Juli 2021


 

SANCAnews – Respon keras yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo atas penanganan pandemi Covid-19 dari Politisi PDIP, Effendi Simbolon, disambut baik Partai Demokrat.

 

Effendi Simbolon merespon pernyataan Epidemilog Universitas Indonesia, Pandu Riono yang mengatakan Indonesia menuju jebakan pandemi di Twitter Jumat (30/7).

 

Effendi Simbolon membalas cuitan Pandu Riono dengan menyatakan bahwa persoalan pandemi adalah salahnya Jokowi yang tidak ingin menerapkan kebijakan karantina wilayah atau lockdown.

 

"Partai Demokrat menyambut baik kritik keras PDIP kepada pemerintahan Jokowi yang tidak tegas soal lockdown mengakibatkan saat ini terjadi jebakan pandemi," ujar Politisi Partai Demokrat, Andi Arief melalui akun Twitternya, Sabtu (31/7).

 

Menurut Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat ini, pernyataan Effendi Simbolon mewakili sikap PDIP yang telah sadar dengan apa yang terjadi dalam sistem tata kelola pemerintahan Jokowi, yang selama ini sudah disadari oleh pihaknya dan juga partai lain di luar pemerintah.

 

"Suara Partai Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan bak gayung bersambut, Partai Koalisi pemerintah siuman," tandasnya. (rmol)



 

SANCAnews – Ketua Umum Cyber Indonesia sekaligus politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Muannas Alaidid, mengaku, tidak jadi melaporkan Habib Abubakar Assegaf ke polisi. Hal itu terkait perseteruannya dengan Abubakar terkait tudingan Syiah.

 

"Insya Allah saya memilih makmum ikut adab para kiai dan masukan santri NU untuk tidak membawa lagi masalah Abubakar Assegaf ke proses hukum," kata Muannas yang mengirimkan tangkapan layar akun Twitter-nya kepada Republika di Jakarta, Jumat (30/7).

 

Akar masalah antara Muannas dan Abubakar terjadi di lini masa. Penyebabnya, adalah laporan yang dibuat Ketua Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN) Muhammad Rofli Mukhlis ke Polda Metro Jaya. Adapun terlapor adalah Gus Najih yang merupakan putra almarhum KH Maimoen Zubair.

 

Muannas mendukung Rofli Mukhlis dan turut mengomentari jika Gus Najih layak dilaporkan ke polisi. Kemudian, di Twitter, muncul poster Rofli Mukhlis dengan keterangan sebagai orang Bangil, Kabupaten Pasuruan, yang pernah terlibat penipuan jamaah haji.

 

Poster itu pun dikomentari Abubakar, yang merupakan tokoh NU Pasuruan, Jawa Timur. Lewat akun @abubakarsegaf, ia berkomentar," Penipus sok ngelaporin ulama. Satunya lagi Muannas, Syiah."

 

Muannas pun sempat mengomentari Abubakar dengan mengancam untuk melaporkan hal itu ke polisi jika dalam waktu 3x24 jam tidak minta maaf. Muannas membuat status itu pada Rabu (21/7) malam WIB.

 

Dalam pernyataanya, dia mengaku, jika bukan karena permintaan Ketua Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN) Muhammad Rofli Mukhlis, yang juga dihina dan direndahkan, Abubakar sudah dilaporkannya ke Bareskrim Polri, beberapa waktu lalu. Namun, hal itu urung dilakukan.

 

Muannas mengaku, akan mencoba memaafkan Abu Bakar dan tidak memproses lebih lanjut. "Situasi kita hari ini darurat, ibarat ujian tetap tenang. Modusnya selalu begitu, memecahbelah," kata Muannas.

 

Sebelumnya, Muannas Alaidid mengancam akan melaporkan Abubakar Assegaf jika tidak menghapus tuduhan Syiah terhadapnya melalui akun Twitter @abubakarasegah Rabu (21/7). Bahkan, untuk membuktikan ia bukan Syiah, Muannas mengunggah kartu NU. []



 

SANCAnews – Sebuah unggahan memperlihatkan surat pemberitahuan mengenai syarat pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Dalam unggahan tersebut diketahui bila syarat pembuatan SKCK bertambah satu, yaitu sertifikat vaksin.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pemberitahuan tersebut berasal dari Polres Metro Tangerang Kota. Warga tidak dapat membuat SKCK bila tidak menunjukkan sertifikat vaksin.

