Latest Post

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro 

 

JAKARTA — Kepala Desa Kohod Arsin tidak memenuhi undangan pemanggilan Bareskrim Polri terkait penyidikan kasus pagar laut.

 

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro pun menyinggung adanya upaya paksa pasca kasus tersebut dinaikkan ke status penyidikan.

 

“Kami sudah memanggil Kepala Desa Kohod, Arsin, tapi yang bersangkutan belum hadir,” ujar Djuhandhani, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

 

Undangan tersebut, kata dia, adalah untuk proses klarifikasi tahapan penyelidikan sehingga Arsin memiliki hak untuk menolak hadir. Kendati demikian, penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta otentik sehingga kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

 

“Tapi pada prinsipnya, kami sudah menemukan suatu tindak pidana. Di mana kalau sudah menemukan tindak pidana, kami melaksanakan penyidikan nantinya, kami sudah siap. Dengan upaya paksa pun kami sudah siap,” ucapnya.

 

Dia menambahkan bahwa dalam tahap penyidikan, untuk saat ini, penyidik akan mendalami secara saintifik 10 dari 263 berkas warkat penerbitan sertifikat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang telah diserahkan oleh Kementerian ATR/BPN. 

 

“Karena ini terkait kasus pemalsuan, kami akan mengecek (SHGB dan SHM) ke laboratorium forensik (labfor) dahulu. Setelah labfor, tentu saja dengan saksi-saksi yang sudah ada, sudah kami terima, tentu saja nanti akan kami gelarkan kembali bagaimana ini,” ujarnya.

 

Sebelumnya, dugaan keterlibatan kades dalam kasus pagar laut sempat mengemuka saat sebuah tayangan video di media sosial ramai diperbincangkan. Video yang berdurasi satu menit tersebut menunjukkan Kades Kohod, Arsin, sedang meninjau kegiatan pemasangan pagar laut di perairan Tangerang, Banten.

 

Pada tayangan video itu juga, Kades Kohod tengah menunjuk lokasi dan mengarahkan para pekerja dalam pemasangan pagar bambu tersebut. Adapun Arsin telah membantah video yang menimbulkan spekulasi dalam kasus pemagaran laut tersebut.

 

"Itu saya bantah langsung. Bagaimana saya mau mengarahkan? Orang saya kenal juga tidak. Saya itu ke sana untuk kasih tahu karena ada RT/RW saya yang bilang kalau ada pagar," katanya di Tangerang, Senin (20/1/2025). (republika)


Ilustrasi LPG 3 kilogram subsidi (Foto: Istimewa) 

 

JAKARTA — Isu elpiji 3 kilogram (kg) akhir-akhir ini semakin santer terdengar di media. Spekulasi pun bermunculan, apakah ini pengalihan isu pagar laut?

 

Narasi tersebut mulai muncul di X, menanggapi maraknya pemberitaan dan narasi seputar elpiji 3 kg di dunia maya.

 

“Elpiji 3 kg tiba-tiba meledak. Mungkin untuk tutupi suara ledakan pagar laut,” kata seorang advokat, Dusru Mulya dikutip dari X @dusrimulya, Selasa 4 Februari 2025.

 

Pegiat Media Sosial, Sudarsono Saidi juga mengungkapkan hal serupa. Ia mengatakan Bahlil mencoba menyelematkan Presiden Jokowi, dan pemilik PT Agung Sedayu Group, Aguan. “Bahlil menyelamatkan Jokowi dan Aguan.

 

Kebijakan tata Niaga gas elpiji telah menghebohkan masyarakat hingg lupa akan pagar laut. Pagar Laut dilupakan. Penerbitan SHGB dsn SHM hilang,” ujarnya dikutip dari akun @saidi_sudarsono.

 

“Gas elpiji langka, pengalihan isu pagar laut, Bro,” kata warganet @mashengky.

 

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mengizinkan kembali pengecer menjual LPG 3 Kg.

