Ilustrasi/Ist
PERANG adalah perdamaian,
merupakan sebuah paradoks yang terkenal dari novel 1984 karya George Orwell.
Slogan ini menggambarkan bagaimana rezim totaliter seperti Oceania menggunakan
perang sebagai alat untuk mengendalikan rakyatnya.
Dengan terus-menerus berada dalam keadaan perang, pemerintah
dapat membenarkan penindasan, pembatasan kebebasan, dan manipulasi informasi,
yang pada akhirnya menciptakan bentuk "perdamaian" yang dipaksakan.
Dunia dan Perang Dagang
Tanggal 02 April 2025, disebut sebagai Hari Pembebasan bagi Amerika, bagi dunia global adalah Perang Dagang. Dunia telah menipu Amerika Serikat selama 40 tahun terakhir dan lebih," kata Trump. "Yang kami lakukan hanyalah bersikap adil". Amerika Serikat melihat Tiongkok sebagai pesaing utama dalam bidang ekonomi.
Impor barang AS dari Tiongkok pada tahun 2024 mencapai total
438,9 miliar Dolar AS, naik 2,8 persen (12,1 miliar Dolar AS) dibandingkan
tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Tiongkok mencapai 295,4 miliar
Dolar AS pada tahun 2024, meningkat 5,8 persen (16,3 miliar Dolar AS)
dibandingkan tahun 2023.
Selama lebih dari 70 tahun, Tiongkok membangun kemajuan
melalui kemandirian dan kerja keras, bukan karena belas kasihan negara lain.
"Kami tidak takut terhadap tekanan yang tidak adil," ujar Xi seperti
dikutip dari Global Times.
Presiden Tiongkok Xi Jinping telah memperingatkan bahwa
perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok tidak akan menghasilkan
"pemenang". Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok,
yang dimulai pada tahun 2018, telah menjadi salah satu konflik ekonomi utama di
dunia. Konflik ini ditandai dengan penerapan tarif timbal balik pada
barang-barang impor kedua negara.
Meskipun sempat mereda dengan adanya kesepakatan "Phase
One" pada 2020, ketegangan tetap berlanjut dan bahkan meningkat di
tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2025, perang dagang ini kembali memanas
setelah adanya pergantian kepemimpinan di AS.
Perang dagang tentu saja bukan hal yang baru dalam dunia
perekonomian negara. Dalam sejarahnya, Amerika Serikat bahkan sudah beberapa
kali melakukan perang dagang dengan berbagai negara ataupun kawasan regional
ekonomi seperti Uni Eropa. AS bukanlah satu-satunya negara yang pernah menyulut
perang dagang dan mempengaruhi ekonomi global. Belanda, Inggris, termasuk
Dinasti Qing, Tiongkok pernah mencatatkan perang dagang paling berpengaruh
dalam sejarah.
Perang Inggris dan Belanda terdiri dari empat pertempuran
yang terjadi pada kurun waktu abad 17 sampai 18. Meski berakhir menjadi
pertempuran senjata, Perang Inggris-Belanda sebenarnya bermula dari persaingan
dagang antar kedua negara.
Memasuki tahun 1600an, para pedagang Belanda mulai
mendominasi jalur perdagangan dunia. Untuk merespon kekuatan dagang Belanda,
Inggris mengeluarkan Navigation Act di tahun 1651 yang berisi sekumpulan aturan
dagang bagi para koloninya. Dikutip dari Britannica, inti dari Navigation Act
adalah pelarangan bagi wilayah koloni Inggris untuk mengekspor barang ke negara
lain selain Inggris. Selain itu, kapal dagang yang bukan berasal dari Inggris
dilarang untuk melakukan perdagangan dengan Inggris maupun koloninya.
Situasi tersebut membuat para pedagang Belanda tidak bisa
berdagang di kawasan yang dikuasai Inggris. Dimulai dari tahun 1652, empat kali
perang senjata di perairan pun tak terhindarkan. Walaupun Belanda memenangkan
perang pertama, Inggris tetap menguasai keseluruhan perang karena kemajuannya
di bidang militer angkatan laut. Kekalahan Belanda di perang keempat pada 1784
menjadi salah satu penyebab dari kebangkrutan.
Perang Opium merupakan perang dagang yang berlangsung dalam
dua babak yaitu Perang Opium I (1839-1842) dan Perang Opium II (1856-1860).
