Tom Lembong saat dihalangi berbicara ke wartawan
JAKARTA — Menteri Perdagangan (Mendag)
periode 12 Agustus 2015-27 Juli 2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom
Lembong, divonis tujuh tahun penjara.
Demikian disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan
Agung (Kejagung) dalam persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat, Jumat (4/7).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih
Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun," kata Jaksa.
Selain itu, Jaksa juga menuntut pidana denda kepada Terdakwa
sebesar Rp750 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 6 bulan.
Tom disebut merugikan keuangan negara sejumlah
Rp515.408.740.970,36 (Rp515 miliar), merupakan bagian dari kerugian keuangan
negara sebesar Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) dalam kegiatan impor gula
semasa ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Atas perbuatannya, jaksa menilai Tom terbukti melanggar Pasal
2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Tom disebut menerbitkan surat pengakuan impor atau
persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode 2015-2016 kepada 10 pihak
luar (mayoritas berstatus terdakwa) tanpa rapat koordinasi antarkementerian.
Tom memberikan surat pengakuan impor atau persetujuan impor
tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Kemudian, Tom memberikan surat pengakuan sebagai importir
produsen GKM atau persetujuan impor GKM kepada para terdakwa lain untuk diolah
menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Padahal, perusahaan yang diberikan surat
pengakuan tersebut tidak berhak mengolah GKM menjadi GKP karena berlatar
belakang usaha gula rafinasi.
Pada tahun 2015, Tom memberikan surat pengakuan sebagai
importir produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk
diolah menjadi GKP yang dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP sudah
mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim
giling.
Tom tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan
ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi
Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia
(INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan
Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
Tom memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan
Indonesia atau PPI (Persero) untuk melakukan pengadaan GKP lewat kerja sama
dengan produsen gula rafinasi karena sebelumnya para terdakwa lain telah
menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan
pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas Harga Patokan
Petani (HPP).
Terakhir, Tom tidak melakukan pengendalian atas distribusi
gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang
seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah.
Sebelumnya, Tom Lembong saat proses persidangan hingga
pemeriksaan dirinya selaku terdakwa mengaku masih belum menemukan kesalahan
terkait kegiatan impor gula.
"Bapak ketua majelis maupun bapak-bapak anggota majelis,
saat ini saya merasa terpanggil untuk mengatakan bahwa sampai saat ini pun saya
masih belum menemukan kesalahan saya," ucap Tom saat menjalani pemeriksaan
sebagai terdakwa, Selasa (1/7) malam.
"BAP-BAP saksi saya baca berulang kali. Data, fakta,
angka saya tinjau kembali, saya evaluasi berulang kali. Audit BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) saya baca bolak-balik dan saya tetap belum
bisa menemukan kesalahan saya ataupun siapa yang saya rugikan, berapa kerugian
yang saya akibatkan, dan kapan kerugian tersebut terjadi," imbuhnya. (cnni)