachrul, keputusan ini diambil setelah melakukan komunikasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi VIII DPR RI.(sanca)




Sumber : idntimes.com







Jakarta, SancaNews.Com - Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) diputuskan bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.


Jokowi dan Menkominfo terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.


"Iya, baru diputuskan tadi siang," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Abdul Manan kepada redaksi, Rabu (3/6).


AJI bersama Pembela Kebebasan Berkresi Asia Tenggara (SAFEnet) Indonesia menggungat kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada tahun lalu. Sebagai tergugat adalah Presiden dan Menkominfo.


"Mengabulkan guguatan para tergugat untuk seluruhnya," isi putusan yang dibacakan Majelis Hakim pada poin pertama. Dalam putusan perkara nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta itu, hakim juga memerintahkan pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.


"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.


Selanjutnya, pemerintah diwajibkan untuk memuat permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan. Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan.


Redaksi permohonan maaf, kami pemerintah RI dengan ini menyatakan: "Meminta maaf kepada seluruh pekerja pers dengan WNI atas tindakan kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat".


Dan apabila pemerintah melakukan upaya banding, hakim menyebut vonis ini tetap dapat dilaksanakan, "Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum," kata dia.


Pada 19 Agustus 2019 pemerintah membatasi kebebasan internet warga Papua dan Papua Barat dengan dalih untuk meredam hoax atas kericuhan di dua daerah itu. Pelambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh pada 21 Agustus 2019.


Lucunya, kebijakan itu dilakukan hanya melalui siaran pers. Dan seharusnya, pemerintah mengejar akun atau konten yang menyebar hoax tersebut, bukan malah menutup internet yang banyak merugikan masyarakat.




Sumber : rmol.id




Jakarta, SancaNews.Com  Sudah hampir 4 tahun sejak Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) masih berlangsung dan sejauh mana kemajuan pembangunannya?


Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Chandra Dwiputra menyebut progres pembangunan KCJB mencapai 48,9%. Pengerjaan proyek terus dilakukan meski di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).


"Saat ini progres telah mencapai 48,9%. Semua pekerjaan konstruksi terus berlanjut di sepanjang trase Jakarta-Bandung," kata Chandra, dilasir detikcom, Rabu (3/5/2020).


Sementara pembebasan lahan sudah 100% sejak akhir Mei 2020 lalu. Meskipun dari lahan yang sudah bebas tersebut masih diperlukan pengerjaan relokasi utilitas termasuk pengembangan masyarakat di wilayah yang terkena dampak.


"Penyelesaian lahan sudah tuntas di akhir Mei 2020, namun kami masih perlu melakukan banyak sekali relokasi utilitas, termasuk fasos fasum (fasilitas sosial dan fasilitas umum) disepanjang trase KCJB," ucapnya.


Sejumlah titik sedang dikerjakan secara intensif seperti di area Halim dan di area Cikarang sedang pembangunan portal beam dan pemasangan box girder. Selain itu, pembangunan stasiun lainnya seperti Karawang, Walini dan depo di Tegalluar juga sedang dikebut.


Mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan proyek tersebut bisa rampung September 2022.


"Deadline Jakarta-Bandung tetap September 2022 harus bisa jadi sebagai target," ucap Erick, Jumat (29/5).


Target tersebut molor dari target awal yang direncanakan bisa selesai dan beroperasi pada Desember 2021. Hal itu dikarenakan adanya pandemi virus Corona yang membuat terbatasnya tenaga kerja karena beberapa tenaga kerja China tidak bisa balik ke Indonesia.


"Adanya keterbatasan dari sisi tenaga kerja, seperti beberapa tenaga ahli dan Top Management dari Tiongkok belum bisa kembali ke Indonesia," kata Chandra. (sanca).





Ilustrasi/Foto: Mindra Purnomo/Infografis


Jakarta, SancaNews.Com  - Isu tenaga kerja asing (TKA) dari China yang dipekerjakan di proyek kerja sama kembali menjadi sorotan tajam publik di Indonesia. Pemerintah China pun buka suara menjelaskan seputar TKA di Indonesia.


Minister Counselor Kedutaan Besar China di Indonesia Wang Liping menjelaskan jumlah gaji para pekerja China di Indonesia. Upah pekerja China umumnya US$ 30 ribu atau sekitar Rp 450 juta per tahun (dalam kurs Rp 15 ribu). Namun jumlah itu sudah ditambah biaya penerbangan dan akomodasi.


Sementara itu, menurut Wang seorang pekerja lokal di Indonesia digaji lebih murah. Jumlahnya 10% dari total gaji pekerja China.


"Seorang pekerja terampil Tiongkok pada umumnya dibayar US$ 30 ribu per tahun ditambah biaya penerbangan internasional dan akomodasi yang wajib ditanggung oleh perusahaan," ungkap Wang dalam keterangannya, Selasa (2/6/2020).


"Sementara itu seorang pekerja lokal Indonesia dibayar 10% dari total biaya pekerja Tiongkok," ujarnya.