 

"Bagi pemohon SKCK agar menunjukkan kartu vaksin COVID-19, Apabila tidak dapat menunjukkan kartu vaksin COVID-19 agar segera melakukan vaksin terlebih dahulu," tulisan di surat pemberitahuan yang dilihat Indozone, Sabtu (31/07/2021).

 

Kasubag Humas Polres Metro tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim mengungkapkan bila penyertaan sertifikat vaksin dilakukan agar masyarakat mau menjalani vaksinasi. Sehingga tujuan pemerinta untuk membuat herd immunity dapat tercapai.

 

Masyarakat tidak perlu sampai vaksin dosis kedua bila ingin membuat SKCK. Bagi masyarakat yang sudah menjalani vaksinasi dosis pertama, sudah bisa mengurus surat tersebut.

 

Abdul juga mengungkapkan bila syarat tersebut berlaku untuk pembuatan baru maupun perpanjang SKCK. Untuk saat ini, penyertaan sertifikat vaksin berlaku pada pembuatan SKCK saja.

 

Namun netizen yang melihat surat pemberitahuan yang diunggah akun Instagram @polrestrotangerangkota merasa tidak senang.

 

"Hahaha ya allah gini amat Indonesia," komentar @afifgest.

 

"Yaelah..makin dipersulit aja...pdhl udh vaksin jg ga ngejamin BEBAS COVID...," komentar @rizkyvigano.

 

"Apa hal seperti ini masuk akal ? Dimana kondisinya setiap tempat vaksin tidak selalu dapat (penuh) sedangkan tingkan urgensi SKCK cukup penting," komentar @andichaeridwan. []



 

SANCAnews – Pernyataan Pandji Pragiwaksono beberapa waktu lalu sempat menghebohkan media sosial lantaran dianggap menghina Presiden Jokowi.

 

Bahkan, beberapa netizen mengatakan bahwa Pandji hanya mencari sensasi akibat sepi job di masa pandemi.

 

Pandji Pragiwaksono kemudian buka suara menanggapi tudingan tersebut melalui video yang diunggahnya di kanal Youtube pribadinya, Rabu, 28 Juli 2021.

 

Komika itu mengatakan bahwa dirinya memang dari dulu sudah biasa meroasting pemerintah dalam komedinya.

 

“Gue ngetawain presiden, pemerintahan, menteri, anggota DPR. Itu bukan sekarang dari dulu, dari dulu gua enggak kenapa-kenapa ngetawain presiden,” kata Pandji dikutip dari Terkini.id--jaringan Suara.com, Sabtu (31/7/2021).

 

Ia pun mempertanyakan kepada pihak yang tersinggung dengan ucapannya beberapa waktu lalu. Pandji juga menganggap bahwa orang yang tersinggung merupakan pendukung garis keras Jokowi.

 

“Kenapa sekarang lu (netizen) tersinggung? Karena presiden yang sekarang lu dukung? Karena lu suka sama presiden yang sekarang? Jadi, presiden sebelumnya boleh diketawain sama gue, yang sekarang presiden yang lu suka, gue enggak boleh ketawain? itu mah bukan tersinggung itu arogan,” ujar Pandji.

 

Pragiwaksono menyebut bahwa dirinya heran dengan masa sekarang yang sedikit saja netizen sudah banyak yang tersinggung.

 

Bahkan, ia mengatakan bahwa dirinya lebih senang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

“Benaran, gue enggak nyangka sama sekali, gua akui sebagai pelawak gua kangen jaman SBY,” ucapnya. []



 

SANCAnews – Dugaan penggunaan uang negara hanya untuk membiayai pengelolaan akun media sosial Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah tindakan memalukan.

 

Dugaan yang diungkap aktivis Adamsyah Wahab atau Don Adam ini pun membuat begawan ekonomi, Rizal Ramli terheran-heran.

 

"Mosok sih? Jangan ngada-ngada lho," sindir Rizal Ramli disertai emoticon tersenyum di akun Twitternya, Sabtu (31/7).

 

Bukan tanpa sebab, bila hal tersebut benar, maka akan menambah catatan merah menteri keuangan berpredikat terbaik dunia ini.

 

RR, sapaan mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini lantas menguliti beragam catatan merah yang sudah ditorehkan Sri Mulyani.

 

Salah satunya soal utang negara. Tercatat, utang pemerintah hingga 30 Juni 2021 mencapai Rp 6.554,56 triliun dengan komposisi surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.711,79 triliun dan pinjaman dalam serta luar negeri sebesar Rp 842,76 triliun.

