Januari 2021


Jakarta, SN – Kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) harus menjadi perhatian serius Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Hal itu penting disikapi agar kinerja kapolri baru tersebut tak ada hambatan ke depan.

 

Setidaknya, ada tiga alasan pengusutan penembakan enam laskar FPI harus dituntaskan Jenderal Listyo Sigit dari kacamata Indonesia Police Watch (IPW).

 

Pertama, Komnas HAM telah menyampaikan hasil investigasi dan sejumlah rekomendasi kepada Presiden Jokowi. Salah satunya meminta agar ada penyelidikan lebih lanjut ihwal unlawfull killing empat laskar FPI dan penegakan hukum dengan pengadilan pidana.

 

"Alasannya, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian. Komnas HAM juga merekomendasikan agar kasus itu dilanjutkan ke pengadilan pidana," kata Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/1).

 

Kedua, pengusutan tersebut penting mengingat kapolri terdahulu, yakni Jenderal Idham Azis telah membentuk tim khusus terdiri Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri menindaklanjuti temuan serta rekomendasi Komnas HAM. Namun hingga kini tim ini belum menunjukkan hasil memuaskan.

 

Ketiga, adanya Perkap 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Menurut Perkap itu, setiap kasus penembakan harus dipertanggungjawabkan polisi penembak.

 

"Sehingga eksekutor penembakan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai Perkap 1/2009, terutama anggota Polri yang mengeksekusi 4 laskar FPI yang sudah tertangkap tapi tidak diborgol itu," sambungnya.

 

Bagaimana pun, kata dia, pelaku penembakan ini patut diusut tuntas agar dapat ditemukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di kepolisian. Menurut Pasal 13 ayat 1 Perkap 1/2009, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.

 

Sehingga dengan adanya tranparansi siapa pelaku eksekusi terhadap laskar FPI ini menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi Polri ke depan.

 

Dengan adanya pengusutan lebih lanjut dalam kasus ini, bisa diketahui, apakah eksekusi laskar FPI itu telah sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seperti yang diamanatkan Perkap, utamanya legalitas yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), prinsip preventif dan prinsip masuk akal (reasonable).

 

"Selain itu perlu diungkap, siapa pejabat yang memerintahkan para polisi itu untuk menguntit Rizieq dan laskar FPI, apakah dalam perintah penguntitan itu ada perintah penembakan. Bukankah penguntitan adalah tugas intelijen?" tandasnya. []




Jakarta, SN – Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon digugat DPD Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Kota Tangerang. Fadli Zon selaku Ketua DPP IKM dinilai merugikan pemohon terkait surat pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang yang melenceng dari AD/ART organisasi.

 

Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (SIPP Jakpus), Minggu (31/1/2021), di mana kasus bermula saat Fadli Zon menerbitkan Surat DPP IKM Nomor 042/um-DPP IKM/JKT/XII/2020 tertanggal 29 Desember 2020 Perihal Surat Pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang. SK ini ditentang oleh DPD IKM Kota Tangerang. Gugatan pun dilayangkan ke pengadilan.

 

Gugatan itu terdaftar di PN Jakpus dengan nomor 60/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst, Duduk sebagai penggugat adalah Ketua DPD IKM Kota Tangerang, Indra Jaya. Sedangkan tergugat yaitu Dr Fadli Zon SS MSc dan Nefri Hendri (Sekjen DPP IKM).

 

Berikut tuntutan DPD IKM Kota Tangerang: 

Bahwa klien kami merasa dirugikan baik secara materil dan imateril atas Surat DPP IKM Nomor : 042/um-DPP IKM/JKT/XII/2020 tertanggal 29 Desember 2020 Perihal Surat Pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar IKM (Ikatan Keluarga Minangkabau).

 

Bahwa berdasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa "tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

 

Sebagaimana diketahui, kiprah Fadli Zon sebagai Ketum DPP IKM cukup kontroversial. Salah satunya saat ia mengusulkan nama Provinsi Sumatera Barat berganti nama menjadi Provinsi Minangkabau. Fadli Zon mengatakan wacana perubahan nama itu bukan hal baru. Fadli yang merupakan keturunan Minang, setuju nama Sumatera Barat itu diganti. Apalagi, kata dia, kondisi saat ini sangat relevan.

 

"Nama 'Minangkabau' memang jauh lebih tepat dipakai jika ditinjau dari sisi sejarah dan kebudayaan. Apalagi, secara demografis, 88,35 persen masyarakat yang hidup di Sumatera Barat memang berasal dari etnis Minangkabau," ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).

