Latest Post


 

SANCAnews.id – Bekas juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedek Prayudi mengaku salah dan menghapus cuitannya dari akun Twitter-nya, @uki23.

 

Adapun cuitan yang dihapus itu, Dedek menulis bahwa Tuanku Imam Bonjol bukan pahlawan Nasional. Tapi pahlawan daerah.

 

“Lagian Imam Bonjol bukan pahlawan Nasional, beliau pahlawan daerah. Dan cerita tentang beliau tidak semanis yang diceritakan buku-buku PSBB,” tulis Dedek Prayudi.

 

Dedek Prayudi kemudian dibully warga net. Dia pun akhirnya menghapus cuitannya dan mengklarifikasi.

 

“I stand corrected, Imam Bonjol adalah pahlawan Nasional. Terimakasih koreksinya kawan-kawan,” tulis Dedek Prayudi.

 

“Dihapus ya karena akui salah dan sebagai bentuk pertanggungjawaban supaya gak mislead yang baca. No defence” katanya lagi.

 

Sekedar diketahui, berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/ Tahun 1973, tanggal 6 November 1973, ditetapkan Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan Nasional dari Sumatera Barat.

 

Dia berjuang mempertahankan tanah air dari jajanan Belanda pada Perang Padri di tahun 1803-1838.

 

Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama Muhammad Shabab di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat pada 1 Januari 1772.

 

Ibunya bernama dan Hamatun Sementara ayahnya Khatib Bayanuddin Shahab yang merupakan ulama dari Sungai Rimbang.

 

Muhammad Shahab kemudian memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.

 

Kemudian Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam salah satu pemimpin dari Harimau nan Salapan menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol.

 

Inilah yang membuat nama Muhammad Shabab akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol. (fajar)



 

SANCAnews.id – Laporan polisi yang dilayangkan kepada Dosen UNJ Ubedilah Badrun usai melaporkan dugaan KKN dan TPPU dua anak Presiden Joko Widodo menunjukkan upaya pelemahan pemberantasan korupsi.

 

Bagaimana tidak, dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu justru dilawan oleh pendukung Jokowi, yakni Relawan Jokowi Mania (Joman).

 

"Makin menguatkan persepsi bahwa upaya pemberantasan korupsi di era Pak Jokowi semakin melemah," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/1).

 

Indonesia menempati ranking 102 sebagai negara dengan indeks persepsi korupsi. Kalah dari Singapura di ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57. Jokowi sendiri menyatakan keresahannya akan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia dalam pidato peringatan hari antikorupsi sedunia, Desember 2021.

 

"Artinya, langkah pelapora Ubedilah Badrun tersebut tidak mendukung upaya Presiden untuk meningkatkan indeks persepsi yang dimaksud, dan dalam skala lebih besar mendukung upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih," tutur Aktivis 98 ini.

 

"Dengan sendirinya, makin menebalkan persepsi publik tentang situasi tidak ramah pemerintahan Jokowi terhadap gerakan antikorupsi," demikian Ray Rangkuti.

 

Ubedillah sebelumnya dilaporkan Ketua Umum Joman, Immanuel Ebenezer usai dosen UNJ itu melaporkan dugaan KKN dan TPPU Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK.

 

"Saya melaporkan ke KPK itu tentang dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang, tidak ada hubunganya dengan Noel (sapaan Immanuel)," kata Ubedilah Badrun dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/1). (rmol)



 

SANCAnews.id – Pelaporan terhadap dua putra Presiden Joko Widodo yang dilakukan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun disambut baik oleh banyak pihak.

 

Salah satunya disampaikan oleh Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi. Dia mengapresiasi langkah hukum Ubed sebagai bagain dari memurnikan demokrasi.

 

"Intinya ini mau memurnikan jalan demokrasi," ujar Adhie dalam forum diskusi bersama Hersubeno Arief di kanal Youtubenya pada Minggu (16/1).

 

Menurut mantan Jurubicara Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini, pelaporan Ubed merupakan bentuk kesadaran politik masyarakat sipil untuk membenahi republik ini.

 

"Karena kita melihat negara ini dirampok," imbuhnya.

 

Secara pribadi, Adhie mengenal Ubedillah sebagai seorang aktivis 98 yang progresif mempertaruhkan nilai-nilai reformasi tahun 1998.