 

Kebijakan Bahlil telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat hingga seorang lansia meninggal dunia saat antre LPG 3 kg di Pamulang, Tangerang Selatan.

 

Keputusan Presiden Prabowo mengizinkan kembali para pengecer menjual LPG 3 Kg diungkap Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dia juga menuliskan keputusan itu di akun pribadi media sosial X @bang_dasco.

 

"Presiden Prabowo telah menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan Gas LPG 3 Kg sambil menertibkan pengecer jadi agen sub pangkalan secara parsial." tulisnya. (fajar)



 

Oleh : Jon A.Masli, MBA | Diaspora  USA & Corporate Advisor

 

KITA diaspora AS semingguan lebih kenyang menonton video-video youtube yang mengekspos bentrokan warga masyarakat Banten dengan para oknum preman, konon ternak oligarki PIK2  soal pagar laut yang dikapling kapling bersertifikat.

 

Berbagai bentrokan antara kelompok rakyat dan sekelompok kecil preman garang yang mati matian membela  Ko Aguan telah menjadi drama tontonan kita. Sedih bak perang saudara sesama orang miskin.

 

Seorang teman diaspora saksi hidup peristiwa berdarah Mei 98 berkomentar begini: "Ya Tuhanku, jangan sampai gara gara proyek PIK2 punya Ko Aguan, kejadian nahas Mei 98 berulang lagi...sadarkanlah mereka yang bertikai untuk berdamai demi persatuan bangsa. Kalian sedang diadu domba ". 

 

Ada lagi video  yang mengekspos para preman  memperkusi pengacara/aktivis Achmad Khozinudin yang membela hak rakyat Banten.

 

Dia dikeroyok para preman hingga tidak berdaya.De facto kedua kelompok itu adalah masyarakat ekonomi lemah pribumi(maaf kalau istilah kuno pribumi dipakai). Miris mereka seperti domba domba yang  diadu pemodal. 


Disatu sisi kelompok rakyat kampung Moncong merasa ditindas oleh bos PIK2 karena tanah mereka dibayar murah dan sungai mereka diuruk dengan dalih untuk proyek PSN. 

 

Sementara kelompok para preman sudah tentu membela bosnya all out demi upah uang yang mereka terima. Konyolya Khozinudin ini berada dilokasi berniat bela rakyat  Banten, sayang tidak dikawal oleh Ruslan Buton atau Said Didu.

 

Sehingga dia diperkus para preman hampir bonyok.  Bos PIK2 Ko Aguan ini adalah etnis Tionghoa seperti juga mayoritas  para konglomerat oligarki, kecuali  Bakri Grup, CT Grup, dan oligarki pendatang baru seperti Toba Grup milik LBP.

 

Stigma negative  oknum kelompok usaha  oligarki etnis Tionghoa 9 Naga kembali merebak dan kali ini Ko Aguan yang disinyalir menjadi sumber pemicu konflik dipesisir Banten.

 

Bukan saja diaspora, banyak masyarakat Indonesia luas  yang menilai dan kuatir bahwa pola ekspansi PIK2 yang terkesan manipulatif ini berpotensi memicu konflik horizontal seperti yang dikuatirkan para diaspora AS tadi.

 

Untuk mencegah kemungkinan ini kita berharap para  aparat penegak hukum akan dapat menyelesaikan konflik Banten ini dengan terang benderang tanpa menyisakan kasus hukum yang mengambang dan tidak berkeadilan.

 

Law enforcement yang pasti mengadili siapapun yang bertanggung jawab dengan pagar laut, pengurukzn sungai dan pemalsuan sertifikat. 


Bila bentrokan bentrokan ini berlanjut terus, ini berpotensi membuat orang orang Indonesia keturunan Tionghoa yang juga rakyat biasa seperti saudara saudarinya kelas menengah dan kelas menengah kebawah yang tidak tahu apa apa, akan menjadi korban amukan masa ke Ko Aguan yang sampai hari ini belum kedengaran keberadaannya.