 

"Sudah ngutang bunga super mahal, nguntit uang negara untuk urusan pribadi, impor bronton ndak bayar pajak pulak," sindir RR.

 

"Standar Eropa, Jepang udah abis nih, malu-maluin aja," tandas Rizal Ramli.

 

Dugaan akun media sosial pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikelola dengan menggunakan uang negara diungkap aktivis Pro Demokrasi (ProDEM), Adamsyah Wahab atau Don Adam, melalui unggahan di akun Twitter pribadinya, Sabtu (31/7).

 

Pada unggahannya, Don Adam turut menyertakan dua tangkapan layar berisi lowongan sebagai kontributor konten akun medsos Sri Mulyani. Lowongan tersebut diperuntukkan bagi pegawai Kemenkeu di seluruh unit eselon 1.

 

"Biro KLI (Komunikasi dan Layanan Informasi) akan menyiapkan surat tugas atau SK Tim sebagai dasar penugasan dengan periode pelaksanaan tugas hingga 31 Desember 2021," demikian bunyi lowongan yang dibagikan Don Adam.

 

"Akun media sosial pribadi Menkeu Sri Mulyani dikelola dengan uang APBN lewat belanja Biro KLI Kemenkeu, dan sekarang melalukan rekrutmen untuk bisa memiliki cyber troopers alias cyber army alias buzzeRp," tambah Don Adam. (rmol)



 

SANCAnews – Politikus PDIP, Effendi Simbolon mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.

 

Effendi menilai bahwa Presiden Jokowi sebenarnya telah menyalahi apa yang tercantum dalam konstitusi.

 

Jika merujuk ke Undang-Undang (UU), kata Effendi, Indonesia seharusnya masuk fase lockdown.

 

“Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM,” katanya pada Sabtu, 31 Juli 2021, dilansir dari Detik News.

 

Effendi menduga bahwa di awal pandemi, Pemerintah mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi.

 

Namun, ia menilai bahwa pada akhirnya, ongkos Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) justru lebih mahal.

 

Effendi mengungkapkan bahwa onglos PSBB di tahun 2020 itu bahkan lebih dari Rp1000 triliun.

 

“Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu,” kata Effendi.

 

“Sebulan Rp 1 juta aja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan aja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas kemana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” lanjutnya.

 

Effendi lantas menyinggung bahwa sudah banyak negara lain yang sukses mengatasi pandemi Covid-19 dengan menerapkan lockdown.

 

Menurutnya, penularan virus Corona itu bisa dicegah jika semua orang tetap berada di rumah.

 

“PPKM ini dasarnya apa? Rujukannya apa? Arahan Presiden? Mana boleh. Akhirnya panik nggak karuan, uang hilang, habis Rp1.000 triliun lebih,” tukas Effendi.

 

“Erick Thohir belanja, Menkes belanja. Dengan hasil 0. Minus malah. Ini herd immunity karena iman aja,” tambahnya.

 

Adapun sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat lockdown sebab semi-lockdown saja sudah membuat rakyat menjerit. []



 

SANCAnews – Kritik atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut rakyat menjerit dengan diterapkannya PPKM Darurat, juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.

 

Menurutnya, Jokowi hanya membawa-bawa nama rakyat untuk mempertegas opsi kebijakan penanganan Covid-19 yang sebenarnya tidak optimal dilakukan.

 

Jeritan masyarakat dalam melonggarkan pelaksanaan PPKM Darurat, justru dinilai Gde Siriana, memperjelas adanya persoalan dalam pemberian bantuan sosial (bansos), khususnya bantuan kebutuhan pokok (sembako).

 

"Ya rakyat menjeritlah, bansos makanannya belum diterima oleh semua masyarakat saat PPKM Darurat," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).

 

Selain lambatnya penyerahan Basos sembako, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini juga tidak melihat inisiatif pemerintah memberikan bantuan tunai secara cepat ke rekening-rekening masyarakat kurang mampu.

 

"Yang itu sudah barang tentu bisa digunakan untuk konsumsi pasca PPKM.

 

Karena itu, Gde Siriana menyayangkan pemerintah tidak bergerak dengan seharusnya dalam merespon dampak pandemi yang masih mengkahwatirkan saat ini, sehingga akhirnya masyarakat banyak yang tidak empati kepada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

 

"Jadi rakyat percaya dari awal jika dilakukan cepat (penyaluran bansos). Rakyat tidak akan menjerit kalau semua bantalan sosial disediakan sebelum PPKM. Apalagi jika paket sembako nya manusiawi," tandasnya.