 

"Usulan perubahan tersebut bukan didorong sentimen etnisitas yang dangkal. Kita tahu, nama Aceh, Papua, atau Bali, juga sejak lama telah digunakan sebagai nama provinsi. Dan itu ada hubungannya dengan keistimewaan sejarah, budaya, dan identitas yang melekat pada etnis bersangkutan. Saya menilai, masyarakat Minangkabau juga layak mendapatkan kehormatan serupa itu," ujar dia.

 

Dia pun membeberkan sejumlah alasan nama Sumbar ayak diganti menjadi Minangkabau. Atas dasar itu, Fadli menilai pantas orang Minang mengusulkan pergantian nama Sumatera Barat. Bahkan, dalam pemahaman Fadli, Minangkabau layak menjadi daerah istimewa.

 

"Bahkan, mengingat peran kesejarahan tadi, pemerintah sebenarnya pantas juga untuk mempertimbangkan Minangkabau menjadi daerah istimewa, sama seperti halnya Aceh, Papua, dan Yogyakarta. Tapi, untuk tahap awal, saya kira usul perubahan nama 'Sumatera Barat' menjadi 'Minangkabau' ini perlu didahulukan," ujar Fadli.

 

"Kita pernah mengubah nama Ujung Pandang menjadi Makassar, nama yang lebih dekat dengan identitas masyarakat setempat. Nama resmi Aceh bahkan pernah beberapa kali diubah. Begitu juga Irian Jaya diganti nama dengan Papua di zaman Presiden Abdurrahman Wahid. Sehingga, usulan perubahan nama 'Sumatera Barat' menjadi 'Minangkabau' merupakan hal yang lumrah dan lazim," sambung Fadli. (dtk)



Jakarta, SN – Mantan Komisioner Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang sempat mendapat perlakuan rasial oleh relawan Joko Widodo-Maruf Amin, kini malah akan dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan tuduhan yang sama.

 

Laporan itu akan dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri dari Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) pada Senin besok (1/2). Pada Sabtu kemarin (30/1), mereka sudah membuat laporan ke Bareskrim Polri, tapi gagal.

 

Menanggapi itu, ahli hukum tata negara, Refly Harun merespon dengan beberapa pendapatnya atas sikap yang dilaporkan oleh PPMK kepada Pigai setelah Pigai mendapatkan tindakan rasialisme.

 

Menurut Refly, sebuah penghinaan harus ditunjukkan kepada orang secara langsung. Seperti Ambroncius Nababan yang menyampaikan secara jelas untuk Pigai dengan menyertakan gambar.

 

Selain Ambroncius kata Refly, Abu Janda pun juga mengatakan secara jelas bahwa itu adalah Pigai.

 

"Jadi hukum itu kadang-kadang tidak hanya fakta yang tertulis ya, tapi juga interpretasi dari apa yang dituliskan itu. Jadi faktanya serangan kepada Pigai, tapi interpretasi nya nanti kita lihat ahli bahasa dan ahli-ahli lainnya," ujar Refly Harun dalam video yang diunggah di akun YouTube Refly seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/1).

 

Akan tetapi, katanya, apa yang disampaikan oleh Pigai bukan sebuah pernyataan serangan langsung yang ditunjukkan kepada seseorang.

 

"Nah kalaupun misalnya dia mengkritik Presiden Jokowi, ya saya melihat dalam konteks mengkritik ya. Dan kata-kata babu itu tidak dikaitkan dengan suku Jawa malah. Malah dikaitkan dengan suku di luar Jawa," jelas Refly.

 

"Tapi karena tidak spesifik, kalau menurut saya ya, tidak spesifik, ya sudah kalau mengatakan bahwa dia menghina seluruh suku di luar pulau Jawa. Karena tidak spesifik. Paling tidak saya misalnya ya merasa tidak menyinggung orang dari Sumatera Selatan ya," sambungnya.

 

Refly pun mengaku tidak suka dengn sikap saling adu mengadu. Karena menurutnya, sebuah bangsa tidak produktif.

 

"Jadi, kalau saya pribadi bisa nggak kita mengakhiri adu mengadu ya, tetapi, kemudian kita menggunakan sikap gentleman agar besok-besok tidak lagi melakukan penghinaan apalagi yang sifatnya direct attack,, langsung ke orangnya," terangnya.

