Pakar telematika Roy Suryo ditemui pers usai memenuhi undangan klarifikasi Polda Metro Jaya, di Jakarta, Kamis (15/5/2025)


JAKARTA — Alumni UGM, Saefulhadi secara terbuka mengatakan telah terjadi dekonstruksi logika, pemikiran, dan tindakan Pakar Telematika, Roy Suryo.

 

Hal itu diungkap Syaiful setelah Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia turut mencoba menafsirkan pernyataan Roy Suryo yang menyebut dirinya diteror makhluk astral sebagaimana disampaikan Dokter Tifauzia Tyassuma.

 

"(Pernyataan) Heru Subagia menyoroti kemerosotan wacana publik dalam polemik ijazah Jokowi, yang telah beralih dari upaya rasional menuju pertunjukan absurditas," ujar Syaiful dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).

 

Dikatakan Syaiful, apa yang dibeberkan Heru memperlihatkan paradoks besar dalam upaya yang semestinya berbasis data dan hukum, tapi kini justru dibumbui oleh narasi supranatural.

 

"Harus diakui bahwa substansi awal dari isu ini berangkat dari pertanyaan yang wajar dalam demokrasi, keterbukaan informasi publik tentang rekam jejak pejabat negara," tukasnya.

 

Hanya saja, kata Syaiful, ketika aktor-aktor yang terlibat justru menjual kisah metafisik dan mistik sebagai bagian dari argumen, maka kredibilitas mereka sebagai akademisi atau profesional ikut tergerus.

 

"Klaim seperti ini bukan hanya melemahkan argumen, tetapi juga mencederai semangat pencarian kebenaran yang objektif," sebutnya.

 

Lebih lanjut, Syaiful menuturkan bahwa kritik Heru terhadap hebohnya isu ini sebagai ketoprak humor agar layak diperhatikan.

 

"Media sosial dan ruang publik kita kini memang cenderung mengubah isu penting menjadi konsumsi ringan yang mudah dijadikan meme atau konten lucu," cetusnya.

 

Tambahnya, ketika kebenaran akademik berganti menjadi drama berkepanjangan, maka masyarakat semakin jauh dari pemahaman utuh, dan malah tenggelam dalam sensasi.

 

"Namun demikian, ada pula sisi lain dari pernyataan Ketua Kagama Cirebon Raya yang menyebut klaim Roy Suryo sebagai halusinasi yang harus dinikmati masyarakat," terangnya.

 

Pernyataan Heru, kata Syaiful, meski mungkin dimaksudkan sebagai satir, dapat menjadi bumerang. Alih-alih meluruskan informasi, ia justru menambah lapisan komedi dalam diskursus yang seharusnya serius.

 

"Apakah ini berarti elite intelektual kini ikut merelakan diri menjadi bagian dari industri hiburan opini publik?," Syaiful menuturkan.

 

Dijelaskan Syaiful, secara keseluruhan, apa yang diungkapkan Heru patut diapresiasi karena menyentil titik krusial, hilangnya integritas dalam menyampaikan kebenaran.

 

"Polemik ijazah Jokowi, jika memang memiliki bobot hukum dan akademik, harus diproses melalui jalur legal dan ilmiah, bukan lewat opini mistik, drama emosional, atau perang sindiran," imbuhnya.

 

Ia membeberkan bahwa masyarakat Indonesia tidak kekurangan energi untuk berpikir rasional, hanya saja panggung diskursusnya kini terlalu penuh dengan aktor-aktor yang lebih gemar tampil daripada membimbing. 

 

"Semoga semua pihak yang terlibat baik yang pro maupun kontra segera kembali ke ranah argumentasi rasional dan konstitusional," tandasnya.

 

"Sebab di tengah gelapnya realitas sosial kita, masyarakat memang tidak membutuhkan pertunjukan astral, tetapi cahaya kebenaran yang logis, sah, dan dapat dipertanggungjawabkan," kuncinya.

 

Sebelumnya, Heru Subagia angkat bicara menanggapi klaim Roy Suryo yang menyebut dirinya mendapat serangan astral usai menyuarakan isu ijazah tersebut.

 

Dikatakan Heru, pernyataan Roy Suryo terlalu berlebihan dan tidak mencerminkan sikap akademik yang rasional.

 

"Menurut saya terlalu lebay bikin kesaksian hingga harus mengungkit dan membangkitkan dunia astral. Itu halusinasi Mas Roy Suryo dengan bumbu-bumbu mistis supaya ceritanya dinikmati masyarakat," ujar Heru kepada fajar.co.id, Senin (30/6/2025).

 

Ia juga menyinggung kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik pada narasi mistis ketimbang fakta dan argumentasi yang berbasis data.

 

"Jangan sampai unsur astral dalam polemik ijazah Jokowi ini sengaja ditaruh agar semakin mendapatkan atensi publik. Masyarakat kita memang lebih suka tayangan astral daripada realita," ucapnya.

 

Seperti diketahui, serangan nonfisik terhadap Roy Suryo, sebelumnya disampaikan oleh Dokter Tifauzia Tyassuma melalui media sosial.

 

Menurut Tifauzia, Roy sempat mengalami gangguan yang ia sebut sebagai serangan tak kasat mata, pasca intens mengkritisi keabsahan ijazah Presiden.

 

Namun, Heru menyarankan agar Roy tetap berpijak pada bukti akademis dan pendekatan rasional sesuai latar belakangnya sebagai ahli telematika.

 

"Sangat kontras ajakan Mas Roy dengan profesinya sebagai ahli telematika, tapi justru komentar-komentarnya bersifat astral dan imajinatif. Saya pikir, ini lebih ke simbolik dan bentuk humor jenaka khas Mas Roy," imbuhnya.

 

Ia menegaskan, klaim seperti itu rawan menyesatkan dan hanya menjadi bola liar di tengah masyarakat yang seharusnya mendapat pencerahan berbasis bukti.

 

"Jujur, saya tetap meyakini mas Roy masih ada dalam koridor akal sehat, rasional, realistis, terukur untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam mendapatkan transparansi dan independensi penyidikan berkaitan polemik ijazah pak Jokowi," terangnya.

 

Heru bilang, bisa jadi yang disebut serangan makhluk astral tersebut justru identifikasi pemahaman Roy Suryo terhadap orang yang tidak suka pada dirinya. 

 

"Memang sengaja menyerang argumen dan dalil-dalilnya dan tentu ini disebut serangan astral. Karena memang selama ini banyak pihak yang notabene infleksibel had, tidak terlihat yang terus menginginkan polemik dan transparansi ijazah Jokowi tidak berujung," tandasnya. (**)

 


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.