 

Tidak semua konglomerat itu berprilaku     nakal seperti  persepsi masyarakat terhadap grup usaha Agung Sedayu  oligarki Tionghoa yang serakah itu.

 

Data Google menunjukan bahwa rencana luas PSN PIK2 itu 2650 hektar!Bandingkan dengan Disneyland di Anaheim, Amerika Serikat, 30 menit dari Los Angeles, yang hanya 268 hektar! Jadi PSN PIK2 itu ternyata 10 x lebih besar dari Disneyland!  Luar biasa.

 

Disatu sisi kita mengapresiasi ide besar Aguan untuk membangun dan menggerakkan sektor properti di PIK2. Tapi kita prihatin melihat pola tata laksana pembebasan tanah rakyat yang terkesan manipulatif tidak manusiawi dan melanggar hukum seperti kasus pagar laut dan terbitnya sertifikat sertifikat dilaut Jawa dengan proses kilat berdalih proyek PSN PIK2.

 

Kalau di AS kasus begini  sudah masuk perkara organized crime. Dan sudah pasti FBI turun tangan. Beda memang di Indonesia, penegakan hukum itu bertautan erat dengan uang dan kekuasaan.

 

Sepertinya keadilan dan demokrasi itu bukan milik semua orang ditanah air kita yang tercinta ini.  Terkesan hukum kita itu milik yang berkuasa dan berduit, milik penguasa dan oligarki, tajam kebawah, tumpul keatas dengan  orkestrasi para pengacara jahat.

 

Katanya kita menuju era emas ditahun 2045. Beda sekali dengan Donald Trump yang kekeuh bilang : "The golden age of America begins TODAY."


Kalau kasus pagar laut dan PSN PIK 2 diadili para dalangnya, maka Presiden Prabowo dapat berkata dengan lantang:"Kita  menuju Indonesia  Emas TODAY dengan menegakkan HUKUM dan memberantas KORUPSI!" (*)


Muhammad Said Didu 

 

JAKARTA — Sejak dilantik sebagai Presiden, Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan janji politiknya. Harapan publik bahwa ia akan membawa perubahan besar semakin diuji oleh dinamika politik yang masih dipengaruhi oleh loyalis pemerintahan sebelumnya.

 

Bahkan, Prabowo disebut-sebut telah dibegal oleh para loyalis Jokowi. Hal ini menunjukkan persepsi bahwa dirinya tidak memiliki kebebasan penuh dalam menjalankan kebijakan untuk rakyat.

 

Para loyalis Jokowi yang masih menguasai banyak posisi strategis di pemerintahan dan birokrasi ditengarai memegang peranan penting dalam menentukan arah kebijakan. Hal ini dapat menjadi kendala bagi Prabowo dalam mewujudkan kebijakan yang benar-benar sejalan dengan visi dan misinya.

 

"Sepertinya bapak Presiden Prabowo tidak bisa bekerja untuk rakyat karena dibegal oleh loyalis Jokowi," ujar mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu di X @msaid_didu (4/2/2025).

 

Bukan tanpa alasan, Said Didu mencoba memberikan rincian beberapa kasus besar yang tidak dituntaskan sepenuh hati pada pemerintah Prabowo.

 

"Pemberantasan judol (judi online) lenyap," Said Didu menuturkan.

 

Tidak berhenti di situ, pria kelahiran Pinrang ini menyinggung bahwa penegakan hukum pada pagar laut sepanjang 30 kilometer hanya sebatas omon-omon.

 

"Penegakan hukum pagar laut hanya panggung sandiwara," tandasnya.

 

Bukan hanya itu, mendadak muncul isu bahwa riak-riak soal tabung gas elpiji 3 kilogram sengaja dimunculkan untuk menenggelamkan kasus pagar laut.

 

"Sabotase LPG 3 Kg. Oligarki plus Jokowi dan Geng masih berkuasa," kuncinya.

 

Sebelumnya, Jokowi tidak tinggal diam dalam gonjang-ganjing tersebut, ia angkat bicara dan memberikan pandangannya terkait polemik pagar laut tersebut.