Wang mengatakan karena mahalnya tenaga kerja China sebetulnya perusahaan pada proyek kerja sama akan mencari pekerja lokal karena gajinya lebih murah.


"Oleh karena itu, demi mengendalikan biaya, investor Tiongkok tak mempunyai alasan untuk tidak mempekerjakan pekerja lokal," kata Wang.


Hanya saja, masalah yang terjadi adalah daerah sekitar proyek biasanya tak mampu menyediakan cukup tenaga kerja yang terampil. Maka beberapa pekerja China didatangkan.


"Bagi beberapa proyek yang diinvestasikan oleh pelaku usaha Tiongkok, memang Indonesia tak mampu menyediakan cukup tenaga teknis dan pekerja terampil, makanya perusahaan Tiongkok harus menggunakan pekerja Tiongkok meskipun biayanya tinggi," papar Wang.


Wang juga bicara soal perbandingan banyaknya tenaga kerja China dengan lokal yang dipekerjakan di proyek kerja sama, berapa perbandingannya?


Soal data jumlah TKA China di Indonesia, Wang mengatakan bisa langsung mengecek ke Kementerian ketenagakerjaan. Yang jelas Wang menilai bahwa saat ini apabila dibandingkan jumlah tenaga kerja China tak seberapa jumlahnya dengan pekerja lokal.


Di kawasan industri Morowali (IMIP) misalnya, menurutnya perbandingan tenaga kerja China dengan lokal jumlahnya 1:70.


"Kalau kita lihat situasi pada saat ini, setiap pekerja Tiongkok di Indonesia setidaknya bisa menciptakan 3 lapangan kerja untuk masyarakat lokal Indonesia. Contohnya, proporsi pekerja Tiongkok terhadap pekerja Indonesia di Taman Industri IMIP adalah 1 banding 10; JD.id adalah 1 banding 70, dan Taman Industri Julong adalah 1 banding 150," ujar Wang.


Wang memaparkan TKA China di Indonesia bekerja di berbagai bidang. Mulai dari pertambangan, listrik, manufaktur, taman industri, pertanian, ekonomi digital, asuransi dan keuangan, tempat kerjanya terutama di Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa Barat.


TKA China di Indonesia, sebagian merupakan kalangan manajemen, kemudian sisanya adalah teknisi dan pekerja terampil.


Sementara itu, menurut Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian beberapa proyek kerja sama China juga menyediakan ribuan lapangan kerja.


Hingga akhir April saja tercatat 37 ribu warga lokal yang sedang bekerja di taman industri IMIP. Sementara itu di Kawasan Industri Weda Bay dalam proses konstruksinya telah mempekerjakan sekitar 8 ribu warga lokal.


"Seiring dengan kemajuan konstruksi proyek hingga masuk ke tahap produksi, akhirnya Weda Bay akan mempekerjakan 10 ribu warga lokal," ungkap Xiao. (sanca).





Sumber : detik.com




Jakarta, SancaNews.Com  - Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando akhirnya meminta maaf kepada PP Muhammadiyah terkait unggahannya di Facebook yang dianggap mendiskreditkan organisasi tersebut. Permohonan maaf disampaikan Ade lewat akun Facebooknya.


Sebelumnya, melalui akun Facebook-nya ia menyinggung soal webinar yang digelar asyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) dengan Din Syamsuddin sebagai keynote speaker.


"Isu pemakzulan Presiden digulirkan Muhammadiyah. Keynote Speakernya Din Syamsuddin, si dungu yang bilang konser virtual Corona menunjukkan pemerintah bergembira di atas penderitaan rakyat," tulis.


"Saya meminta maaf kepada PP Muhammadiyah, karena ternyata penyelenggara acara webinar yang menggulirkan isu pemakzulan Presiden adalah sebuah organisasi yang menggunakan nama Muhammadiyah, tapi  sebenarnya tidak meminta izin terlebih dulu pada PP Muhammadiyah," tulisnya lagi dalam akun Facebook-nya, Selasa (2/6/2020).


Lanjutnya, ia mengaku senang PP Muhammadiyah telah membuat pernyataan yang isinya keberatan dengan pencatutan nama organisasinya dalam webinar 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19'.


"Saya juga gembira karena PP Muhammadiyah jelas-jelas menyatakan keberatan bahwa nama Muhammadiyah dibawa-bawa dalam acara webinar tersebut. Ketua PP Muhammadiyah bahkan menganggap webinar itu dapat merusak reputasi Muhammadiyah," katanya.


Sebelumnya juga,  Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas telah buka suara tentang pencatutan nama organisasinya dalam webinar tersebut. Dia menyesalkan nama organisasi Muhammadiyah digunakan dalam penyelenggaraan webinar nasional tentang pemakzulan presiden di era pandemi virus corona (Covid-19). Kata dia, hal itu bisa merusak nama baik dan mempersulit posisi organisasi Islam yang dipimpinnya saat ini.


"Yang jadi masalah mungkin bukan seminar dan diskusinya ya, tetapi terpakai nama Muhammadiyah. Itu kan masalah sensitif, pakai nama Muhammadiyah tanpa sepengetahuan PP Muhammadiyah," ujarnya.(sanca).