 

Akan tetapi masih, kata Refly, sebuah kritis merupakan tanggung jawab sebagai warga negara

 

"Jadi, memang jadi tidak mudah karena ya kita masih mengalami demokrasi yang gagap ya, demokrasi yang sangat sulit mentolerir perbedaan, tetapi penuh atau inflasi dengan hinaan, nah ini susahnya," pungkasnya. (*)




Jakarta, SN – Pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada Senin (25/1) lalu. Menyusul hal itu, mencuat polemik soal uang wakaf yang terkumpul, hingga ada tudingan dana tersebut akan masuk ke dalam APBN untuk pembiayaan negara.

 

Staf Ahli Menteri Keuangan Suminto kemudian menjelaskan, seluruh dana yang terkumpul dari wakaf uang nasional ini sepenuhnya masuk ke badan-badan yang mengurus dana wakaf. Salah satunya Badan Wakaf Indonesia.

 

"Jadi, tidak ada dana wakaf itu yang masuk ke pemerintah atau APBN. Sehingga tidak ada sama sekali dana wakaf digunakan untuk biaya APBN atau proyek infrastruktur," kata Suminto dalam Media Briefing GNWU secara virtual, Jumat (29/1).

 

Seolah ingin menegaskan kembali soal pengelolaan dan dari Gerakan Nasional Wakaf Uang yang tak masuk sistem keuangan negara, Sri Mulyani kemudian menyitir dua ayat Alquran. Pertama, surat Al Hujurat ayat 6, menjelaskan tentang berita yang berasal dari orang fasik.

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

 

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

 

Selain itu, Sri Mulyani juga menyitir Alquran surat Al Hujurat ayat 12, yang membahas tentang berburuk sangka atau su'udzon.

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

 

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. 

 

Disebut Kadrun dan Jualan Ayat 

Pada saat penyampaian Gerakan Wakaf Uang, Sri Mulyani nampak mengenakan kerudung. Penampilan tersebut dinilai sebagai drama dan buruknya komunikasi pemerintah

 

"Penyampaian seperti drama, Menteri Sri Mulyani yang biasanya enggak berkerudung, tapi saat menyampaikan berkerudung. Seperti artis kalau setiap bulan ramadhan tiba-tiba berkerudung. Proses komunikasi ini sudah gagal," kata Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf.

 

Netizen juga ramai mengomentari penampilan Sri Mulyani mengenakan kerudung dan unggahannya yang mengutip ayat-ayat kitab suci. (gelora)








Jakarta, SN – Eks Wakil Ketua Umum PBNU KH. As'ad Said Ali mengomentari sosok Permadi Arya atau Abu Janda yang menurutnya kerap mengenakan atribut NU tetapi sering menimbulkan kegaduhan.

 

Terlebih lagi, belakangan ini Abu Janda dikecam berbagai pihak karena dituding menyebut Islam agama arogan dan melakukan rasisme terhadap Natalius Pigai.

 

Menyoroti polemik tersebut, Kiai As'ad Said Ali menyarankan agar PBNU mengambil sikap tegas terhadap Abu Janda.

 

Sebab menurutnya Abu Janda sudah memanfaatkan nama besar NU dan tidak lagi bisa dibiarkan karena bisa merusak keutuhan.

 

"Sebagai warga Nahdliyin, saya menyarankan sudah saatnya PBNU secara resmi bersikap tegas terhadap Abu Janda. Dia memanfaatkan nama besar NU untuk kepentingan pribadi, jangan dibiarkan karena akan merusak keutuhan NU," kata Kiai As'ad Said Ali dikutip Suara.com dari laman resmi NU, nu.or.id, pada Minggu (31/1/2021).

 

Kiai As'ad Said Ali dikabarkan pula sebelumnya sudah sempat bertanya kepada pimpinan GP Ansor soal Abu Janda. Dia bertanya seusai mendapati Abu Janda selalu berbicara ngawur tentang NU.

 

Melihat hal itu, Kiai As'ad Said Ali bahkan menyebut Abu Janda adalah seorang penyusup di tubuh NU atau Ansor.

 

"Kesimpulan saya dia penyusup ke dalam Ansor atau NU, sehingga perlu ditelusuri kenapa bisa ikut pendidikan kader Ansor atau Banser," tegasnya.

