dokter Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa -- X 


JAKARTA — Laporan dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) yang kini ditingkatkan ke tahap penyidikan, tak menyurutkan polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret nama manta Presiden ke-7 itu.

 

Bahkan, pegiat media sosial, dokter Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan dr. Tifa, kembali mengungkap data yang bisa mendukung atau memperkuat dugaan bahwa Jokowi memiliki ijazah palsu.

 

Dokter Tifa mengaku memegang ijazah asli sebagai alumni Fakultas Kehutanan (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) lulusan 1985. Tak hanya ijazah, ia juga mengaku memegang transkrip nilai alumni UGM.

 

"Transkrip nilai ASLI Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM lulus 1985, yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, dan buktinya ada pada saya. Berbeda 180 derajat dengan Transkrip Nilai "Mahasiswa" yang ditunjukkan BARESKRIM tanggal 22 Mei 2025," kata dr.Tifa dalam ciutan di media sosialnya.

 

Dia menyebut, dalam transkrip nilai itu, jumlah SKS-nya adalah 161 SK. "Bukan 122 SKS + 88 SKS = 210 SKS seperti Transkrip nilai abal-abal yang diperlihatkan Bareskrim," tambahnya.

 

Dijelaskan dr.Tifa, Transkrip Nilai Asli di lembar dokumen itu sangat berkualitas layaknya dikeluarkan oleh Universitas terbaik seperti UGM, nilai dibuat dengan mesin ketik manual yang rapi, seperti layaknya tahun 1985.

 

"Nilai tidak ditulis dengan amburadul seperti transkrip nilai abal-abal ini. UGM Universitas ternama. Masa transkrip nilai macam Universitas Ruko begini? Yang benar saja!," tandasnya.

 

dr.Tifa menyebut, dengan adanya ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985, seharusnya polemik terkait dugaan ijazah palsu sudah berakhir.

 

"Dengan demikian maka Polemik Ijazah sudah selesai. Saat ini bukan lagi perkara keraguan, melainkan keberanian menyatakan kebenaran," katanya.

 

Selain ijazah dan transkrip nilai asli alumni Fakultas Kehutanan UGM yang dipegang, dr.Tifa juga menyebut jika sudah terlalu terlalu banyak data, terlalu terang benderang fakta terkait isu tersebut.

 

"Penelitian independen yang kami lakukan selama ini, oleh RRT: Roy, Rismon, Tifa dkk, telah menyusuri tiap inci jejak digital, menyandingkan bukti otentik, membedah narasi dan gerak tubuh dengan neurosains dan ilmu perilaku, memverifikasi dokumen lintas waktu, bahkan mengkonfirmasi silang melalui historiografi, komunikasi politik, hingga sosiopatologi jaring-jaring kekuasaan," jelasnya.

 

Karena itu, menurutnya satu-satunya yang tersisa hanyalah keberanian publik untuk menerimanya. Dan keberanian Presiden Prabowo Subianto untuk mendukungnya.

 

Dia lantas menyoroti peningkatan status laporan yang ditangani Polda Metro Jaya dari penyelidikan menjadi penyidikan yang begitu cepat. Dia menilai, peningkatan status itu bukan karena kekuatan bukti melainkan karena ketakutan akan kebenaran.

 

"Inilah modus yang berulang: seperti pembungkaman terhadap Bambang Tri, seperti pemenjaraan terhadap Gus Nur, kekuasaan yang terguncang selalu menjawab dengan intimidasi. Kita tidak sedang menghadapi hukum yang netral. Kita sedang menghadapi pelaku yang panik," tandasnya. (fajar)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.