Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Johanis Tanak
JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Johanis Tanak kembali melontarkan usulan kontroversial terkait
revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam keterangannya, Tanak menegaskan pentingnya syarat
pendidikan bagi penyelidik dan penyidik.
"Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya
strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar
belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” tegas Tanak saat dihubungi dari Jakarta,
Jumat.
Menurutnya, saat ini ada ketimpangan karena penyelidik dan
penyidik tidak diwajibkan memiliki latar belakang S-1 hukum, berbeda dengan
profesi advokat, jaksa, dan hakim yang sudah mensyaratkan hal tersebut.
Tak hanya itu, Tanak juga menyoroti keberadaan penyidik
pembantu yang dinilainya sudah tidak lagi relevan.
"Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan
jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu
proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada
kepastian hukum bagi pencari keadilan," katanya lagi.
Ia menambahkan, kejelasan tenggat waktu juga harus mencakup
tahap penuntutan agar proses hukum lebih pasti dan terukur.
Tak berhenti di situ, Tanak juga mendorong agar perlindungan
terhadap pelapor dimasukkan secara eksplisit dalam revisi KUHAP.
Menurutnya, semua usulan ini menjadi mendesak karena aturan
hukum acara pidana saat ini masih merupakan warisan era Orde Lama.
"Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari
berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah
saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan
ke depan," ujarnya menegaskan.
Diketahui, saat ini pembahasan RUU KUHAP masih berlangsung di
Komisi III DPR RI. (fajar)