Ilustrasi siswa SD/Ist
JAKARTA —. Temuan penelitian yang
menunjukkan biaya pendidikan dasar di Indonesia meningkat tajam, jauh melampaui
peningkatan pendapatan orang tua, telah menuai kritik tajam dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Berdasarkan penelitian harian Kompas, rata-rata biaya
pendidikan sekolah dasar (SD) periode 2018–2024 meningkat 12,6 persen per
tahun, sementara rata-rata kenaikan gaji orang tua hanya 2,6 persen per tahun.
"Ini ugal-ugalan. Biaya sekolah melesat jauh, tapi
kesejahteraan guru pun tidak terjamin," ungkap Anggota Komisi X DPR RI
Furtasan Ali Yusuf di Jakarta, Kamis (24/7/2025)
Ia menilai, selama ini belum ada regulasi yang mengatur
secara ketat batas bawah dan batas atas pembiayaan pendidikan, khususnya di sekolah
swasta.
Maka dari itu, ia mengusulkan agar pemerintah menetapkan
standar biaya minimum dan maksimum, agar tidak terjadi pembebanan biaya
berlebihan kepada orang tua.
“Kalau tidak ada regulasi yang mengatur, ya jadinya seperti
sekarang. Komersialisasi pendidikan terjadi karena dibiarkan mengikuti
mekanisme pasar,” tegasnya.
Ia menjelaskan, perbedaan fasilitas antara sekolah yang hanya
memenuhi standar minimal dengan sekolah yang menawarkan layanan maksimal,
seperti adanya kolam renang atau lapangan olahraga, turut memicu biaya tinggi.
Namun, Furtasan menekankan bahwa fasilitas tambahan ini
seharusnya tidak dijadikan justifikasi untuk menarik pungutan di luar kendali.
Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai NasDem juga menyoroti
pengelolaan anggaran pendidikan nasional yang nilainya tidak sepenuhnya fokus.
Meski anggaran pendidikan dalam APBN telah mencapai 20 persen atau sekitar
Rp714 triliun, namun dana tersebut tersebar ke berbagai sektor.
“Dana ini tidak sepenuhnya untuk pendidikan dasar dan
menengah, tapi juga terserap ke pendidikan kedinasan, lembaga diklat, hingga
belanja pegawai,” jelasnya.
Furtasan menilai perlunya penguatan fungsi pengawasan DPR
agar penggunaan anggaran pendidikan benar-benar tepat sasaran demi mendukung
tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan terjebak dalam birokrasi yang
terfragmentasi. (fajar)