 

Jokowi menekankan pentingnya memastikan seluruh proses legal yang terkait dengan kepemilikan lahan tersebut.

 

"Yang paling penting itu proses legalnya. Proses legalnya dilalui atau tidak, betul atau nggak betul. Itu kan proses dari kelurahan, ke kecamatan, kantor BPN Kabupaten," ujar Jokowi.

 

Ia menjelaskan bahwa proses penerbitan sertifikat tanah, seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), harus melalui tahapan tertentu

 

"Kalau untuk SHMnya, SHGBnya, juga di Kementerian dicek aja apakah proses atau prosedur legalnya semuanya dilalui dengan baik atau tidak," tukasnya.

 

Jokowi juga mengungkapkan bahwa persoalan serupa tidak hanya terjadi di Tangerang, tetapi juga di Bekasi, Jawa Timur, dan sejumlah daerah lain.

 

"Dan itu juga tidak hanya di Tangerang, di Bekasi, juga ada di Jawa Timur, dan di tempat lain," terangnya.

 

Jokowi bilang, ini menjadi alasan penting untuk melakukan pemeriksaan dan investigasi secara menyeluruh.

 

"Saya kira yang paling penting itu cek, investigasi. Itu ya," tandasnya. (fajar)


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto tidak boleh gegabah menerima laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait kebijakan pendistribusian gas LPG 3 kg.

 

Akademisi Universitas Prof. Dr. Hamka (Uhamka) Jakarta, Agung Adiputra menilai kebijakan yang diambil Bahlil dilakukan tanpa kajian dan berpotensi menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat.

 

"Kebijakan ini ugal-ugalan tanpa kajian. Gas LPG 3 kg adalah kebutuhan pokok masyarakat yang distribusinya berjalan melalui skema ekonomi kemasyarakatan. Namun, para pejabat yang mengusulkan perubahan sistem ini tidak mengkaji lebih dahulu bagaimana dampaknya di lapangan," ujar Agung kepada RMOL, Selasa, 4 Februari 2025.

 

Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya membuat keputusan berdasarkan asumsi tanpa memahami realitas di masyarakat.

 

Ia menuding Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai sosok yang gagal dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

 

"Para pejabat ini seperti katak dalam tempurung, membuat kebijakan dari ruang tertutup tanpa memahami kondisi nyata di masyarakat," tegasnya.

 

Agung juga menyoroti bahwa Kementerian ESDM hanya berfokus pada kenaikan harga tanpa mempertimbangkan sistem ekonomi kemasyarakatan yang sudah terbentuk.

 

"Jika pola perumusan kebijakan ini terus dibiarkan, dampaknya bisa merusak stabilitas ekonomi rakyat kecil dan ekonomi nasional," jelasnya.

 

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini terbukti keliru dengan keputusan Presiden Prabowo yang akhirnya mengembalikan sistem distribusi gas LPG 3 kg ke format lama.

 

"Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal pemerintah tidak memiliki strategi yang matang dalam merumuskan kebijakan," sesalnya.

 

Lanjutnya, kebijakan yang tidak terukur ini menjadi bukti bahwa pemerintah bekerja tanpa kajian yang jelas.

 

"Setelah menimbulkan keresahan di masyarakat, akhirnya presiden mengembalikan sistem distribusi ke format lama. Ini bukan hanya membuktikan bahwa kebijakan awalnya keliru, tapi juga menunjukkan bahwa pemerintah kerap bertindak gegabah," tegasnya lagi.

 

Agung mendesak Presiden Prabowo untuk segera mengevaluasi Menteri Bahlil dan jajaran terkait agar kejadian serupa tidak terulang.

 

"Kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat tidak boleh dibuat sembarangan tanpa kajian komprehensif,” tutupnya.

 

Hari ini kabarnya Bahlil dipanggil Prabowo yang besar dugaannya untuk mempertanggungjawabkan kisruh pelarangan LPG 3 kg di pengecer. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.