Silfester Matutina
JAKARTA — Pakar telematika Roy Suryo, yang
dituduh ditunggangi Partai Demokrat, memberikan tanggapan dingin dan tajam. Roy
menilai kemampuan analisis isu para pendukung Jokowi masih di bawah rata-rata.
"Maklum rata-rata IQ (Intelligence Quotient) mereka
hanya 58, dari rata-rata masyarakat 110," ujar Roy kepada fajar.co.id,
Rabu (30/7/2025).
Dikatakan Roy, IQ sangat berperan dalam memecahkan masalah
yang melibatkan logika.
"Para TerMul (Ternak Mulyono, red) akan langsung
berpikir pendek, khas latar belakang pendidikan mereka yang tidak jelas,"
sebutnya.
Ia bahkan menyinggung isu yang pernah heboh, Pasar Pramuka
yang diduga menjadi lokasi dicetaknya dokumen penting Jokowi, termasuk ijazah
yang dipersoalkan.
"Jangan heran, ini memang fakta yang terjadi di negara
Konoha, setidaknya yang berlangsung satu dekade di bawah Rezim Raja Jawa Palsu,
alias bukan dalam arti Raja Jawa sesungguhnya," sesalnya.
Menpora era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menarik
ke belakang, ketika Jokowi menuding adanya agenda besar politik di balik isu
ijazahnya.
"Artinya memang ada orang besar, ada yang membackup, ya
itu saja, semua sudah tahu lah, sebuah kalimat ngaco, tanpa dasar dan analisis
yang jelas alias sembrono, khas dirinya yang dikenal dengan istilah sein kiri
belok kanan," ucap Roy.
Hanya saja, kata Roy, para pendukung Jokowi belum menyebutkan
nama atau kelompok apapun. Hanya identitas warna.
"Penyebutan identitas warna biru sebagai background
politik menambahkan suara asal gorong-gorong sebelumnya. Sebuah penggiringan ke
ranah politik yang sangat kampungan alias kasar dari perkara Ijazah Palsu yang
sebenarnya sangat simpel namun dibuat rumit," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, nama Silfester Matutina kembali
mencuat ke publik, usai pernyataannya yang menuding Partai Demokrat berada di
balik isu dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi dan wacana pemakzulan
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Namun di balik tudingan panas tersebut, terkuak kembali rekam jejak hukum Silfester. Ia ternyata pernah dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun karena terbukti menyebarkan informasi bohong yang mencemarkan nama baik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan keluarganya.
Dalam amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
100/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel, yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung, Silfester terbukti secara sah dan meyakinkan menyampaikan orasi
di depan Gedung Baharkam Mabes Polri pada 15 Mei 2017 lalu.
"Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik
Yusuf Kalla. Mari kita mundurkan Yusuf Kalla JK, karena JK menggunakan isu
(red) untuk memenangkan Anies-Sandi. Untuk kepentingan korupsi keluarga Yusuf
Kalla," kata Silfister kala itu.
Pernyataan itu dianggap mencemarkan nama baik dan tidak terbukti secara hukum. Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya tertanggal 20 Mei 2019 menolak permohonan Silfester dan memerintahkan ia menjalani hukuman satu tahun penjara.
Kini, Silfester kembali tampil ke ruang publik dengan pernyataan kontroversial. Ia menuding Partai Demokrat sebagai pihak yang mendanai gerakan pemakzulan Gibran dan isu ijazah palsu Jokowi. Tudingan ini disampaikan tanpa bukti kuat dan menuai kecaman dari berbagai kalangan.
Saat menjadi narasumber di Kompas Petang baru-baru ini,
Silfester menegaskan bahwa isu yang terus dikembangkan Roy Suryo Cs tersebut
tidak benar.
"Isu pemakzulan dan ijazah palsu ini kalau kita lihat
tidak mempunyai dasar hukum dan fakta konstitusi yang benar," kata
Silfester dikutip pada Senin (28/7/2025).
Ia kemudian mengutip pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Prof
Jimly Asshiddiqie, yang menyebut bahwa itu merupakan upaya untuk menghancurkan
lawan politik.
"Seperti yang dikatakan Prof Jimly Asshiddiqie hanya
untuk menghancurkan lawan politik dengan tidak beradab. Bohir di belakangnya
ini gak bersatu, mereka bermain sendiri-sendiri," ucapnya.
Melihat serangan yang begitu intens dan terstruktur,
Silfester menegaskan bahwa kemungkinan besar gerakan tersebut didanai pihak
tertentu.
"Pastinya (didanai), siapa yang mendanai begini-begini
gitu loh," tukasnya.
Adapun Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan bahwa tudingan yang dialamatkan ke kubunya merupakan fitnah besar. Hal ini ditegaskan AHY ketika kunjungan kerja di Lombok Barat, Minggu, 27 Juli 2025. (**)