
JAKARTA — Nama Universitas Pasar Pramuka
mendadak jadi perbincangan hangat setelah tokoh PDIP Beathor Suryadi
disebut-sebut menyebut tempat itu sebagai lokasi Joko Widodo membuat ijazah
saat mendaftar ke KPU.
Narasi tersebut saat ini tengah menjadi tren di media sosial,
salah satunya diungkap oleh Akun X (dulu Twitter) dr. Tifauzia Tyassuma yang
menyebut istilah tersebut dalam konteks ijazah mantan Presiden Joko Widodo
alias Jokowi.
Dalam unggahan yang tayang pada Senin, 16 Juni 2025 pukul
18.54 WIB itu, ia menyebut nama Beathor Suryadi, tokoh PDIP, sebagai orang yang
menyebut tempat pembuatan ijazah Jokowi.
"Universitas Pasar Pramuka (UPP) ditutup tahun 2012,
dirobohkan habis 2015. Yang menurut Beathor Suryadi tokoh PDIP, adalah tempat
pembuatan ijazah yang dididaftarkan ke KPU DKI Jakarta," tulis Tifauzia,
dilansir TribunBengkulu.com.
Cuitan itu langsung viral, ditayangkan lebih dari 300 ribu
kali dan menuai berbagai komentar dari warganet.
"Bisa jadi yg di sampaikan Bambang Tri itu benar semua.
Joko Widodo adalah orang yg sangat misterius asal usulnya, anaknya siapa sampai
ijazah semua serba rekayasa," tulis akun @Djoko Widodo.
Namun komentar lain menyebut lokasi tersebut sudah tidak ada
lagi sejak terjadi kebakaran akhir 2024.
"Salah dok... Ditutup habis setelah terjadi kebakaran
pada bulan Desember 2024, sebelumnya masih ada beberapa lapak di sana...
kebetulan rumah saya dekat dengan lokasi tersebut," tulis akun @Gnuga
Anaylum.
Ada pula yang membenarkan reputasi Pasar Pramuka sebagai
tempat pemalsuan dokumen.
"Tukang setting di Pasar Pramuka emang terkenal banget
tmpat bikin ijazah palsu. Soalnya saya pernah coba-coba mau bikin, sampe
ditawarin pake kertas & hologram yg asli," ungkap akun @ghuzzan.
Sedangkan akun X @ArtaN7707 mengungkapkan kecurigaan terkait
Pasar Pramuka yang mengalami kebakaran.
“TPUA melaporkan ijazah palsu Jokowi ke Polda Metro Jaya pada
November 2024,” ungkap akun tersebut dikutip Jumat (20/6/2025).
Mengingat pasar Pramuka disebut mengalami kebakaran pada
tanggal 02/12/2024 silam.
Menurutnya ini menimbulkan kecurigaan, dimana ada indikasi
untuk melakukan pemusnahan barang bukti di TKP.
“Pasar Pramuka terbakar
tanggal 02/12/2024,” sebutnya.
“Ada pemusnahan bukti TKP?,” tanyanya.
Nasib Universitas Pasar
Pramuka
Berdasarkan penelusuran TribunBengkulu.com, Universitas Pasar
Pramuka sepertinya merujuk pada kawasan Pasar Pramuka Pojok yang terletak di
Jl. Salemba Raya No.79, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Pada era 1980-an hingga awal 2000-an, kawasan ini dikenal
sebagai tempat jasa pengetikan skripsi dan percetakan dokumen.
Namun, seiring waktu, beberapa kios di sana berubah fungsi
menjadi tempat pembuatan dokumen palsu, mulai dari akta kelahiran, buku nikah,
ijazah, hingga e-KTP.
Lorong-lorong sempit dan pengap di Pasar Pramuka Pojok
menjadi saksi bisu betapa mudahnya memesan dokumen palsu—hanya secepat memesan
kopi.
Bahkan, menurut beberapa saksi, beberapa kios menawarkan
layanan lengkap, termasuk penggunaan kertas resmi dan hologram.
Namun masa kejayaan Pasar Pramuka Pojok berakhir ketika
kawasan tersebut ditertibkan dan direlokasi pada 2015, saat Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dulu, di pojok perempatan itu, puluhan kios berdempetan dalam
lorong-lorong sempit dan pengap.
Di situlah berbagai dokumen palsu diproduksi—semudah memesan
secangkir kopi. Kini, kawasan tersebut hanya tinggal kenangan.
Universitas Pasar
Pramuka Tingggal Riwayat
Kemudian, pada tahun 2024 Kompas TV memberitakan satu orang tewas
akibat kebakaran yang menghanguskan 50 kios di kawasan Bekas Pasar Pojok
Pramuka, di Salemba, Jakarta Pusat pada 2 Desember 2024.
Informasi terhimpun TribunBengkulu.com, api diduga berasal
dari korsleting. Banyaknya material yang mudah terbakar membuat api dengan
cepat meluas.
Api dapat dipadamkan satu jam kemudian setelah 10 unit mobil
pemadam kebakaran terjun ke lokasi.
