Jokowi saat bagi Bansos di depan istana jelang Pilpres lalu
JAKARTA — Beberapa kasus dugaan korupsi,
baik yang sudah terjadi maupun yang masih berlangsung, tampaknya telah menyeret
mantan Presiden Jokowi.
Selain dugaan korupsi dana bantuan sosial era Jokowi yang
saat ini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus-kasus
besar lainnya juga telah menyeretnya.
Berikut beberapa kasus yang menyeret nama Jokowi yang
dirangkum dari berbagai sumber pemberitaan:
Bansos Covid-19,
Juliari P Batubara
Kader PDIP sekaligus mantan Menteri Sosial, Juliari Peter
Batubara, menyebut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang korupsi
bansos Covid-19 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Senin,
10 Mei 2021.
Pada kasus itu, Juliari yang sebelumnya adalah Wakil
Bendahara Umum PDIP, didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan
penyedia bansos Covid-19. Selain Jokowi, Juliari yang pernah menjadi anggota
DPR Fraksi PDIP dari daearah pemilihan Jawa Tengah 1 itu juga menyebut nama
penyanyi cantik Cita Citata.
Dalam persidangan Juliari mengatakan, pada saat itu 'concern'
utama Presiden Jokowi untuk percepatan ekonomi. "Penyerapan seluruh
anggaran kementerian, bahkan 7 kementerian dengan anggaran besar sempat
dipanggil Presiden untuk segera membelanjakan anggarannya," kata Juliari.
Pada saat itu yang di pikiran Juliari adalah hanya
menjalankan perintah Presiden Jokowi. Menurut dia, ada perintah dari Jokowi
untuk segera menghabiskan anggaran terkait Covid-19.
Kasus BTS, Jhonny G
Plate
Mantan Menkominfo, Johnny G Plate, yang divonis 15 tahun
penjara dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo.
Pada salah satu sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek
pengadaan menara BTS 4G Kominfo pada hari ini, Selasa (4/7/2023) nama Jokowi
disebutkan.
Johnny Plate berkesempatan menyampaikan nota keberatan atau
eksepsinya atas dakwaan jaksa penuntut umum atau JPU kala itu.
Dalam nota keberatannya yang dibacakan oleh kuasa hukumnya di
persidangan, Johnny Plate menyeret nama Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.
Menurut kuasa hukum terdakwa, kliennya tidak berniat
melakukan perbuatan koruptif sebagaimana dakwaan jaksa, yang menarasikan
seolah-olah Johnny Plate bersama terdakwa lainnya, Anang Achmad Latif,
mengadakan proyek pembangunan menara BTS 4G dengan tujuan merampok uang negara.
“Apalagi dengan narasi inisiatif terdakwa (Johnny Plate) terjadi peningkatan target pembangunan BTS 4G, sehingga menjadi 7.904 menara BTS dalam periode 2021 sampai 2022 tanpa melalui kajian,” kata kuasa hukum Johnny Plate saat membacakan eksepsi kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).
“Padahal, faktanya program pembangunan BTS 4G 2021-2022 itu
adalah penjabaran atau pelaksanaan arahan dari Presiden RI.”
Kuasa hukum terdakwa Johnny menyebut arahan Presiden Jokowi
itu disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan intern kabinet.
Kasus Gratifikasi Eks
Mentan SYL
Demikian halnya kasus yang menimpa eks Menteri Pertanian SYL.
Saat sidang kasusnya, dia menyatakan, kebijakan ketika menjadi Mentan merupakan
lanjutan instruksi Jokowi, termasuk menarik uang dari bawahan lantaran krisis
pangan akibat Covid-19 dan El Nino.
“Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan presiden atas
nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi
berdasarkan undang-undang,” kata SYL, pada 12 Juni 2024 silam.
SYL juga mempertanyakan status hukum yang menjeratnya akibat
pemerasan tersebut.
“Izin Yang Mulia, ini perintah presiden, ini perintah
kabinet, ini perintah negara, dan kalau itu terjadi dan ini benar, apakah
menteri sendiri yang bertanggung jawab atau negara yang bertanggung jawab?”
ucap SYL kala itu.
Kasus Tambang Timah
Ilegal, Ali Samsuri
Mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk untuk wilayah Bangka
Belitung, Ali Samsuri, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah Rp
300 triliun. Ali menyebutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta PT Timah
mengakomodasi masyarakat yang menjadi penambang ilegal.
Jaksa saat itu bertanya terkait penjualan bijih timah dari
masyarakat penambang ilegal melalui pemilik IUJP. Ali mengatakan saat itu
Presiden Jokowi meminta PT Timah mengakomodasi masyarakat yang menjadi
penambang ilegal.
"Artinya kan yang tadi tambang-tambang ilegal itu
berarti menggunakan perusahaan pemilik IUJP itu ketika menjual bijih timahnya
ke, itu Saudara tidak praktik seperti itu, terhadap mitra-mitra seperti itu
ya?" tanya jaksa.
"Tidak semua. Karena kita waktu itu kan diperintahkan,
waktu apa ya, ada kunjungan Presiden RI ke Babel, Yang Mulia, terus banyak yang
mengeluhkan masalah tambang ilegal dan statement beliau adalah, 'Ya itu semua
masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal.'
Jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di sekitar-sekitar
tambang yang ada IUP (izin usaha pertambangan) SPK (surat perintah kerja) kita
itu yang dibina biar mereka tidak dikejar-dikejar oleh aparat, itu Yang Mulia.
Dan produksinya dikirim melalui mitra yang…," jawab Ali ketika itu.
Kasus Impor Gula, Tom
Lembong
Terakhir dan masih hangat dibahas publik usai menerima
abolisi dari Presiden Prabowo adalah kasus impor gula yang menyeret mantan
Menteri Perdagangan Tomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Dalam kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor di Jakarta,
pada Senin (30/6/2025), dia membeberkan bahwa kasus yang menjeratnya tersebut
tidak terlepas dari menjelankan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia menuturkan, penugasan melakukan impor gula itu dipicu
oleh sejumlah bahan pangan yang mengalami gejolak harga pada 2015. Oleh sebab
itu, dia mendapatkan penugasan dari Jokowi untuk meredam persoalan tersebut.
"Sebagai menteri menteri bidang perekonomian yang
bertanggungjawab, kami kemudian menindaklanjuti perintah Presiden agar
pemerintah segera menindak," ujar Tom saat itu.
Terkini, mantan presiden yang juga ayah kandung Wapres Gibran
itu membenarkan telah memerintahkan eks menteri perdagangan Tom Lembong soal
impor gula dimaksud. (fajar)