Latest Post


 

SANCAnews.id – Beredar di media sosial Twitter sebuah Tanda Bukti Lapor atas nama Eka Gumilar, sementara pihak Terlapor atas nama Immanuel Ebenezer.

 

Tanda bukti tersebut diposting oleh akun @ekagumilars pada Minggu 16 Januari 2022 dengan nomor: TBL/701/II/2019/PMJ/Dit.Reskrimum.

 

Dari keterangannya, Eka Gumilar berjenis kelamin laki-laki, pekerjaan sebagai karyawan swasta dan melaporkan atas perkara penghinaan terhadap kelompok atau golongan atas terlapor, Immanuel Ebenezer.

 

Adapun saksi dari pelaporan ini adalah Rajamin Solissa dan Amrullah dengan waktu pelaporan pada Senin, 04 Februari 2019 pukul 14:30 Wib.

 

Dalam keterangan akun @ekagumilars menuliskan “Apa kabar Immanuel Ebenezer?”


 

Berdasarkan penelusuran, Immanuel Ebenezer pernah dilaporkan karena diduga melakukan penghinaan kepada orang-orang yang mengukuti aksi 212.

 

Saat itu,  Immanuel Ebenezer menyebut alumni 212 sebagai 'penghamba uang'.

 

Eka Gumilar mewakili presidium 212 pun melaporkan  Immanuel Ebenezer ke Polda Metro Jaya. Dilaporkan atas pasal penodaan agama

 

Pada saat membuat laporan, juru Bicara Presidium Alumni 212, Eka Gumilar, mengatakan, mereka atas nama Presidium Alumni 212 melaporkan Immanuel Ebenezer karena pernyataannya yang menyebut: kelompok 212 merupakan penghamba uang dan tuannya adalah uang.

 

"Beliau katakan bahwa umat 212 itu penghamba uang dan tuan-tuanya adalah uang, ini sangat menyakiti hati umat khususnya yang mengikuti aksi 212 terdahulu," ujar Eka di Mapolda Metro Jaya, Senin (4/2/2019).

 

Adapun Ebenezer, kata Gumilar, dilaporkan dengan pasal tentang penodaan agama yakni, pasal 156 KUHP dengan perkara penghinaan terhadap kelompok atau golongan.

 

Eka Gumilar pun melaporkan Immanuel atas nama pribadi, karena merasa dirugikan dan atas nama Presidium Alumni 212, yang mana dia selaku jubirnya.

 

Laporan terhadap Ebenezer tersebut diterima polisi dengan nomor LP/701/II/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 4 Februari 2019 pukul 14.30 WIB.

 

Sampai sekarang laporan tersebut diduga mangkrak. Pada 2020, Eka Gumilar memprotes Immanuel Ebenezer yang diangkat menjadi komisaris.

 

"Pak @jokowi, Pak  @prabowo, Pak @mohmahfudmd, Kapolri. Bapak-bapak yang terhormat. Untuk sekedar gambaran rasa keadilan penegakan hukum kita. Saya laporkan IE yang lakukan penghinaan pada alumni 212 yang disebut penghamba uang, eehhh malah jadi komisaris, kasus mangkrak," tulis Eka Gumilar di akun Twitternya, Sabtu (12/9/2020).

 

Mencuatnya lagi pelaporan terhadap Immanuel Ebenezer menuai reaksi dari warganet.

 

“Kasus lama yg belum di realisasikan kepolisian,. Dan yang lebih sial nya lagi orang yang bersangkutan bisa melapor balik.. sebetul nya Indonesia ini menganut hukum apa sih,.?? Hukum kodok blentung yg lain berkotek yg lain pun pun menyambut berkotek, teot teot tebbum…” cuit akun Twitter atas nama @SyahrilTng.

 

Netizen lain bertanya apakah kasus tersebut sudah diproses atau belum, “Sudah diproses kah?” tulis akun @Catatan-Penting.

 

Ada juga netizen yang kaget dengan laporan tersebut sudah berlalu dua tahun yang lalu, “Bujug udah 2 thn….!?? Ngapain aja??” cuit akun @sukmoyudo.

 

Nama Immanuel Ebenezer belakangan ini memang sedang ramai terkait laporannya terhadap Dosen UNJ Ubedilah Badrun.

 

Menurut Immanuel, Ubedilah telah menyebarkan berita bohong terkait laporannya ke KPK yang menyeret nama dua putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

 

Immanuel berpandangan Ubedilah hanya memiliki kepentingan politik atas laporannya itu. Dia menentang Ubedilah bertanggung jawab atas laporannya itu.

 

“Saya melihat sampai detik ini ada kepentingan politik di belakang itu semua, karena kita lihat. Kalau nanti saya bongkar, kasihan dia.”

 

“Makanya saya coba tantangin, jadi dia harus bertanggung jawab atas data ini. Makanya kita akan uber datanya. Kalau dia tidak membuktikan datanya itu, berarti orang ini bohong,” katanya. (*)



 

SANCAnews.id – Kasus yang dialami Babe Aldo dinilai aneh. Pasalnya, Babe Aldo hanya sebatas memberikan kritik kepada pemerintah bukan termasuk ujaran kebencian.