Sumber : wartaekonomi.co.id








Jakarta, SancaNews.Com  - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan bahwa pemakzulan pemimpin sangat mungkin dilakukan apabila terjadi kepemimpinan represif hingga cenderung diktator.


Hal itu ditegaskan Din dalam diskusi ‘Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19’ (01/06).


Menurut Din, Pemerintah Indonesia belakangan ini tak berbeda jauh dengan kondisi tersebut. Din menegaskan, pemerintah saat ini tengah membangun kediktatoran konstitusional. Bentuk kediktatoran konstitusional ini terlihat dari berbagai kebijakan yang diterbitkan pemerintah.


Mengutip pemikir Islam modern Rasyid Ridho, Din meminta agar masyarakat tak segan melawan kepemimpinan yang zalim apalagi jika melanggar konstitusi.


“Rasyid Ridho (pemikir) yang lebih modern dari Al Ghazali menyerukan agar melawan kepemimpinan yang zalim terutama jika membahayakan kehidupan bersama seperti melanggar konstitusi,” tegas Din Syamsuddin.


Sejalan dengan itu, bagaimana dengan tuntutan rakyat yang meminta presiden mundur?. Pakar hukum tata negara (HTN) Refly Harun di akun @ReflyHZ sempat menulis: “Meminta presiden mundur itu nggak apa-apa dalam demokrasi. Yang nggak boleh, maksa presiden mundur.”


Bagaimana dengan Panglima ex Trimatra Ruslan Buton yang kini ditahan pihak kepolisian karena menyerukan permintaan agar Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya?


Mantan Menteri Kehutanan HMS Kaban menilai, menyatakan presiden mundur dilindungii konstitusi. Untuk itu MS Kaban meminta Kepolisian untuk melepaskan Ruslan Buton demi keadilan.


“Apa yang salah dari Ruslan Bhuton, jika rakyat sudah tidak percaya kepada Presiden. Siapapun Presidennya,mundur. Ada Tap MPRnya. Adapun ada proses itu teknis, tapi mengatakan Presiden mundur itu dilindungi konstitusi. Kapolri sebaiknya lepaskan Ruslan Bhuton. Demi Keadilan,” tulis MS Kaban di akun @hmskaban.


Di sisi lain, guru besar pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Yusuf Leonard Henuk mengecam pendapat Din Syamsuddin. Yusuf bahkan menuding seminar “pemakzulan presiden” hanya untuk menghibur barisan sakit hati.


“Tak masalah mau kata “Pemakzulan Presiden” hanya untuk menghibur hati semua “barisan sakit hati” yang perlu terus dicerahkan publik bahwa hanya masuk”kaum minoritas” di @DPR_RI jadi “bacot” di seminar & kini webinar nasional untuk bacot ramai-ramai di luar parlemen obat rasa sakit,” tulis Yusuf Henuk di akun @ProfYLH.


Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen, mengatur soal pemberhentian presiden ataupun wakil presiden.


Di Pasal 7A, disebutkan presiden atau wapres dapat diberhentikan jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, serta terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden.


Pemberhentian presiden dan wapres dalam masa jabatan dilakukan oleh MPR atas usul DPR. Usul pemberhentian dari DPR dapat diajukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat bahwa presiden dan wakil presiden melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden. (sanca)




Sumber : idtoday.co


Menteri Keuangan Sri Mulyani

Jakarta, SancaNews.Com  - Transparansi pemerintah dalam penanganan pandemik Covid-19 hingga saat ini masih dipertanyakan publik. Baik dari angka pasien yang terjangkit virus hingga alokasi anggaran penanganan masih abu-abu.


Berkenaan dengan anggaran, pemerintah sebelumnya mengumumkan adanya pemberian stimulus sebesar Rp 405,1 triliun guna penanganan virus yang berasal dari Wuhan, China ini. Namun beragam pertanyaan pun masih menghantui publik.


"Ke mana aliran duit darurat corona Rp 405 triliun? Katanya di-top up hingga Rp 600 triliun," ujar aktivis Haris Rusly Moti di akun Twitternya, dirilis rmol.id. Selasa (2/6).


Berkenaan dengan hal itu, mantan Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Universitas Gadjah Mada (UGM) ini akan segera menyurati Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk meminta rincian penggunaan alokasi anggaran tersebut.


"Minggu depan saya dan Salamuddin Daeng (Analis Ekonomi dari AEPI) akan gunakan hak konstitusional sesuai UU 14/2008/Keterbukaan Informasi Publik untuk surati Menkeu meminta rincin penggunaan tiap sen duit corona," tegasnya.


Dalam pemaparan pemerintah sebelumnya, besaran anggaran Rp 405,1 triliun tersebut akan dialokasikan ke sejumlah bidang.


Bidang Kesehatan mendapat jatah sebesar Rp 75 triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.


Kemudian jaring pengaman sosial atau social safety net Rp 110 triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik.


Anggaran tersebut juga digulirkan untuk insentif perpajakan dan KUR sebesar Rp 70,1 triliun, serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 150 triliun.(sanca).




SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.