Benny K Harman
JAKARTA — Hukuman 4 tahun 6 bulan penjara
terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong terus menjadi perbincangan
berbagai kalangan, termasuk parlemen.
Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman mempertanyakan logika
hukum dalam proses persidangan yang menjatuhkan putusan tersebut.
“Dalam proses hukum apapun di pengadilan, akal sehat itulah
yang utama,” ujar Benny di X @BennyHarmanID, Rabu (23/7/2025).
Dikatakan politisi Partai Demokrat itu, jika proses hukum
telah mengabaikan akal sehat, maka mustahil bisa melahirkan keadilan yang
sejati.
“Akal sehat itulah keadilan. Proses hukum yang abaikan akal
sehat sudah pasti jauh dari keadilan sebenarnya,” tegasnya.
Benny juga melontarkan dua pertanyaan kritis yang dianggap
menjadi akar dari kejanggalan dalam kasus Tom Lembong.
“Mengapa yang memberi perintah tidak dihukum? Mengapa hakim
hitung sendiri kerugian negara?” tukasnya.
Seperti diketahui, nama Jokowi sempat disebut-sebut dalam
persidangan Tom Lembong. Presiden dua periode itu disebut sebagai sosok yang
memberikan perintah dalam proses impor gula yang dilakukan.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, turut memberikan
pandangan kritisnya terhadap keputusan majelis hakim.
Dalam diskusi bertajuk Rakyat Bersuara yang dipandu Aiman
Wicaksono di I News TV, Feri mengomentari penjelasan hakim bahwa Tom tidak
memiliki mens rea atau niat jahat, dan tidak menerima keuntungan pribadi.
Namun demikian, Tom tetap divonis bersalah karena dinilai
telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194,72 miliar.
"Sekarang bayangkan, hakim sendiri mengatakan tidak ada
niat jahat. Mas Aiman tahu nda artinya dalam konsep hukum pidana, tidak ada
niat jahat? Tidak ada pidana,” kata Feri dikutip fajar.co.id pada Rabu (23/7/2025).
"Actus reus, tindakan atau perbuatan jahat bisa ada,
tapi kalau niat jahat tidak ada, nggak ada pidana," lanjutnya.
Feri juga mengajak mereka yang tidak sependapat dengannya
untuk memperdalam pemahaman mengenai hukum pidana, terutama mengenai unsur mens
rea.
"Silakan belajar hukum pidana dari Indonesia, Sabang
sampai Merauke, dari tanah air sampai ke luar negeri, soal mens rea kalau tidak
terbukti, tidak ada niat jahat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Feri menyebut bahwa jika hukum digunakan untuk
mempertontonkan kebohongan kepada publik, maka hal itu sangat berbahaya bagi
tatanan hukum dan demokrasi.
"Kecuali ibu bapak sekalian sedang menipu peradaban
hukum. Ikut terlibat dalam political show ini, political trial ini,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya Pasal 28D ayat 1 UUD 1945
yang menjamin perlindungan hukum dan keadilan bagi setiap warga negara.
“Ingat, di UUD itu eksplisit bunyinya. Saya pikir kita sedang
bercanda dengan hukum. Kalau kemudian ini digunakan hanya sekadar untuk
menghajar oposan,” tandas Feri. (**)