Kolase foto M Adhiya Muzakki saat ditangkap. (Net) 

 

JAKARTA — Bos Buzzer yang ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) bernama M Adhiya Muzakki (MAM), ternyata loyalis Jokowi. Bahkan, sejumlah netizen mengaku melihat langsung status media sosial MAM yang sangat defensif bahkan disebut mengidolakan ayah Wakil Presiden Gibran tersebut.

 

Postingan lamanya yang berbunyi "“Yang fana adalah waktu. Jokowi abadi”  dianggap sebagai bukti pemujaan berlebihan terhadap mantan Presiden Jokowi.

 

Juru bicara PDIP Mohamad Guntur Romli pun menanggapi pernyataan tersebut dengan nada sarkastis. Ia bahkan menyebut Adhiya sebagai penyembahnya Jokowi.

 

"Kalimat Adhiya ini (sambil mengunggah tangkapan layar unggahan Adhiya) sih menunjuklan dia benar-benar penyembah Jokowi," ujar Guntur di X @GunRomli (9/5/2025).

 

Ia juga mengutip pernyataan tokoh NU, Islah Bahrawi, yang menyebut bahwa Jokowi sudah diposisikan secara berlebihan oleh sebagian pendukungnya.

 

"Benar kata Cak Islah Bahrawi, Jokowi sudah seperti berhala," tandasnya.

 

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan M Adhiya Muzakki sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan alias obstruction of justice.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar Affandi menyebut Adhiya sebagai bos tim buzzer yang menyebarkan konten negatif untuk menyudutkan penanganan kasus korupsi minyak goreng, korupsi timah, dan korupsi impor gula yang ditangani Kejagung.

 

Adhiya memiliki sekitar 150 anak buah yang tergabung dalam Tim Cyber Army. Dia membagi anak buahnya itu ke dalam beberapa tim.

 

Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.

 

Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.

 

"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar Affandi dalam konferensi pers pada Rabu malam, 7 Mei 2025.

 

Marcella Santoso sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah yang menjerat tiga korporasi.

 

Dalam kasus tersebut, Marcella dan rekannya, Ariyanto Bakri, disangka memberikan suap senilai Rp 60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

 

Kejagung menyebut, uang itu diberikan ke Arif saat menjabat sebagai wakil ketua Pengadilan Negeri Jakarta untuk mengatur agar majelis hakim yang menangani perkara tersebut menjatuhkan vonis lepas terhadap ketiga korporasi.

 

Tiga hari kemudian, pada Selasa (22/4/2025) dini hari, Marcella kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, kali ini dalam kasus perintangan penyidikan atas kasus yang ditangani Kejagung.

 

Marcella bersama advokat Junaedi Saibih dinilai merintangi penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO.

 

Menurut Kejagung, Marcella dan Junaedi membiayai unjuk rasa, seminar, dan talkshow dengan narasi yang memojokkan Kejagung dalam penanganan perkara-perkara di atas. Marcella dan Junaedi juga diduga membayar Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar dengan uang Rp 487.500.000 agar narasi-narasi negatif tentang Kejagung dapat diangkat di JAK TV. (fajar) 

   

Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.