 

Jokowi menyinggung perihal jeritan masyarakat saat PPKM Darurat yang berlangsung 3-20 Juli saat memberikan sambutan di acara Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/7).

 

Dalam kesempatan tersebut Jokowi menyatakan bahwa saat dilaksanakannya PPKM Darurat masyarakat sudah menjerit, solusi penanganan Covid-19 dengan cara lockdown tidak tepat.

 

"Kalau lockdown bisa kita bayangkan! Dan belum bisa menjamin juga masalah (penyebaran virus corona) selesai," ujar Jokowi.

 

Atas alasan itu, Jokowi menganggap PPKM Darurat sebagai strategi semi-lockdown. (suara)


ilustrasi masjid


 

SANCAnews – Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono melarang masjid dan musala menyiarkan berita duka melalui pengeras suara dan dialihkan ke platform atau aplikasi percakapan instan.

 

Imbauan Bupati Ngawi itu tertuang dalam surat yang bernomor 100/07.106/404. 011/2021.

 

Instruksinya supaya camat menyampaikan kepada Lurah/Kepala Desa dan RT agar berita kematian tidak disiarkan melalui pengeras suara baik di masjid maupun musala.

 

"Sehingga warga yang sedang sakit dan isolasi mandiri tidak khawatir berlebihan," tulis surat Bupati Ngawi tersebut melansir timesindonesia.co.id -- jejaring suara.com, Jumat (30/7/2021).

 

Sebagai gantinya, Bupati Ngawi mengimbau agar berita duka disampaikan secara gethok tular melalui handphone atau telepon seluler.

 

Dikeluarkannya surat tersebut, ditengarai dengan semakin tingginya angka kasus kematian Covid-19 di Kabupaten Ngawi. Selain itu juga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan imun warga Kabupaten Ngawi, tulis surat tersebut.

 

Sekretaris Desa Sukowiyono, Suharno menuturkan, di wilayahnya saat ini tidak lagi menyiarkan berita kematian atau duka melalui pengeras suara di masjid dan musala. Warga memilih menggunakan media sosial untuk mengabarkan berita duka.

 

"Berita kematian di Desa Sukowiyono tidak lagi disiarkan melalui pengeras suara. Warga sekarang pakai WA Status untuk mengabarkan berita duka, malah lebih cepat tersiar pakai itu," katanya, Jumat (30/7/2021).

 

Surat bupati tersebut, lanjut di, langsung disampaikan kepada kepala dusun dan pengurus RT. "Sekarang sudah berjalan sesuai imbauan bupati," katanya.

 

Sebelumnya Bupati Ngawi telah mengeluarkan surat terkait imbauan penyampaian berita duka di lingkungan. Surat yang ditujukan bagi Camat se Kabupaten Ngawi itu dikeluarkan pada Rabu (28/7/21) kemarin. (suara)


Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono melarang masjid dan musala menyiarkan berita duka melalui pengeras suara.
[Foto: timesindonesia.co.id]



 

SANCAnews – Rakyat Indonesia menjerit bukan saja karena kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam menekan laju pandemi Covid-19.

 

Tetapi, kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, rakyat menjerit karena mereka kebutuhan pokok mereka tidak dijamin pemerintah saat PPKM diberlakukan.

 

"Rakyat menjerit bukan karena PPKM tapi karena kebutuhannya tidak dijamin," cuit Said Didu di akun Twitternya, Jumat (30/7).

 

Said Didu mengatakan, PPKM memang beda dengan lockdown. Di mana, lockdown dapat diterapkan dengan jaminan kebutuhan rakyat dipenuhi negara.

 

"Kalau lockdown (karantina rumah) maka rakyat diminta tinggal di rumah dan seluruh kebutuhannya ditanggung negara," jelasnya.

 

Sementara, lanjut dia, PPKM yang diberlakukan pemerintah tidak memberikan jaminan kebutuhan pokok. Hal ini menjadi sebab jeritan rakyat, saat mereka butuh makan tapi negara tidak menghendaki mereka keluar rumah.

 

"Kalau PPKM, rakyat diminta tinggal di rumah tapi kebutuhannya cari sendiri," cetusnya.