Kedua perang tersebut melibatkan Inggris dan Dinasti Qing, Tiongkok. Memasuki
abad 18, para pedagang Inggris mulai memasuki wilayah Asia untuk memperluas
jalur perdagangan. Dari sisi komoditas perdagangan, Tiongkok lebih unggul
dibandingkan Inggris karena mereka merupakan penghasil porselen, kain sutera
dan teh. Ketiga barang tersebut memiliki nilai jual tinggi di kalangan
masyarakat Eropa.
Sementara itu, Tiongkok tidak terlalu banyak mengimpor barang
hasil manufaktur dari Inggris. Akan tetapi, Tiingkok tetap membuka pintu
kerjasama dagang dengan syarat Inggris membayar barang dagangannya dengan logam
perak. Inggris tidak memiliki cadangan perak alami sehingga mereka harus
membelinya dari negara lain. Dikutip dari Thoughtco, neraca perdagangan Inggris
mengalami defisit karena hanya mampu menjual 9 juta Poundsterling dibandingkan
dengan Tiingkok yang meraup 27 juta Poundsterling.
Di tengah situasi yang tak menguntungkan, Inggris menemukan
cara baru yaitu dengan menawarkan opium sebagai alat pembayaran alternatif.
Opium tersebut berasal dari Bengal yang saat itu sudah dikuasai oleh Inggris.
Perlahan, kasus kecanduan opium mulai menjadi masalah di kalangan pemuda
Tiongkok, Kaisar Daoguang mulai
mengambil langkah untuk menghentikan penyelundupan opium dan melarang pedagang
asing manapun yang tidak bersedia mengikuti peraturan pemerintah Tiongkok.
Peperangan pun akhirnya terjadi pada 1839 hingga 1842 dan
berbuah kemenangan telak bagi Inggris. Perjanjian Nanking di tahun 1842 menjadi
akhir dari Perang Opium I dan membuat kerugian besar bagi Dinasti Qing. Selain
membayar kerugian perang, Dinasti Qing juga harus menggadaikan wilayah Hong
Kong kepada Inggris.
Pada 17 Juni 1930, Herbert Hoover selaku Presiden Amerika
Serikat, menandatangani undang-undang United States Tariff Act of 1930 atau
yang lebih dikenal sebagai Smoot-Hawley Tariff Act. Penamaan Smoot-Hawley
berasal dari dua nama senator yang mengusulkan undang-undang tersebut yaitu
Reed Smoot dan Willis Hawley.
Pasca kemenangan Amerika Serikat di Perang Dunia II, industri
peternakan ayam mulai mengalami peningkatan jumlah produksi. Karena tingginya
angka produksi ayam, pada tahun 1960 Amerika Serikat lalu mengekspor pasokan
ayam ke Eropa. Kondisi Eropa saat itu masih dalam tahap recovery pasca Perang
Dunia II dan banyak peternak lokal yang merasa khawatir dengan banyaknya jumlah
ayam impor dari Amerika Serikat. Merespon hal tersebut, beberapa negara Eropa
seperti Prancis dan Jerman pun menerapkan tarif dan pengaturan harga untuk
produk unggas impor asal Amerika Serikat.
Memasuki tahun 1962, Amerika Serikat memprotes kebijakan
Eropa terkait pengaturan tarif dan harga yang membuat angka penjualan ayam
turun hingga 25 persen. Beberapa kali perwakilan Amerika Serikat dan Eropa
mengadakan pertemuan tetapi tak pernah mencapai kesepakatan terkait perdagangan
ayam.
Merasa buntu dengan kesepakatan yang tak pernah tercapai,
Amerika Serikat lantas mengesahkan peraturan dagang baru pada 7 Januari 1964.
Barang-barang seperti brandy, light trucks, dextrin dan tepung kentang,
dikenakan tarif impor sebesar 25 persen.
Keputusan untuk menaikkan tarif impor untuk produk light
trucks dipicu oleh tingginya impor mobil Volkswagen asal Jerman di tahun
1960an. Hal ini lantas menuai protes dari para pemilik industri otomotif di
Amerika Serikat. Saat ini hanya tersisa kebijakan tarif impor 25 persen untuk
produk light truck. Atas alasan inilah light truck produksi Amerika Serikat
sangat mendominasi pasar lokal selama lebih dari empat dekade, dikutip dari
Thoughtco.
Selain kenaikan tarif, penerapan kuota impor juga biasa
dilakukan dalam rangka membatasi masuknya barang impor dari negara lain.
Sejarah membuktikan besarnya dampak dari perang dagang terhadap perekonomian
suatu negara maupun secara global.
