Ilustrasi/Ist
JAKARTA — Indonesia Police Watch (IPW)
menilai pengerahan pengamanan TNI di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri
melanggar UUD 1945 dan Ketetapan MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran
Kepolisian. Sebab, dalam aturan tersebut, TNI ditegaskan sebagai aparat
pertahanan dan bukan aparat keamanan.
Dengan demikian, menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso,
pelanggaran terhadap Konstitusi dan Ketetapan MPR VII/2000 tentang Peran TNI
dan Polri telah mengganggu penyelenggaraan negara, yang meliputi hubungan
antarlembaga negara, pembagian kekuasaan, hukum dasar (konstitusi), dan
mekanisme pemerintahan.
“IPW mendesak Presiden dan DPR melakukan pembahasan yang serius atas pelanggaran terhadap UUD dan TAP MPR VII/2000 yang dilakukan oleh TNI dalam melakukan pengamanan di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia,” kata Sugeng dalam keterangannya kepada wartawan, Senin, 12 Mei 2025.
Sebelumnya, Panglima TNI telah mengeluarkan Surat Telegram
(ST) Bernomor TR/422/2025 mengenai perintah penyiapan dan pengerahan personel
beserta alat kelengkapan dalam rangka dukungan pengamanan Kejaksaan Tinggi dan
Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah Indonesia.
Surat Telegram Panglima TNI tersebut langsung ditindaklanjuti
oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan mengeluarkan Surat Telegram
berderajat kilat dengan Nomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.
KSAD yang memerintahkan jajarannya agar menyiapkan dan
mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dari Satuan Tempur dan Satuan
Bantuan Tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi dan
sepuluh personel untuk pengamanan Kejaksaan Negeri.
“Pengamanan oleh TNI di lingkungan Kejaksaan ini sangat
bertentangan dengan Pasal 30 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara,” jelas Sugeng.
Sementara, lanjut dia, wilayah keamanan diberikan kepada
Polri dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi: “Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum”.
Dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan
Peran Polri dalam pasal 2 dinyatakan bahwa: (1) TNI merupakan alat negara yang
berperan sebagai alat pertahanan negara. (2) TNI sebagai alat pertahanan
negara, bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
“Bahkan, di samping telah melanggar konstitusi UUD 1945 dan
TAP MPR VII/2000, penjagaan dan pengamanan Kejaksaan tersebut juga tidak
memenuhi Pasal 7 ayat 2 UU TNI Nomor 3 Tahun 2025,” ungkapnya.
Pasal tersebut menyatakan bahwa Tugas pokok sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: (a) operasi militer untuk perang dan
(b) operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan Wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan
kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta
keluarganya;
8. memberdayakan Wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. Membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam
Undang-Undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara
dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian,
dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan;
14. membantu Pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, penyelundupan;
15. membantu dalam upaya menanggulangi Ancaman pertahanan
siber; dan
16. membantu dalam melindungi dan menyelamatkan Warga Negara
serta kepentingan nasional di luar negeri.
“Dengan demikian, Gedung Kejaksaan bukan obyek vital tetapi
adalah kantor pemerintahan dalam bidang penegakan hukum. Padahal yang dimaksud
dengan “objek vital nasional yang bersifat strategis” adalah objek yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat bangsa, serta
kepentingan nasional yang ditentukan oleh keputusan pemerintah,” tegas Sugeng.
Masih kata dia, sehingga dengan dijaganya Kejaksaan oleh TNI
menimbulkan pertanyaan di masyarakat ada apa dengan Kejaksaan? Apakah ada
situasi gawat atau situasi bahaya pada tugas-tugas kejaksaan? Oleh sebab itu,
Jaksa Agung harus transparan dan DPR harus memanggilnya untuk kepentingan
publik.
“Yang tidak kalah pentingnya, DPR harus memanggil Panglima
TNI dan KSAD untuk menjelaskan Tupoksinya di pertahanan yang melakukan tugas
keamanan dengan melanggar konstitusi dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan
Polri,” pungkasnya. (rmol)