 

Presiden Joko Widodo mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM Darurat dibuka.

 

tas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.

 

“PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7).

 

Presiden dua periode ini menambahkan pemerintah dengan terpaksa menerapkan PPKM Darurat untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. (rmol)




SANCAnews – Rakyat yang menjerit karena diterapkannya PPKM Darurat dijadikan alasan oleh Presiden Joko Widodo untuk mempertegas sikap pemerintah yang tidak ingin mengambil langkah lockdown.

 

Sejumlah kalangan langsung merespon pernyataan Jokowi tersebut, yang kebanyakan melontarkan kritik.

 

Namun, seorang epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyampaikan sebuah pertanyaan kepada Jokowi terkait cara yang efektif untuk mengendalikan Covid-19.

 

"Apa sih yang kita bisa lakukan untuk kendalikan pandemi yang sudah semakin mengganas ke seluruh penjuru Republik Pak Jokowi? Saya tanya serius ya Pak," ujar Pandu Riono melalui akun Twitternya, Jumat (30/7).

 

Jokowi menyinggug perihal lockdown dan PPKM Darurat saat memberikan sambutan dalam acara Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/7).

 

Dalam kesempatan tersebut Jokowi menyatakan bahwa saat dilaksanakannya PPKM Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli masyarakat sudah menjerit, sehingga ia menilai PPKM Darurat sama dengan semi-lockdown.

 

"Kalau lockdown bisa kita bayangkan! Dan (lockdown) belum bisa menjamin juga masalah (penyebaran virus corona) selesai," ujar Jokowi.

 

Atas alasan itu, Jokowi menganggap strategi karantina wilayah atau lockdown juga tidak menjamin penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat bisa dihentikan.

 

Sehingga PPKM Darurat dia anggap sebagai strategi terbaik untuk menekan laju penularan virus, dan sembari memperbaiki kondisi perekonomian domestik. (rmol)



 

SANCAnews – Jeritan rakyat terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak mengikuti perintah UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

 

Begitu yang disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang dianggap keliru soal jeritan rakyat ketika penerapan PPKM.

 

"Jokowi keliru lagi. Mengapa rakyat menjerit ketika diterapkan PPKM Darurat? Sebabnya karena rakyat tidak diberikan bantuan kebutuhan dasarnya. Jokowi tidak mengikuti dan tidak mengindahkan perintah UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).

 

Menurut Ubedilah, Jokowi enggan melakukan karantina wilayah karena menghindari tanggungjawabnya untuk memberikan jaminan kebutuhan dasar rakyat.

 

"Maka dia gunakan istilah PPKM Darurat yang tidak ada di dalam UU 6/2018 itu. Jadi logika Jokowi keliru kalau mengatakan PPKM darurat saja menjerit apalagi karantina wilayah," kata Ubedilah.

 

Argumentasi Ubedillah, penyebab rakyat menjerit di saat Jokowi terapkan kebijakan PPKM darurat, rakyatnya tidak diberi uang untuk mencukupi kebutuhan dasarnya.

 

"Berikan setiap rakyat bantuan sebesar gaji satu bulan sesuai UMP atau disesuaikan maka rakyat tidak akan menjerit ketika istirahat sebulan di rumah," sambung Ubedilah.

 

Karena masih kata Ubedilah, uang pemerintah untuk melaksanakan karantina wilayah pelaksanaan karantina wilayah ada.

 

Ia menyarankan, untuk menghentikan sementara proyek infrastruktur atau menggunakan dana saldo anggaran lebih (Silpa) senilai Rp 388 triliun.

 

"Jadi utamakan nyawa rakyat dulu, ekonomi kemudian. Rakyat sehat dulu, covid reda karena rantai penyebaran terputus selama satu bulan (karantina wilayah). Maka dengan SDM yang sehat masyarakat akan produktif dan ekonomi akan bangkit kembali," pungkas Ubedilah. []



 

SANCAnews – Pemprov DKI Jakarta menemukan 99 ribu data ganda keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan sosial COVID-19. Menyikapi hal ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersurat ke Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta validasi data penerima bansos.

 

"Masih ada data double 99.450 KPM merupakan data double dari Kemensos sehingga kami tidak bisa memberikan uang tersebut sebelum ada validasi data. Pak gubernur sudah bersurat kepada Ibu Menteri sosial untuk meminta kepastian data by name by address," kata Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari dalam diskusi virtual, Jumat (30/7/2021).