Kisah Pengawas Pajak dan Perang Tarif
Samuel Wilson (13 September 1766 ?" 31 Juli 1854) adalah
seorang pengepak daging dari Troy, New York. Namanya konon merupakan sumber
personifikasi Amerika Serikat yang dikenal sebagai "Paman Sam". Uncle
Sam atau Paman Sam dikenal sebagai simbol patriotisme Amerika Serikat dan
menjadi julukan.
Paman Sam, dalam bahasa gaul adalah personifikasi pemerintah
federal Amerika Serikat, yang berasal dari abad ke-19. Ia biasanya digambarkan
sebagai seorang pria tua yang mengenakan topi tinggi berhias bintang dan dasi
kupu-kupu merah. Paman Sam sering digunakan sehari-hari untuk IRS (Badan
Pengawas Pajak) yang memungut pajak penghasilan dari warga negara dan
perusahaan Amerika.
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte memanggil Presiden Donald
Trump ‘Daddy’ atau ‘Ayah’ pada Rabu 25 Juni 2025. Rutter menanggapi penggunaan
kata-kata umpatan oleh presiden baru-baru ini ketika ia menuduh Iran dan Israel
melanggar perjanjian gencatan senjata.
Selama pertemuan bilateral antara Trump dan Rutte selama KTT
NATO di Den Haag, Belanda, Trump menyamakan negara Israel dan Iran dengan
"dua anak di halaman sekolah" yang terlibat "pertengkaran
hebat." Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, baru-baru ini
mengajukan nominasi Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian. Netanyahu
menyatakan bahwa Trump berperan penting dalam menciptakan perdamaian di
berbagai kawasan, termasuk upaya penyelesaian ketegangan nuklir Korea Utara dan
perundingan damai antara Kosovo dan Serbia.
Nominasi ini bukan kali pertama Trump diajukan untuk
penghargaan bergengsi tersebut. Sejumlah anggota parlemen dari negara-negara
seperti Norwegia, Swedia, dan Estonia sebelumnya juga telah mengajukan nama
Trump karena kontribusinya dalam mempromosikan perdamaian.
Beberapa alasan yang mendasari nominasi Trump adalah: (1)
Perjanjian Abraham: Upaya Trump dalam menormalisasi hubungan antara Israel dan
beberapa negara Arab. (2) Penyelesaian Ketegangan Nuklir Korea Utara:
Perundingan yang dilakukan Trump untuk mengurangi ketegangan nuklir di Korea
Utara. Dan (3) Perundingan Damai Kosovo dan Serbia: Peran Trump dalam
memfasilitasi perundingan damai antara Kosovo dan Serbia.
Trump sendiri telah beberapa kali mengungkapkan kekecewaannya
karena belum menerima Nobel Perdamaian, meskipun ia telah berperan dalam
beberapa konflik, seperti konflik India-Pakistan dan Serbia-Kosovo.
Baru-baru ini, Trump juga menawarkan keahlian negosiasinya
untuk mengakhiri perang di Ukraina dan Gaza. Presiden AS Donald Trump
memberikan ancaman serius kepada Rusia bila tak segera menyetop perang di Ukraina.
Ancaman tersebut berupa tarif 100 persen.
Ancaman itu, seperti dilansir kantor berita Anadolu Agency,
Selasa, 15 Juli 2025, dilontarkan Trump saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal
NATO Mark Rutte di Ruang Oval Gedung Putih pada Senin, 14 Juli 2025 waktu
setempat. Saat berbicara kepada wartawan dengan didampingi Rutte, Trump
mengatakan dirinya "sangat, sangat tidak puas" dengan Rusia dan
merasa kecewa dengan Presiden Vladimir Putin.
Amerika Terguncang
Hans Morgenthau, Amerika punya "tujuan transeden"
membangun perdamaian dan kebebasan dinegeri sendiri juga tentu disetiap tempat
karena "gelanggang tempat Amerika
harus mempertahankan dan menpromosikan tujuan itu meliputi seluruh dunia."
Namun bahwa tujuan sejarah sama sekali tidak konsisten dengaan "tujuan
transeden".
Amerika Serikat "hanyalah salah satu negara besar di
antara negara lainnya yang tidak sempurna." Mari menyimak, Foreign Affair,
terbitan Nov / Des 2011 "IS AMERICA OVER?." Peringatan lebih dari
satu dasawarsa, membuat kekuasaan kini bergeser ke Timur. Tidak lagi ke Barat.
Cahaya Asia bersinar melihat kemajuan besar ekonomi Tiongkok dan India. Amerika
kini tergoncang. Memang langit tidak akan runtuh. Diatas langit ada langit. ***
*Penulis adalah
eksponen Gema 77/78
Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara, Ferry Irwandi ungkap
kejanggalannya. (Sumber: Instagram)