Rapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) 

 

JAKARTA — Perekonomian global tengah melambat akibat perang dagang dan konflik geopolitik Iran-Israel. Kondisi ini berpotensi menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. Anggaran negara pun terus tertekan. Bahkan, defisit anggaran negara 2025 diproyeksikan mencapai Rp662 triliun atau setara 2,78 persen dari PDB.

 

Di sisi lain, rakyat keci dipaksa membayar pajak atas setiap barang yang mereka beli. Sementara orang-orang super kaya, konglomerat, dan taipan pertambangan dapat memilih untuk tidak membayar pajak. Mereka menyimpan kekayaan mereka di luar negeri.

 

Sejalan dengan terhambatnya aktivitas jalur perdagangan, industri, fiskal, moneter, investasi, dan hingga ketenagakerjaan.

 

"Data pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang paling relevan sebetulnya untuk menunjukkan investasi kita mengalami perlambatan. Selain data pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia yang juga terus turun di kuartal II ini," kata Direktur Keadilan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar kepada Jawa Pos (Grup FAJAR), Jumat (4/7).

 

Program hilirisasi juga belum menunjukkan nilai tambah dalam jangka pendek. Sehingga defisit perdagangan juga akhirnya makin melebar. Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam yang juga tertekan.

 

Media menyayangkan, Indonesia yang katanya berpendapatan menengah ke atas, justru penduduknya miskin. Bahkan data World Bank menunjukkan 194,7 juta penduduk Indonesia itu miskin dan rentan.

 

"Itu karena struktur ekonomi kita hari ini mempercepat terjadinya ketimpangan," ujarnya.

 

Sebab, rakyat kecil disuruh patuh bayar pajak dari setiap barang yang dibeli. Sementara orang super kaya, para konglomerat, dan taipan pemilik tambang bisa memilih untuk tidak membayar pajak. Mereka menyimpan kekayaan mereka di luar negeri.

 

"Mereka punya konsultan pajak dan seribu cara untuk mengakali pajak penghasilan mereka. Sistem ekonomi kita sangat tidak adil," ungkap lulusan doctoral University of Manchester itu.

 

Apalagi, potongan pajak terus diberikan ke korporasi besar. Pengampunan pajak bahkan lebih kepada karpet merah buat elit yang selama ini tidak patuh.

 

"Akhirnya, mayoritas penerimaan pajak itu datang dari masyarakat biasa dan UMKM (usaha mikro, kecil, menengah)," beber Media.

 

Pertumbuhan ekonomi nasional hanya 4,87 persen, melambat dari triwulan sebelumnya. Persoalan ekonomi nasional bertumpu pada penurunan daya beli. Yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terbatas. 

 

Sementara itu, konsumsi pemerintah juga serupa. Di sisi lain, pertumbuhan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) hanya tumbuh di bawah 3 persen.

 

Pertumbuhan komponen ekonomi domestik yang terbatas dan goncangan ekonomi global dinilai dapat menurunkan pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional.

 

"Tahun 2025, ekonomi nasional ditargetkan tumbuh 5,2 persen. Indef (Institute for Development of Economics and Finance) memoderasi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,5 persen pada akhir 2025," ungkap Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti.

 

Gejolak global, lanjut dia, mulai menekan fundamental APBN. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, penurunan harga komoditas, depresiasi rupiah, dan lonjakan yield surat berharga negara (SBN) menyebabkan tekanan simultan terhadap sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

 

Tax buoyancy yang negatif di awal 2025 menjadi sinyal bahwa kinerja penerimaan pajak tidak lagi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan tekanan struktural yang mendalam.

 

Depresiasi rupiah menyebabkan pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah maupun swasta meningkat. Bagi fiskal, kondisi tersebut menyebabkan tekanan. Karena pendapatan negara yang tumbuh rendah.

 

"Sementara itu, cicilan pokok dan bunga utang swasta menambah beban karena performa korporasi yang lambat, sejalan dengan pelemahan daya beli," terang Esther.

 

Gejolak global juga menyebabkan yield SBN naik. Yang tentu akan membebani fiskal. "Sebagaimana dipahami APBN semakin terserap ke belanja cicilan bunga utang," tandasnya. (*) 


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.