 

Premi menjelaskan, bantuan sosial yang disiapkan oleh Pemprov DKI terdiri atas bantuan sosial tunai (BST) dan bantuan sosial nontunai berbentuk beras. Total sasaran kedua bansos sebanyak 1.007.379 KPM dengan sumber pendanaan dari APBD DKI.

 

Namun, dari jutaan KPM, sampai saat ini bansos baru tersalurkan kepada 907 ribu KK karena adanya data ganda. Bansos mulai disalurkan setelah Pemprov DKI mendapatkan kepastian data KPM dari Kemensos.

 

"Yang 99.450 KPM masih kita hold juga menunggu kepastian data Kemensos," sebutnya.

 

Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI telah menyalurkan bansos nontunai berbentuk beras. Sama halnya dengan bansos tunai tahap 5 dan 6, bantuan beras dari Pemprov DKI menyasar 1.007.379 KPM. Tiap KPM akan menerima 10 kg beras jenis premium. Kendati demikian, sebanyak 99.743 KK di antaranya belum bisa diberikan karena permasalahan data.

 

Bansos beras disalurkan kepada 907.616 KK di 6 wilayah kota dan kabupaten di Jakarta. Rinciannya, Jakarta Pusat sebanyak 50.526 KK, Jakarta Utara sebanyak 181.367 KK, Jakarta Barat 73.948 KK, Jakarta Selatan sebanyak 142.029 KPM, Jakarta Timur sebanyak 457.250 KK, dan Kepulauan Seribu sebanyak 2.496 KK. (detik)



 

SANCAnews – Seorang calon bintara Polri yang mendaftar di Polres Minahasa Selatan bernama Rafael Malalangi, viral di media sosial karena namanya diganti dengan orang lain, padahal sudah dinyatakan lulus.

 

Rafael sebelumnya sudah dinyatakan lulus pada tanggal 22 Juli 2021. Saat itu, pengumuman kelulusan disampaikan melalui live streaming, dan ikut disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Rafael.

 

Namun, tujuh hari kemudian, nama Rafael hilang dari daftar nama-nama yang lulus di lembar pengumuman. Yang menyedihkan, keluarga Rafael sudah membuat syukuran sebagai bentuk rasa syukur atas kelulusan anak mereka.

 

Hal ini pun menuai atensi Anggota DPR RI Dapil Sulawesi Utara, Hillary Brigitta Lasut.

 

Hillary langsung membantu Rafael Malalangi untuk mendapatkan keadilan. Anggota DPR termuda itu menduga ada permainan orang dalam, dan meminta konfirmasi ke Kapolri serta Presiden.

 

"Mengapa terjadi seperti ini. Apakah ini ada permainan orang dalam atau gimana. Yang pasti saya akan mempertanyakan ini langsung melalui surat kepada Presiden dan Kapolri. Kok bisa jadi begini," tuturnya.

 

Usahanya pun membuahkan hasil maksimal. Rafael yang tadinya dinyatakan gagal lolos seleksi Bintara Polri, kini dinyatakan diterima dan bisa mengikuti pendidikan Bintara. Polri menambah kuota untuk Rafael.

 

Hal ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast, saat menggelar konferensi pers, Jumat (30/7/2021).

 

Keputusan ini tentu saja membuat Rafael senang karena akhirnya dia bisa menjadi seorang polisi yang merupakan impiannya.

 

“Terima kasih untuk bapak Kapolri, bapak Kapolda dan ibu Hillary yang sudah membantu saya hingga saya bisa menjadi anggota Polri dan mengikuti pendidikan tahun 2022 gelombang pertama, siap terima kasih,” ujar Rafael  lewat unggahan video di akun Instagram @hillarybrigitta.

 

Rafael juga berjanji akan mempersiapkan diri sebaik mungkin sehingga bisa menjalani latihan menjadi polisi dengan sebaik mungkin.

 

Dengan kabar baik ini, Hillary berpesan agar setiap anak-anak muda, terutama di Sulawesi Utara tidak takut bermimpi walaupun berasal dari latar belakang berbeda.

 

“Karena di Indonesia semua anak punya kesempatan yang sama untuk bermimpi dan bercita-cita selama ada semangat dan kemauan, dan yang paling penting Doa dan Iman kepada Tuhan. Salam hangat untuk semuanya. Hari yang bahagia untuk Sulawesi Utara,” imbuh Hillary.

