Tangkapan layar Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka memberikan pernyataan tentang pengembangan ekonomi syariah melalui akun YouTube Gibran Rakabuming, Jumat (6/6/2025).
JAKARTA — Seruan pemakzulan Wakil Presiden
Gibran Rakabuming Raka menggema di media sosial X, Selasa (8/7/2025). Tagar
'Desak Gibran Mundur' sudah mencapai lebih dari 6 ribu unggahan.
Pengguna X menyuarakan sejumlah isu yang kemudian dikaitkan
dengan Gibran. Salah satu yang paling mengejutkan adalah kasus ijazah Joko
Widodo (Jokowi), ayah Gibran.
Ya, Jokowi dan Gibran jadi bulan-bulanan cemoohan di X.
Dalam desakan tersebut, muncul pula kemungkinan tokoh
potensial yang bakal menggantikan Gibran di kursi Wapres.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkap
kemungkinan menarik jika Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Wapres Gibran
Rakabuming Raka harus dimakzulkan.
Dalam situasi seperti itu, muncul empat nama yang disebut berpeluang besar menggantikan posisi Gibran sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Mengutip penilaian Mahfud MD, Refly menyebut nama-nama
seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan
Anies Baswedan masuk dalam radar kuat.
Keempat tokoh ini dinilai memiliki rekam jejak politik yang
cukup untuk menempati posisi strategis tersebut.
“Kalau berdasarkan skenario Mahfud, nama-nama yang disebut
itu adalah Puan, Ganjar, AHY, dan Anies. Tapi yang mengejutkan tentu Anies,”
ujar Refly.
Dikatakan Mahfud, AHY mewakili unsur muda dari Partai Demokrat dan berpeluang besar secara elektoral.
Namun Mahfud juga menilai bahwa AHY belum sepenuhnya menjadi
figur sentral dalam koalisi pemerintahan Prabowo.
Sementara itu, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang
merupakan kader senior PDIP disebut sebagai opsi menarik jika Presiden terpilih
Prabowo ingin menjalin keseimbangan politik pasca-pilpres.
Apalagi, hubungan Gerindra dan PDIP sebelumnya sempat
menunjukkan tanda-tanda rekonsiliasi.
Namun yang paling mencengangkan adalah munculnya nama Anies
Baswedan.
Mengingat Anies merupakan rival kuat Prabowo-Gibran di
Pilpres 2024 dan tidak masuk dalam lingkaran pemerintahan, wacana ini
mengundang banyak spekulasi.
“Kalau kompromi besar bisa terjadi, bisa saja Anies masuk.
Peluangnya kecil, tapi bukan tidak mungkin,” kata Refly mengutip penilaian
Mahfud MD.
Refly menambahkan, secara konstitusional, jika MK membatalkan
keabsahan Gibran sebagai wakil presiden, maka pengisian posisi tersebut akan
melibatkan DPR dan partai koalisi pemenang. Situasi ini membuka ruang politik
yang sangat dinamis.
“Kalau ingin membangun keseimbangan politik, bisa jadi Puan
atau Ganjar,” tandasnya.
Sebelumnya, Jokowi akhirnya menanggapi wacana pemakzulan
terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putranya sendiri, yang
diusulkan oleh Forum Purnawirawan TNI.
Forum tersebut sebelumnya telah mengirim surat resmi kepada
DPR dan MPR RI guna menyampaikan usulan pemakzulan Gibran.
Jokowi menegaskan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan
sistem ketatanegaraan yang harus dihormati dan dijalankan sebagaimana mestinya.
“Negara ini kan negara besar yang memiliki sistem
ketatanegaraan, ya diikuti saja proses sesuai sistem ketatanegaraan kita,”
ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa keberadaan aspirasi semacam itu
merupakan bagian dari dinamika demokrasi.
"Bahwa ada yang menyurati seperti itu, ya itu dinamika
demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasikan kan ya seperti
itu," imbuhnya.
Saat diminta komentarnya terkait pandangan kelompok tertentu
yang seolah menerima presiden namun menolak wakil presiden, Jokowi menegaskan
bahwa dalam sistem pemilihan di Indonesia, pasangan calon dipilih sebagai satu
kesatuan.
“Pemilihan presiden kemarin kan satu paket, bukan
sendiri-sendiri. Kayak di Filipina itu sendiri-sendiri, kalau di kita ini kan
satu paket," ucap Jokowi.
Lebih lanjut, ketika ditanya apakah artinya tidak bisa hanya
menerima presiden tapi menolak wakilnya, Jokowi menekankan bahwa sistem
ketatanegaraan sudah mengatur mekanisme tersebut.
“Memang mekanismenya seperti itu. Jadi, sekali lagi, sistem
ketatanegaraan kita memiliki mekanisme yang harus diikuti, bahwa pemakzulan itu
harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi atau melakukan perbuatan
tercela, atau melakukan pelanggaran berat, itu baru (bisa),” tegasnya. (fajar)