 

Lebih lanjut, Kiai As'ad Said Ali menduga Abu Janda bisa diterima karena adanya rekomendasi seorang tokoh NU. Tokoh tersebut kata dia pasti mempertimbangkan prasangka baik sehingga tidak mengecek backgroud Abu Janda.

 

Selain itu, Kiai As'ad Said Ali menyatakan bahwa pimpinan Banser sudah menegur Abu Janda untuk tidak lagi berbicara perihal NU maupun Ansor. Namun, persoalannya adalah Abu Janda pernah memakai atribut Banser sehingga banyak orang menganggap dia bagian dari NU.

 

"Padahal fikrah dan akhlaknya bukan pengikut Aswaja (Ahlusssunah wal Jamaah)," kata Kiai As'ad Said Ali.

 

Menurut Kiai As'ad Said Ali, kerusakan provokasi yang ditimbulkan akibat Abu Janda di lingkungan NU cukup besar. Kata dia, beberapa pondok pesantren merasa terusik.

 

Bahkan, tidak sedikit pula yang kemudian menjauhi struktur NU karena pernyataan Abu Janda sering bertolak belakang dengan fikrah An-Nahdliyah.

 

"Saya mensinyalir ada Abu Janda- Abu Janda lain yang berpura-pura membela NU melalui media sosial tetapi sesungguhnya musang berbulu domba," tandas Kiai As'ad Said Ali.

 

Abu Janda Bukan Pengurus Ansor 

Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor Luqman Hakim menegaskan bahwa Abu Janda bukan pengurus Ansor.

 

Meski begitu, Abu Janda berstatus sebagai anggota Banser karena telah mengikuti serangkain Diklatsar di Magelang, Jawa Tengah, beberapa tahun lalu.

 

"Sebelum menjadi anggota Banser, Abu Janda sudah aktif di media sosial. Namun, aktivitasnya bersifat personal, bukan mewakili sikap resmi organisasi," terang Luqman Hakim menegaskan.

 

Abu Janda Tidak Ada Hubungan dengan Ansor 

Dalam catatan NU Online, berdasarkan berita pada 9 Januari 2017, isu soal akun media sosial Abu Janda yang kerap mengatasnamakan NU kerap diperbincangkan.

 

Kala itu, ada dua akun yang disorot yakni Abu Janda NU dan halaman Ustad Abu Janda Al-Boliwudi.

 

Tulisan Abu Janda diikuti banyak orang. Namun, tidak sedikit pula yang menentang dan memusuhinya sehingga timbul perdebatan di kolom komengtar.

 

Saat itu, Kepala Satuan Koordinasi Nasional (Ksatkornas) Banser H. Alfa Isnaeni almarmuhm menyatakan bahwa akun Facebook 'Abu Janda NU' tidak ada hubungan sama sekali dengan GP Ansor maupun Banser.

 

Pasalnya, watak dari Ansor dan Banser tidak sesuai dengan apa yang tercermin dari akun tersebut. [sc]




Jakarta, SN – Dukungan dari akar rumput terus berdatangan untuk DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang melaporkan akun @permadiaktivis1, yang selama ini diduga dikuasai oleh Permadi Arya alias Abu Janda.

 

Salah satunya dari DPD KNPI Porvinsi Riau. Ahmad Andi Bahri sebagai ketua caretaker KNPI Provinsi Riau menegaskan dukungan penuh langkah Ketua Umum KNPI Haris Pertama cs yang membuat laporan ke Bareskrim Mabes Polri pada Kamis lalu(28/1).

 

"Kita DPD KNPI Provinsi Riau mendukung dan mengawal laporan yang dilakukan ketua umum,” tegas pria yang akrab disapa Andi Banjir itu kepada wartawan, Minggu (31/1).

 

Di mata Andi Banjir, apa yang dilakukan akun @permadiaktivis1 adalah sikap rasisme yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Penghinaan pada warna kulit merupakan penodaan terhadap prinsip kebhinnekaan dan Pancasila yang mengamanahkan untuk saling menghargai perbedaan suku, agama ras dan antar golongan.

 

Selain itu, apa yang dilakukan Abu Janda membuat kerja keras Presiden Jokowi untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa ini seolah sia-sia

 

Atas dasar tersebut, Andi Banjir menilai langkah ketua umum KNPI Haris Pertama melaporkan Abu Janda sudah tepat.

 

"Kami berharap Polri serius dalam permasalahan ini, demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa." tutupnya. (rmol)



Jakarta, SN – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Deli Serdang melaporkan pegiat media sosial (medsos) Permai Arya alias Abu Janda dan Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Yusuf Leonard Henuk ke Polresta Deli Serdang, Sumatera Utara.