 

Dia juga berterimakasih atas respon cepat Kapolri dan Kadiv Propam yang menambah kuota untuk Rafael sehingga bisa menjadi Bintara Polri.

 

"Terima kasih pak Kapolda karena hanya dalam 1 hari bisa menyelesaikan masalah ini dan dengan tegas mengusut masalah kelalaian oknum di bawah," pungkasnya. (indozone) 




 

SANCAnews – Artis Nikita Mirzani mengambil hikmah dari adanya pandemi COVID-19, yang tengah terjadi saat ini. Seperti yang sudah diketahui, COVID-19 telah mengambil nyawa banyak orang di Indonesia.

 

Melihat banyaknya korban jiwa karena COVID-19, Nikita mengaku merasa takut. Maka dari itu, Nikita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, ia mengaku rajin salat tahajud.

 

“Gua enggak tau umur gua sampai kapan. Gua liat banyak teman artis yang meninggal mendadak, gua takut. Gua belum siap, sampai gua punya hobi baru sekarang, salat tahajud,” kata Nikita Mirzani saat ditemui di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, belum lama ini.

 

Menurut Nikita, kapan waktu meninggal dunia tidak bisa diprediksi. Saat ini, Nikita mengaku sudah menyiapkan banyak hal terbaik untuk anak-anaknya, termasuk asuransi.

 

“PPKM ini gua berfikir mati itu gak bisa diprediksi ya. Kapan aja kita bisa mati. Makanya dari sekarang gua udah siapin, anak pertama gua dapet ini, kedua dapat ini, ketiga dapat ini,” kata Nikita.

 

“Ketiganya gua masukin asuransi, kalau gua mati satu anak bisa dapat 40 miliar, gua siapin semua. Sakit di mana pun mereka bisa berobat kemana pun. Gua gak mau kalau gua mati, anak gua terbengkalai. Harta anak-anak gua gak bisa diambil sama siapapun,” kata Nikita menambahkan.

 

Nikita Mirzani mengakui, kematian adalah nasihat yang paling ampuh. “Benar (kematian adalah nasihat yang paling ampuh). Gua memang sekarang takut mati cuy,” kata Nikita. (viva)



 

SANCAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah menerima laporan jika Sekretariat National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia sudah menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku, kader PDIP yang menjadi buronan dalam kasus suap pergantian antar waktu anggota DPR RI.

 

"Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan red notice atas nama DPO Harun Masiku," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (30/7/2021).

 

Ali menegaskan lembaga antirasuah terus berupaya mencari dan menangkap Harun Masiku. Segala upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK, kata Ali, dengan kerjasama para pihak, Bareskrim Polri, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, dan NCB Interpol.

 

Maka itu, Ali mengajak masyarakat yang mengetahui keberadaan atau informasi sekecil apapun tentang buronan Harun Masiku agar segera melaporkan ke KPK atau kepolisian.

 

"Baik di dalam maupun di luar negeri (keberadaan Harun Masiku), agar segera menyampaikan informasinya kepada KPK, Polri, Kemenkumham ataupun NCB Interpol," ucap Ali.

 

"KPK berharap bisa segera menangkap DPO Harun Masiku."

 

Dalam kasus suap ini, salah satu pihak yang dijerat KPK adalah eks komisoner KPU RI Wahyu Setiawan.

 

Terkait kasus tersebut, Wahyu Setiawan telah divonis bersalah dan kini mendekam di dalam Lapas Semarang selama tujuh tahun. Selain pidana badan, Wahyu dibebani kewajiban untuk membayar denda sejumlah Rp200 juta.

 

Wahyu menerima suap melalui dua perantara yakni Saeful Bahri dan Agustiani. Kedua perantara suap itu pun kini sudah divonis pengadilan.

 

Kemudian, Agustiani Tio Fridelina divonis empat tahun penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan.

 

Terakhir, Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan. (suara)



 

SANCAnews – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dirasa telah memberatkan masyarakat lantaran aktivitas sosial dan ekonomi yang dibatasi.

 

Tidak sedikit masyarakat yang menginginkan kebijakan tersebut dihentikan lantaran sama sekali tidak memberikan efek signifkan dalam menekan laju penyebaran pandemi Covid-19.

 

Presiden Joko Widodo mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM Darurat dibuka.

 

Atas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.

 

“PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7).

 

Presiden dua periode ini menambahkan pemerintah dengan terpaksa menerapkan PPKM Darurat untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. Lonjakan itu, kata Jokowi, terjadi akibat adanya varian baru yakni varian Delta yang sangat masif penyebarannya.