 

Hal itu disampaikan pengamat hukum tata negara Refly Harun dalam akun Youtubenya, Minggu (16/1).

 

Menurutnya, setiap orang di Indonesia boleh menyampaikan aspirasinya sehingga tidak perlu harus dipidanakan jika menyampaikan kritik atau pendapatnya untuk kebaikan pemerintah.

 

"Tiba-tiba ditangkap dipenjara aneh menurut saya, kadang-kadang pendukung pemerintahan itu kurang narasi, pengkritik pemerintahan itu rata-rata mereka menggunakan hak warganegaranya basis idealisme untuk mengontrol negara,” ucap Refly.

 

"Mereka tidak menyebarkan ujaran kebencian tidak menghina seperti yang dilakukan pendukung-pendukung pemerintahan yang hobinya menghina misalkan. Karena itu tidak relevan kalau kemudian tiba-tiba narasi yang dimunculkan tangkap dsb,” imbuhnya.

 

Untuk kasus Denny Siregar, kata Refly, pihaknya telah menyampaikan kepada Denny bahwa kasus yang menimpanya merupakan pelanggaran UU ITE dan undang-undang yang digunakan adalah undang-undang kontroversial sehingga menurut pandangannya tidak perlu sampai ditahan atau ditangkap.

 

“Untuk semuanya berlaku, untuk Habib Bahar juga Ferdinand juga, tapi diproses secara benar. Secara profesional. Kalau salah, salah. Kalau benar, dibebaskan,” katanya,

 

Pihaknya meminta agar aparat penegak hukum membereskan masalah hukum yang telah diproses. Jangan sampai membiarkan sebuah kasus mangkrak lama di meja penyidik.

 

"Jangan sampai kasusnya itu dipeti-eskan begitu saja. Apalagi misalnya, kalau ada dalam status tersangka misalnya, dibiarkan begitu saja, justru tidak baik. Kalau memang tidak salah SP3, kalau misalkan bersalah ya harus diproses. Jangan sampai karena dianggap bagian kekuasaan atau alat kekuasaan didiamkan begtiu saja,” katanya.

 

Seharusnya, kata Refly, aparat perlu memastikan seseorang bersalah atau tidak dengan menyiapkan sejumlah alat bukti sebelum dipenjara.

 

Refly juga meminta penegak hukum tidak tebang pilih dalam memperkarakan seseorang.

 

"Intinya hukum harus memastikan apakah orang bersalah atau tidak, karena itu jangan dihukum terlebih dahulu sebelum dipastikan bersalah,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Media sosial Twitter kembali dihebohkan dengan cuitan dari akun @Mas__Kris yang membagikan potongan video Gus Arya yang bernarasi “Gus Arya Tantang Allah Dimana?”

 

Pernyataan dalam video yang berdurasi 31 detik tersebut mengundang kontroversi netizen yang menontonnya.

 

“Bajingan-bajingan tengik, mereka itu bajingan-bajingan tengik semuanya yang suka memperdagangkan umat, suka dagang syafaat, suka dagang ayat-ayat, suka tantang agama, kelakuan bajing-bajingan seperti itu, coba perlihatkan mana Tuhanmu sekarang,” katanya dalam video tersebut, Minggu (16/1).

 

“Mana Allah yang kamu yakini, tunjukkan sama saya, Jawab itu. Mana Tuhanmu tunjukan sama saya,” tambahnya dalam video tersebut.

 

Dia terus menanyakan dan minta ditunjukan di mana Tuhanmu, dan pernyataan tersebut tidak tahu dituju kepada siapa.

 

“Cling kelihatankah? Cling seperti apa? Ayo tunjukan sama saya mana Tuhanmu,” tanyanya dalam video tersebut.

 

Akibat video yang beredar tersebut tagar #TangkapGusArya pun trending di media sosial.

 

Tokoh Nahdlatul Ulama, Umar Hasibuan pun ikut berkomentar melalui @umar_hasibuan75.

 

“Ini orang siapa sih? Nantangi Allah. Ferdinan kedua?” balasnya di twitter.



Selain itu warganet juga ramai-ramai yang memasang tagar #TangkapGusArya.

 

Akun @syarwani_mhd memberi komentarnya di twitter “Ini orang udh lompat pagar terlalu jauh, nantangin Tuhan.”

 

Lalu @SatriaMaul01 membalas “Gusurrr #TangkapGusArya"

 

Selain itu aku twitter @Elviny_98 mencuit “Ini orang benar2 dikasih azab sm Allah baru tau rasa… #TangkapGusArya #TangkapGusArya "

(jabarekspres)



 

SANCAnews.id – Aktivis dan pegiat media sosial, Nicho Silalahi merespon terkait wacana Jokowi tiga periode. Nicho menyebut wacana tersebut tidak realistis. Bahkan dirinya pun bahkan berbalik meminta jika Jokowi cukup satu setengah periode saja.