 

Laporan disampaikan ke Mako Polresta Deli Serdang, Jumat kemarin 29 Januari 2021. Hal itu terkait dengan posting-an di akun Twitter Abu Janda dan Prof. Henuk yang dinilai rasisme terhadap mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.

 

“Menurut kami unggahan itu merupakan bentuk rasisme,” sebut Sekretaris KNPI Deli Serdang Ronggur Raja Doly Simorangkir pada Sabtu 30 Januari 2021.

 

Ronggur meminta Kepolisian di Polresta Deli Serdang untuk segera melakukan proses hukum terhadap Prof. Henuk dan Abu Janda dinilainya melanggar hukum dan layak dijebloskan ke penjara atas cuitan yang tidak pantas itu.

 

Dengan laporan ini, Ronggur meminta agar Kapolri Jendral Pol. Listyo Sigit Prabowo segera menuntaskan dan menghukum oknum melakukan tindakan rasisme tersebut.

 

"Ini yang bagi Kapolri baru untuk menuntaskan persoalan rasisme yang berpotensi memecah belah kesatuan anak Bangsa," sebut Ronggur.

 

Sedangkan untuk Prof. Henuk kata Ronggur menjadi tugas terhadap Rektor USU baru, Dr Muryanto untuk dapat memberikan sanksi akademik. Sosok seorang guru besar Fakultas Pertanian USU tidak mencerminkan orang yang pintar dalam menyampaikan cuitannya di Twitter.

 

"Begitu juga dengan Rektor USU yang baru dilantik, ini tantangan bagi beliau untuk menertibkan guru besar tersebut agar lebih hati-hati bermedia sosial, sehingga tidak membuat gaduh dan menjaga nama baik kampus," tutur Ronggur.

 

Sementara itu Kapolresta Deli Serdang, Kombes Pol. Yemi Mandagi SIK mengakui sudah menerima laporan tersebut ."Akan kami pelajari dan tindak lanjuti,” kata Yemi. (gelora)

 

Ketua Fraksi PDIP DKI, Gembong Warsono/dtk


Jakarta, SN
– Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat gurauan bahwa jalanan di Jakarta tak macet saat jam 2 pagi. PDI Perjuangan (PDIP) menilai Anies bingung mau berkomentar soal kemacetan Jakarta.

 

"Anies bingung, mau komentar apa tentang kemacetan, karena fakta memang apa yang digambarkan dalam peluncuran buku itu memang betul adanya," kata Ketua Fraksi PDIP DKI, Gembong Warsono kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021).

 

Oleh sebab itu, Anies hanya berkelakar soal kemacetan Jakarta. Sehingga, kata Gembong, tak ada yang bisa menangkis kelakar Anies.

 

"Maka yang dilakukan oleh Pak Anies ya hanya berkelakar, bahwa jam 2 Jakarta tidak macet, dan itu memang tidak ada yang bisa menyangkal," ujarnya.

 

Lantas, Gembong justru berbalik bertanya ke Anies. Apakah jam 2 pagi waktunya aktivitas warga Jakarta, Pak Anies?

 

"Namun demikian potret kemacetan yang digambarkan tersebut kan pada saat aktivitas warga Ibu Kota. Pertanyaannya kepada Pak Anies, apakah jam 2 itu waktunya aktivitas warga?" imbuhnya.

 

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan Jakarta sering mendapatkan citra tentang kemacetan. Anies tidak sepakat dengan pernyataan tersebut.

 

"Lalu tentu Jakarta adalah kota yang diasosiasikan dengan kemacetan. Jalan-jalan di Jakarta diasosiasikan dengan kemacetan. Padahal sebetulnya kalau Jakarta kemacetan itu nggak betul juga sih. Tergantung jamnya," kata Anies dalam acara 'Launching Buku Potret Jakarta 2020: Kolaborasi Melawan Pandemi' yang disiarkan secara virtual, Sabtu (30/1/2021).

 

Menurut Anies, jalan di DKI Jakarta sepi pada jam 2 pagi. Ia pun bergurau sambil mengajak peserta peluncuran buku jalan pada jam 2 pagi agar terbebas dari macet.

