Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersenyum saat tiba
di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis pagi, 7 Agustus 2025. Yaqut akan
diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan
haji di Kementerian Agama. (Foto: Jamaludin Akmal/RMOL)
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
telah menetapkan sejumlah calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi
penyelenggaraan haji 2023-2024 di Kementerian Agama. Salah satunya adalah oknum
yang memerintahkan penyaluran kuota tambahan.
"Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait
dengan alur-alur perintah. Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah
terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini," kata
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu
seperti dikutip RMOL, Minggu, 10 Agustus 2025.
Diketahui, Presiden Jokowi bertemu dengan pemerintah Arab
Saudi pada 2023 meminta tambahan kuota haji untuk memperpendek jarak tunggu
haji reguler hingga 15 tahun. Dari pertemuan itu Indonesia mendapat kuota
tambahan sebanyak 20 ribu.
Seharusnya kuota tambahan dibagi 92 persen untuk regular dan
sisanya untuk haji khusus. Namun kuota malah dibagi rata dan disinyalir kuota
khusus diperjualbelikan.
"Ya karena yang seharusnya berdasarkan Undang Undang 8
tahun 2019, lihat di situ bahwa pembagian untuk kuota haji itu 92 persen untuk
reguler dan 8 persen untuk khusus. Jadi kalau 20 ribu (kuota haji tambahan)
berarti sekitar 18.400 untuk reguler, 1.600-nya untuk khusus," terang
Asep.
Selain itu pemberi perintah, kata Asep, pihak-pihak yang menerima
aliran dana juga bakal ditetapkan sebagai tersangka. Sebab diduga kuat kuota
haji khusus diperjualbelikan.
"Kemudian juga aliran dana," tukas Asep.
KPK resmi mengumumkan bahwa sejak Jumat, 8 Agustus 2025,
meningkatkan perkara korupsi haji dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Terkait pendalaman, KPK sudah memeriksa Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri
Agama saat kasus ini terjadi.
KPK menggunakan sangkaan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU
31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Di undang undang diatur (pembagian kuota) 92 persen, 8
persen gitu kan. Kenapa bisa 50-50 dan lain-lain. Dan prosesnya juga kan itu
alur perintah. Dan kemudian juga kan ada aliran dana yang dari pembagian
tersebut gitu," kata Asep menjelaskan konstruksi perkara, Rabu malam, 6
Agustus 2025. **