 

“Jika ada yang minta 3 periode maka kamipun meminta cukup 1 ½ periode aja,” tulis Nicho dilansir fajar.co.id dari twitter pribadinya, Minggu (16/1/2022).

 

Wacana yang dikeluarkan Nicho bukan tanpa alasan. Aktivis dari Sumatera Utara itu menyebut jika Jokowi gagal dalam menggelola Negara.

 

“2024 sulit bagi Indonesia dan penerusnya untuk membayar semua utang karena Jokowi gagal mengelola keuangan Negara. Cocok ga woi ideku ini ? Kalau cocok kita GasPol terus,” pungkas Nicho.

 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komunitas Jokowi – Prabowo (Jokpro) 2024 Timothy Ivan Triyono mengataan salah satu penyebab munculnya wacana masa jabatan presiden tiga periode karena tidak ada tokoh calon presiden (Capres) yang lebih baik dari sosok Presiden Joko Widodo saat ini.

 

Timothy menyebut Presiden Jokowi menjadi benchmark atau angka minimal bagi sosok capres yang akan maju, namun belum ada yang mampu menyamainya.

 

Oleh sebab itu, Timothy mendorong mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk kembali memimpin Indonesia pada periode selanjutnya.

 

“Jangan sampai nanti di 2024 kita tidak bisa mencari pengganti Pak Jokowi atau penerus Pak Jokowi. Bagi kami, Pak Jokowi itu sudah membuat benchmark yang cukup tinggi untuk kepemimpinan di masa yang akan datang,” kata Timothy dalam siaran pers pada Sabtu (15/1/2022).

 

Menurut Timothy, apabila sampai pada pilpres 2024 mendatang belum juga ditemukan tokoh yang menyamai Presiden Jokowi, maka Presiden Jokowi harus mau dicalonkan kembali oleh masyarakat menjadi presiden. (fajar)



 

SANCAnews.id – Akademisi Sumatera Barat dari Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra merespon tudingan Megawati Soekarnoputri tentang hilangnya budaya musyawarah dan mufakat di Sumatera Barat.

 

Megawati juga menyebut Sumbar tidak lagi sama dengan zaman awal kemerdekaan Republik Indonesia karena hilangnya tokoh-tokoh besar dari daerah ini.

 

Sebagai informasi, bukan kali ini saja Presiden kelima RI ini menyinggung Sumbar. Sebelumnya ia juga pernah menyinggung dalam Webinar Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa di kanal YouTube Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP pada 12 Agustus 2021 silam.

 

Bahkan, putrinya yang juga Ketua DPP PDIP, Puan Maharani pernah menyinggung soal provinsi Sumbar yakni kala mengumumkan jago partai itu dalam Pilgub 2020.

 

Atas tudingan itu, Eka menilai salah jika hanya menyinggung Sumbar saja. Sebab, hilangnya budaya bermusyawarah dan bermufakan tidak hanya terjadi di Minangkabau, tetapi juga di seluruh daerah di Indonesia.

 

Buktinya, hilangnya kebebasan bersuara dan mengemukakan pendapat di muka umum tentang apapun.

 

“Apakah politik bermusyawarah sudah dijalankan di Indonesia hari ini? tidak,” ujar Eka dilansir dari Cnnindonesia.com Sabtu 15 Januari 2022.

 

Menurut Eka, meskipun politik bermusyawarah atau politik deliberatif tengah digencarkan dan dikembangkan politik dunia, namun Indonesia hari ini sangat tidak mendukung sistem yang menganut azaz permusyawarahan seperti itu.

 

Dalam politik permusyawarahan, Eka mengatakan butuh beberapa keterampilan yang selaras dengan prinsip kesejahteraan dan kesetaraan, di mana siapapun dapat memiliki kesempatan yang sama dalam bersuara dan mengemukakan pendapatnya.

 

Ironisnya, kata Eka, kesempatan yang seperti itulah yang hari ini tidak lagi atau sangat minim ditemukan di Indonesia. ketika ada yang berpendapat berbeda, buru-buru dipandang radikal, pemecah belah, dan penghasut yang persis dengan sistem pada Orde Baru dulu.

 

“Ketika mereka mengatakan yang berbeda, dianggap mereka radikal, memecah belah, dianggap menghasut, samalah dengan pada jaman baru, yang dianggap sebagai komunis,” tegasnya.

 

Akibatnya, Eka mengatakan semua orang akan merasa terhambat hak deliberatifnya, sehingga kurangnya ranah diskusi dan kesulitan dalam menyampaikan pendapat. Kebebasan berpendapatan semua orang itu seharusnya dijamin negara, namun saat ini semua orang merasa dikekang.

 

“Sedangkan hari ini ruang publik relatif tertutup. Apalagi ketika ruang publik itu sudah digantikan oleh media sosial,” katanya.

 

Media sosial merupakan wadah penyampaian pendapat yang bersifat satu arah, sehingga ruang publik menjadi semakin tidak ada.

 

“Memang benar terminologi informasi membuat semua orang mendapatkan informasi lebih mudah, iya, namun ruang publiknya tertutup karena diskusinya bersifat in group atau satu arah,” jelas Eka. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.