 

"Jam 2 pagi Jakarta itu sepi. Jadi, kalau bebas macet, jalanlah jam 2 pagi. Nggak ada kendaraan di situ," guraunya. (dtk)




Jakarta, SN – Rencana pemerintah mengumpulkan dana masyarakat melalui Wakaf Uang maupun cara-cara lainnya masih belum henti mendapat kritik. Terlebih dana masyarakat yang terkumpul itu nantinya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

 

Seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa hari lalu, dana wakaf senilai yang bisa mencapai Rp 597 miliar tersebut dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

 

Pernyataan ini seolah menunjukkan pemerintah sudah tak memiliki cara lain untuk bisa mendapatkan dana untuk menjalankan program mereka. Padahal, menurut aktivis Petisi'28, Haris Rusly Moti, pemerintah bisa saja menarik dana hasil korupsi yang diparkir di luar negeri.

 

"Sobat, bingung lihat cara Pak @jokowi, LBP, & Menkeu @smindrawatii nyari tambalan anggaran yang dicolongin. Tax amnesty, gagal. Bikin Sovereign Wealth Fund (SWF), hingga Dana Wakaf," ucap Haris Rusly Moti melalui akun Twitter pribadinya, Sabtu (30/1).

 

"Kenapa pusing? Bukannya duit nyolong buanyak disimpan di luar? Rp 11.000 triliun kenapa tak dicolek?" tambahnya.

 

Haris Rusly pun seolah 'menantang; pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, untuk menyita uang hasil tindak pidana yang disimpan di luar negeri. Agar pemerintah tak pusing lagi hingga harus merayu masyarakat ikut 'menyumbang' dana pembangunan.

 

"Saya yakin jika Presiden @jokowi berani sita uang Rp 11.000 triliun hasil korupsi, pembabatan hutan, & eksploitasi tambang, yang disimpan di luar negeri, yang datanya di kantong @jokowi, seluruh rakyat akan nobatkan @jokowi sebagai manusia setengah dewa (lagu @iwanfals)," tandasnya. (gelora)




Jakarta, SN – Desakan agar Polri segera menangkap Permadi Arya atau yang dikenal dengan nama Abu Janda karena pernyataannya terhadap mantan Komisionr Komnas HAM asli Papua, Natalius Pigai, terus bermunculan.

 

Salah satunya disuarakan Ketua DPD KNPI Kabupaten Merauke, Simon Petrus Balagaize.

 

Menurut Simon, tindakan rasisme dapat memicu perasaan diskriminatif bangsa Papua dalam bingkai NKRI. Sehingga melahirkan sangat banyak pergerakan-pergerakan yang menginginkan bangsa Papua untuk keluar dari NKRI.

 

"Sampai dengan hari ini bangsa Papua selalu merasa terdiskrimininasikan di dalam bingkai NKRI, sehingga wajar saja jika cukup banyak muncul pergerakan yang ingin Papua keluar dari NKRI," ucap Simon kepada Kantor Berita RMOL Papua, Sabtu (30/1).

 

"Maka seyogyanya seluruh elemen dalam negara ini secara bahu membahu membangkitkan rasa percaya diri bangsa Papua. Sehingga kami merasa bahwa kami bangsa Papua juga merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia,” sambungnya.

 

Dirinya pun berharap pihak kepolisian dapat menindak tegas oknum-oknum rasis yang berpotensi memecah belah keutuhan NKRI seperti Abu Janda.

 

“Saya berharap kepolisian dapat menindak tegas Permadi Arya karena sudah bertindak rasis kepada Natalius Pigai yang merupakan putra asli Papua. Juga menindak tegas siapapun yang rasis, demi keutuhan NKRI,” pungkasnya. []




Jakarta, SN – Permadi Arya a.k.a Abu Janda tetap merasa hidupnya sudah benar usai melontarkan pernyataan bernada rasis kepada Natalius Pigai.

 

Seperti diketahui, Abu Janda mengejek Natalius Pigai dengan ejekan rasis dengan menyinggung soal evolusi.

 

"Kau @NataliusPigai2 apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belom kau?" tulis Abu Janda di Twitter.

 

Cuitan tersebut ditulis Abu Janda saat membela Jenderal Hendropriyono yang kapasitasnya dipertanyakan oleh Pigai. Cuitan itu kini sudah dihapus.

 

Namun, Abu Janda rupanya tetap mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Selain dari kawannya Denny Siregar, dia juga mendapat dukungan dari pastor Gilbert Lumoindong.