Akibat kebakaran, satu orang meninggal dunia. Korban tewas
akibat kebakaran diketahui bernama Aubrey, berusia 52 tahun.
Saat kebakaran terjadi, korban sempat mengabarkan kepada
kakaknya.
Namun saat keluarga korban mendatangi lokasi kejadian, api
sudah membesar. Korban tewas setelah terjebak dalam mushala.
Korban diketahui menderita sakit stroke sehingga dalam
kesehariannya korban menetap di mushala.
Jasad korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
Kini, keberadaan Pasar Pramuka Pojok tinggal sejarah. Kawasan
yang dulu dipenuhi deretan kios pengetikan dan percetakan itu telah lama
direlokasi dan akhirnya luluh lantak dalam kebakaran besar pada akhir 2024.
Meski begitu, jejak kontroversialnya sebagai "pabrik
dokumen palsu" masih membekas kuat di benak publik, terutama ketika nama
tempat itu kembali disebut dalam pusaran polemik seputar keaslian ijazah mantan
Presiden Jokowi.
Alasan Pasar Pramuka
Jadi Sarang Pemalsuan
Pada tahun 2015, pihak kepolisian pernah turun tangan
melakukan penyelidikan jejak pemalsuan di pasar pramuka.
Warta Kota memberitakan, polisi mencap Pasar Pramuka Pojok
sebagai sarang pemalsu di Jakarta.
Tapi sebenarnya ini imbas dari tak dibutuhkannya lagi jasa
pengetik dan para pemilik kios tetap berusaha mempertahankan bisnisnya.
Maka orderan pemalsuan pun diterima.
Pasar ini masuk wilayah RW 06, Kelurahan Paseban, Kecamatan
Senen,Jakarta Pusat. Lebih dikenal dengan Pasar Pramuka Pojok atau Pasar
Matraman.
Tapi nama sebenarnya adalah Pasar Pramuka Jati.
Jarkasyi Royani (62), warga setempat yang pernah berbisnis
jasa pengetikan dan tahu persis perkembangan pasar itu, menceritakan hal
tersebut kepada Wartakotalive.com di rumahnya, Minggu (22/11).
"Dulu di tahun 1980an sampai pertengahan 1990an, pasar
itu dikenal sebagai Pasar Skripsi. Semua anak kuliah kalau mau mengetik
skripsi, maka akan datang ke Pasar Pramuka Pojok itu. Sebab jasa pengetik mesin
tik handal ada disana," kata Jarkasyi, dilansir TribunBengkulu.com.
Jarkasyi mengaku dulu punya usaha percetakan sekaligus jasa
pengetikan.
Letaknya dekat dengan Pasar Pramuka Pojok.
Bahkan Dia mendirikan usaha itu lantaran tergiur manisnya
bisnis tersebut di tahun-tahun itu.
"Tahun 1980an itu masa emas usaha jasa pengetikan.
Sampai pertengahan tahun 1990an masih okelah," kata Jarkasyi.
Tapi, kata Jarkasyi, saat melewati pertengahan tahun 1990an,
bisnis jasa pengetikan dan percetakan melewati masa sulit.
Krisis moneter menghadang di tahun 1998.
"Bisnis percetakan saya habis tahun-tahun itu,"
ujar Jarkasyi.
Tambah parah, ucapnya, omzet usaha jasa pengetikannya pun
merosot jauh.
Sedikit sekali yang datang mengetik. Dan para pemilik kios
jasa ketik pun seluruhnya merasakan penurunan omzet drastis selepas tahun 1998.
Jarkasyi menduga itu terjadi lantaran sudah mulai masuk era
komputer.
Tak ada lagi orang yang butuh mengetik dengan rangkap 9 atau
10 yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang terampil.
Di masa di atas tahun 1998, orang hanya perlu mengetik dengan
mudah di komputer, lalu mencetaknya berulang-ulang dengan printer.
"Kalau di era 1980an, mengetik itu keterampilan yang
dibayar mahal. Sebab seorang pengetik mampu mengetik di kertas yang dirangkap
10. Itu sulit dilakukan, makanya Pasar Skripsi (Pasar Pramuka Pojok) hidup di
tahun itu," kata Jarkasyi.
Sejak itulah, ucap Jarkasyi, pemilik kios mulai menerima
order membuat ijazah palsu, KTP palsu, dan sebagainya.
Sampai akhirnya menjadi sarang pemalsu di Jakarta.
Jarkasyi mengatakan, sebenarnya sejak masa-masa pemilik kios
belum menerima order pemalsuan, sudah banyak terjadi ada pengunjung datang dan
meminta mengetik yang ternyata isinya bohong.
Atau mencetak sesuatu yang ternyata isinya selebaran
penipuan.
"Dulu pernah ada kasus sebuah selebaran yang mencatut
nama Menkopolhukkam soalnya, itu kejadiannya sebelum tahun 1995," kata
Jarkasyi.
Penipu itu mencetak di tempat percetakan Jarkasyi, tetapi mengetik dan membuatnya di lokasi Pasar Pramuka Pojok.
"Disidang semua lagi itu saya, dan beberapa pengetik di
pasar," kata Jarkasyi. (gelora)