 

Maka dari itu, Adhie menilai tindakan Ubed melaporkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep merupakan bagian dari perjuangannya merealisasikan satu visi reformasi, yakni memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

 

"Muncul suatu kesimpulan ada persoalan besar dalam produk demokrasi yang diabaikan, yaitu KKN. Ubed terganggu dengan isu yang berkembang di masyarakat, bahwa gerakan reformasi gagal, dianggap mengada-ngada, salah jalan, padahal tujuannya mulia," tuturnya.

 

"Tidak boleh di negara demokrasi anak pejabat atau keluarga pejabat berbisnis. Kecuali, dia bisa menjaga moralitas dan fatsun kepatutan," demikian Adhie. (rmol)



 

SANCAnews.id – Pengamat politik LIMA Indonesia, Ray Rangkuti memberikan komentar mengenai laporan yang dibuat oleh Ketua Jokowi Mania Immanuel Ebenezer terhadap Ubedilah Badrun.

 

Dikutip dari terkini.id--jaringan Suara.com, tindakan Immanuel Ebenezer dianggap gegabah.

 

Ray mengatakan, laporan Immanuel atau akrab disapa Noel itu belum memenuhi syarat. Diketahui, Noel melaporkan Ubedilah dengan dugaan pasal 317 KUHP.

 

Ray menyebut, sebaiknya Noel membaca kembali pasal 317 KUHP secara baik-baik. Sebab, terdapat empat syarat dalam pasal tersebut yang belum terpenuhi.

 

Empat syarat tersebut yaitu laporan yang sengaja, laporan palsu, nama baik yang dicemarkan dan subjek pelapor adalah yang terlapor.

 

"Ke empat persyaratan tersebut belum satupun terpenuhi dalam peristiwa ini," jelas Ray Rangkuti dalam tayangan video di Youtube KompasTV.

 

Lebih lanjut, Ray menilai laporan Noel semakin membuat persepsi upaya pemberantasan korupsi di era Jokowi melemah.

 

Dia mengatakan, Jokowi sendiri mengaku resah lantaran rendahnya indeks persepsi korupsi di Indonesia.

 

"Pak Jokowi sendiri menyatakan keresahannya akan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia dalam hal pidato peringatan hari anti korupsi sedunia, Desember 2021," katanya.

 

Menurutnya, tindakan Immanuel itu tidak mendukung upaya presiden untuk meningkatkan indeks persepsi korupsi di Indonesia.

 

"Artinya, langkah pelaporan terhadap Ubed tersebut tidak mendukung upaya presiden untuk meningkatkan indeks persepsi yang dimaksud, dan dalam skala lebih besar mendukung upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih," lanjutnya.

 

Menurut Ray, apa yang dilakukan oleh Noel justru menebalkan persepsi publik tentang situasi tidak ramah pemerintahan Jokowi terhadap gerakan anti korupsi. (suara)



 

SANCAnews.id – Dosen UNJ Ubedilah Badrun sedang mempertimbangkan untuk melapor ke polisi jika eskalasi teror yang menimpa dirinya semakin mengancam jiwa setelah melaporkan 2 anak Jokowi ke KPK.

 

Dosen Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengalami sejumlah terror beberapa hari ini. Diduga teror ini berkaitan dengan hal yang dilaporkannya beberapa waktu lalu.

 

Dosen UNJ Ubedilah Badrun telah melaporkan dua putra Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK.

 

Ubedilah Badrun melaporkan Gibran dan Kaesang atas dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) ke KPK pada 10 Januari 2022.

 

Dosen UNJ Ubedilah mengaku belum berencana melaporkan perihal ancaman teror itu ke polisi. Pasalnya, dirinya masih fokus pada pelaporan dugaan TPPU yang melibatkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK.

 

“Untuk sementara ini belum (melaporkan). Nanti jika eskalasi teror makin terang dan membahayakan akan saya pertimbangan,” kata Ubedillah, Senin (17/1).

 

Ubedilah Badrun mengatakan terpenting saat ini adalah fokus soal laporannya ke KPK.

 

Menurutnya, kedua putra Presiden Jokowi itu diduga terlibat kasus TPPU dan KKN dengan petinggi Grup SM yang menjadi tersangka pembakaran lahan pada 2015 lalu.

 

“Akan saya pikirkan kalau soal teror itu. Saya saat ini lebih fokus ke substansi pelaporan yang di KPK,” jelasnya.

 

“Agar serius menangani keterlibatan kedua putra presiden atas dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan PT SM,” kata pria kelahiran 15 Maret 1972 itu. (pojoksatu)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.