Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (RMOL)
JAKARTA — Tak hanya Hanif Dhakiri dan Ida
Fauziyah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membuka peluang memeriksa
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin selaku mantan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Menakertrans).
Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo terkait
penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan penerimaan
gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
pada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang terjadi pada 2012 atau sejak
era Cak Imin menjabat sebagai menteri.
"Pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran
pemerasan terkait dengan perkara RPTKA nantinya akan dimintai keterangan oleh
penyidik sehingga membuat terang perkara," kata Budi kepada wartawan di
Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta
Selatan, Rabu malam, 11 Juni 2025.
Selain Cak Imin, KPK juga bakal memanggil dua mantan Menaker
lainnya, yakni Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah. Ketiganya juga merupakan elit
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Budi berharap pemanggilan terhadap para pihak dimaksud bisa
mempercepat proses penyidikan.
"Dan tentu kita semua berharap penanganan perkara ini
juga bisa tuntas diselesaikan," pungkas Budi.
Kamis, 5 Juni 2025, KPK secara resmi mengumumkan identitas
delapan orang tersangka korupsi penerimaan tenaga kerja asing. Mereka yakni
Suhartono selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja
dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) tahun 2020-2023, Haryanto selaku
Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun
2024-2025.
Selanjutnya, Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun
2017-2019, Devi Angraeni selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA
tahun 2020-Juli 2024 yang juga Direktur PPTKA tahun 2024-2025, Gatot Widiartono
selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal (Ditjen)
Binapenta dan PKK tahun 2019-2021 yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
PPTKA tahun 2019-2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA
Direktorat PPTKA tahun 2021-2025.
Kemudian tiga orang lainnya adalah staf pada Direktorat PPTKA
tahun 2019-2024, yakni Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Dari pemerasan yang dilakukan di periode 2019-2024, KPK
mengidentifikasi oknum-oknum di Kemnaker menerima uang sebesar Rp53,7 miliar
dari para agen-agen perusahaan pengurusan TKA yang akan bekerja di Indonesia.
Namun, perkara pemerasan ini sudah berlangsung sejak 2012-2024 di era Muhaimin
Iskandar alias Cak Imin hingga era Ida Fauziyah.
Di mana, Haryanto yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli
Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional menerima uang paling
besar, yakni sebesar Rp18 miliar.
Sedangkan tersangka lainnya, yakni Suhartono menerima uang
sebesar Rp460 juta, Wisnu menerima uang sebesar Rp580 juta, Devi menerima uang
sebesar Rp2,3 miliar, Gatot menerima uang sebesar Rp6,3 miliar, Putri menerima
uang sebesar Rp13,9 miliar, Jamal menerima uang sebesar Rp1,1 miliar, dan Alfa
menerima uang sebesar Rp1,8 miliar.
Sedangkan sisanya, digunakan untuk dibagikan kepada para
pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang 2 mingguan. Para pihak tersebut
menggunakan uang itu untuk kepentingan sendiri, dan untuk membeli sejumlah aset
yang dibeli atas nama sendiri maupun atas nama keluarga.
Uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai
Direktorat PPTKA kurang lebih 85 orang sekurang-kurangnya sebesar Rp8,94
miliar.
Dalam proses pengajuan RPTKA akan diterbitkan 2 dokumen,
yaitu Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA. Pengajuan kedua
dokumen tersebut dilakukan secara online oleh pemohon yakni perusahaan/agen
yang terdaftar di Kemnaker dan diberikan kewenangan untuk mengurus RPTKA. Atas
permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Ditjen
Binapenta dan PKK.
Dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA, pihak-pihak di
Kemnaker melalui pegawai di Direktorat PPTKA diduga melakukan pemerasan kepada
pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan.
Dalam proses permohonan RPTKA secara online oleh pemohon,
tersangka Putri, Alfa, dan Jamal hanya memberitahukan kekurangan berkas melalui
WhatsApp kepada pihak pemohon yang sudah pernah menyerahkan sejumlah uang pada
pengajuan sebelumnya, atau pemohon yang menjanjikan akan menyerahkan uang
setelah RPTKA selesai diterbitkan. Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan
uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur
waktu penyelesaiannya.
Sehingga, pemohon yang tidak diproses mendatangi kantor
Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersebut, tersangka Putri,
Alfa, dan Jamal menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA,
dan meminta sejumlah uang. Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker
menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.
Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara
terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype
dengan jadwal yang ditentukan secara manual. Tersangka Putri, Alfa, dan Jamal
tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam
pengurusan RPTKA tersebut.
RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA
untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lain terkait izin kerja dan izin
tinggal. Apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin
tinggal TKA akan terhambat.
Hal itu menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA
belum terbit, yaitu sebesar Rp1 juta per hari. Sehingga para pemohon RPTKA
terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka supaya tidak terkena
denda. (rmol)