 

Menurut Gilbert, kata 'evolusi' yang disebut Abu Janda dalam cuitan rasisnya ke Pigai bersifat multitafsir. Ia juga menyebut bahwa soal apakah ada unsur penghinaan di dalam cuitan itu, hanya Abu Janda sendiri yang tahu.

 

Lebih jauh, Gilbert juga menganggap bahwa Abu Janda sudah khatam perkara minoritas-mayoritas dan juga sangat mencintai NKRI.

 

"Mungkin kita (mesti) tahu dulu siapa Abu Janda. Yang pertama Abu Janda adalah orang yang sangat mencintai republik ini. Dan sebagai seorang yang beragama, saya lihat beliau adalah seseorang yang dalam hidupnya mencintai Pancasila dan mencintai keberagaman termasuk agama, sosial, dan lain-lain," kata Gilbert.

 

Mendapat dukungan dari Gilbert, Abu Janda pun merasa hidupnya sudah benar, "Saat kita dibela oleh pemuka agama lain, insyaaallah kita sudah hidup dengan benar Pendeta Gilbert Lumoindong buka suara.. 'evolusi' multitafsir tidak bisa dikaitkan dengan teori Darwin. Terima kasih pak @PastorGilbertL  good bless your kind heart sir," tulisnya. (dtk)





Jakarta, SN – Mantan Mensos Juliari Peter Batubara (JPB) dianggap sengaja bungkam terkait kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020 karena takut nasibnya seperti Harun Masiku.

 

Begitu yang disampaikan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam atas sikap bungkamnya Juliari kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun kepada wartawan.

 

Saiful menduga, adanya tekanan yang dirasakan oleh Juliari. Karena, Juliari yang juga menjadi petinggi di partai politik, yaitu PDIP kemungkinannya akan banyak orang orang yang tersangkut dalam perkara yang menjeratnya saat ini.

 

"Saya kira Juliari juga sedang berhitung kekuatan, sehingga ia bisa saja memilih jalur diam daripada nasibnya tidak jelas seperti Harun Masiku, yang kuat dugaan dibinasakan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/1).

 

Padahal, kata Saiful, Juliari seharusnya untuk berkata jujur jika dirinya bukanlah pelaku utama dan ada pihak lain yang berkaitan dengannya.

 

"Buka saja, saya yakin KPK akan menilai ia kooperatif. Bukan tidak mungkin kalau KPK lurus dan benar dalam penyidikan Juliari justru akan menuntut maksimal mantan Mensos ini," ujarnya.

 

Karena masih kata Saiful, Juliari akan rugi apabila mengambil sikap bungkam, "Saya lihat kuasa hukumnya juga tidak banyak menggali tentang apakah ada keterkaitan dengan pihak lainnya. Kalau seperti ini maka justru beban berat tanggung jawab hukum berada pada Juliari, sangat kasian kalau kondisinya demikian," pungkasnya.

 

Juliari hanya dua kali dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan setelah resmi ditahan pada 6 Desember 2020.

 

Yang pertama, Juliari dihadirkan di Gedung Merah Putih pada Rabu, 23 Desember 2020. Pada saat itu, penyidik memeriksa Juliari masih sebagai saksi serta untuk penandatanganan perpanjangan massa penahanan untuk pertama kalinya.

 

Sejak pertama kali itu diperiksa, Juliari pun tidak lagi dihadirkan selama sebulan lebih lamanya di hadapan publik.

 

Hal itu dikarenakan, Juliari dianggap tidak mau membuka suara terkait perkara suap maupun keterlibatan pihak lain. Sehingga, penyidik lebih memilih mencari data informasi maupun bukti dari para saksi-saksi lainnya.

 

Akan tetapi, Juliari kembali dimunculkan kehadapan publik pada Jumat kemarin (29/1). Juliari saat itu diperiksa pertama kali sebagai tersangka.

 

Namun, Juliari hanya diperiksa selama empat jam lamanya. Sejak pukul 13.52 WIB hingga pukul 17.51 WIB.

 

Juliari pun kembali bungkam kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan itu seperti pada pemeriksaan pada satu bulan yang lalu.

 

Juliari tidak menyampaikan satu kata pun saat dilontarkan beberapa pertanyaan. Misalnya terkait dugaan keterlibatan dua politisi PDIP, Herman Herry dan Ihsan Yunus, maupun pertanyaan soal sosok "madam". (*)




Jakarta, SN – Ungkapan kebencian berbasis SARA yang dilontarkan Abu Janda menggegerkan dunia maya. Sosok yang dikenal sebagai pendukung Jokowi itu mengatakan "Islam sebagai agama arogan". Ia juga melontarkan ujaran bernada rasisme kepada Natalius Pigai.