 

Menurutnya, kebijakan PPKM Darurat diambil pemerintah untuk mengatasi krisis kesehatan dan juga ekonomi.

 

“Kalau lockdown kita bisa bayangkan dan itu belum juga bisa menjamin dengan lockdown itu permasalahan menjadi selesai,” tandasnya. (rmol)



 

SANCAnews – Jeritan rakyat akan hilang jika pemerintahan Joko Widodo mau melakukan karantina wilayah atau lockdown dan membiayai semua kebutuhan rakyat.

 

Begitu tanggapan pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam menanggapi pernyataan Presiden Jokowi soal rakyat menjerit di saat kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

 

"Presiden Jokowi malah salahkan rakyat, kalau lockdown berani tidak untuk biayai rakyat tidak? Kalau berani rakyat tentu akan menerima kebijakan lockdown, tapi kalau PPKM Darurat rakyat tidak diberikan apapun, tentu rakyat akan melawan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).

 

Karena menurut Saiful, dengan menyalahkan rakyat, maka publik sadar bahwa Presiden tidak mengerti persoalan dan cenderung hanya menyalahkan rakyat berkaitan dengan penerapan kebijakan PPKM Darurat maupun lockdown.

 

"Saya kira rezim sedang ingin cuci tangan atas kegagalan penanganan Covid-19, lalu menyalahkan rakyat atas pilihan kebijakan PPKM maupun lockdown," kata Saiful.

 

Kalau pemerintah berani memenuhi kebutuhan sandang dan pangan rakyat termasuk hewan ternak kata Saiful, rakyat tentu akan mengikuti arahan pemerintah.

 

"Tapi kalau rakyat dilarang melakukan aktivitas tapi tidak dipenuhi segala kebutuhannya, sudah bagus presiden tidak diturunkan oleh rakyatnya," pungkas Saiful.

 

Presiden Joko Widodo mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM Darurat dibuka.

 

Atas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.

 

“PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7).

 

Presiden dua periode ini menambahkan pemerintah dengan terpaksa menerapkan PPKM Darurat untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. []



 

SANCAnews – Alasan pemerintah yang lebih memilih menerapkan PPKM Darurat daripada lockdown dipaparkan Presiden Joko Widodo.

 

Jokowi menganggap, strategi karantina wilayah atau lockdown tidak menjamin penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat bisa dikendalikan.

 

Sehingga PPKM Darurat dia anggap sebagai strategi terbaik untuk menekan laju penularan virus, yang juga diperuntukkan memperbaiki kondisi perekonomian domestik.

 

Penjelasan Jokowi tersebut dianggap aneh oleh Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies, Gde Siriana Yusuf.

 

"Cara berpikir Jokowi terbalik," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).

 

Menurut Gde Siriana, cara berpikir terbalik Jokowi yang begitu justr akan membuat pandemi Covid-19 di dalam negeri tidak pernah bisa ditangani sampai tuntas.

 

Berdasarkan pengamatannya terhadap strategi kebijakan di negara lain, lockdown justru dapat secara cepat menekan munculnya kasus positif baru, juga kematian akibat infeksi Covid-19 dan terjadinya kolaps rumah sakit.

 

"Kuncinya lockdown dua sampai tiga minggu. Artinya virus pada tubuh masyarakat sudah mati, kasus baru akan bisa segera dilokalisir ketika masih sangat sedikit," paparnya.

 

Selain itu, strategi lockdown juga mensyaratkan adanya pengawasan lebih lanjut di daerah yang melaksanakan, termasuk soal pembatasan orang masuk dan ke luar wilayah tersebut.

 

"Maka pengawasan ketat di perbatasan, agar virus dari luar wilayah tidak masuk, menjadi kunci keberhasilan," tandasnya.

 

Penjelasan Presiden Jokowi terkait alasan menerapkan PPKM Darurat disampaikan dalam acara Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/7).

 

Dalam kesempatan tersebut Jokowi menyatakan bahwa saat dilaksanakannya PPKM Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli masyarakat sudah menjerit, sehingga ia menilai PPKM Darurat sama dengan semi-lockdown.

 

"Kalau lockdown bisa kita bayangkan! Dan (lockdown) belum bisa menjamin juga masalah (penyebaran virus Covid-19) selesai," ujar Jokowi. [rmol]


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.