 

Abu Janda yang memiliki nama asli Arya Permadi beberapa kali mengaku sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama (NU). 

 

Waketum PKB yang juga Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menilai apa yang sudah dilakukan Abu  Janda tentu merugikan NU.

 

"Kalau mengatasnamakan NU dan tidak sesuai visi Nahdliyin ya pasti rugi dong. Apalagi mengatakan Islam arogan, itu merusak citra NU," tutur pria yang akrab disapa Gus Jazil dalam diskusi Trijaya, dikutip Gelora,co, Sabtu (30/1).

 

Ia kemudian menegaskan bahwa meskipun Abu Janda pernah mengaku bagian dari NU, apa yang dilakukannya tidak mencerminkan nilai NU. 

 

Sebagai aktivis NU sejak kecil, Gus Jazil mengaku tidak pernah melihat Abu Janda. Artinya, bisa saja dia hanya mengaku namun tidak bisa disebut merepresentasikan NU.

 

"Dia ikut kader atau tidak. Ada anggota biasa, saya yakin dia enggak ikut pengaderan," imbuhnya.

 

Gus Jazil juga mengatakan biarkan tindakan Abu Janda diproses oleh hukum dengan semestinya. NU juga tidak akan melindungi orang yang terbukti bersalah.

 

"Saya tidak bersuudzon terhadap Abu Janda. Kalau dia NU ya tunjukkan ke-NU-annya, keanggotannya, kalau bersalah ya NU tidak akan melindungi org yang salah," pungkasnya. [] 




Jakarta, SN – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI menyinggung Permadi Arya alias Abu Janda yang belakangan ramai diperbincangkan karena kasus dugaan kasus rasisme terhadap Natalius Pigai. PWNU DKI meminta GP Ansor memanggil Abu Janda untuk klarifikasi.

 

"Selaku Ketua PWNU meminta kepada pengurus GP Ansor untuk secepatnya memanggil Abu Janda untuk meminta klarifikasi karena kami merasa terutama NU Jakarta karena dia tinggal di Jakarta itu sering dirugikan nama baik NU atas pernyataan-pernyataan Abu Janda," kata Ketua PWNU DKI, Syamsul Ma'arif, saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).

 

Syamsul mengatakan pengurus GP Ansor perlu mengecek status keanggotaan Abu Janda. Jika benar dia tercatat sebagai anggota Banser, Syamsul menilai Abu Janda perlu dinonaktifkan sementara.

 

"Maka jika Abu Janda mempunyai anggota tercatat sebagai anggota Banser maka kami Ketua PWNU meminta kepada Ansor untuk meninjau ulang keanggotaannya kalau memang pernyataan-pernyataan Abu Janda disengaja dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam ahlussunah waljamaah terutama maka bisa jadi tidak hanya peringatan keras tapi dinonaktifkan dari anggota banser," kata Syamsul.

 

"Ini demi ketertiban anggota banser karena Abu Janda sering menjadikan NU itu sebagai tameng pelindung, sebagai organisasi induknya gitu sementara saya juga bertanya nih sebenarnya Abu Janda anggota banser mana," sambung Syamsul, dilansir Detik.com.

 

Syamsul juga sudah bertanya mengenai status keanggotaan Abu Janda ke Banser DKI. Kata Syamsul, nama Abu Janda tak tercatat sebagai anggota Banser DKI.

 

"Saya ini nanya, dia ini kan aktifnya di banser ya, saya tanya ke banser DKI dia tidak tercatat sebagai anggota banser DKI, tidak ada catatannya. Maka mungkin yang punya kewenangan GP Ansor pusat untuk secepatnya memanggil Abu Janda, memberikan teguran keras kalau bisa dinonaktifkan dulu lah," ujar Syamsul.

 

Abu Janda sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan rasisme ke Natalius Pigai. Laporan itu didasarkan pada cuitan Abu Janda di Twitter yang menyinggung soal 'evolusi'.

 

Selain itu, Abu Janda juga disorot banyak pihak karena cuitannya soal 'Islam Arogan'. Cuitan Abu Janda ini berawal dari twit war dengan Tengku Zulkarnain. (sanca)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.