Latest Post


 

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula tahun 2015, pada 29/10/2024. Penetapan tersangka ini terkesan dipaksakan. Tuduhan yang dilontarkan sangat lemah dan cenderung keliru.

 

Tom Lembong didakwa menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menteri Perdagangan terkait pemberian izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada 2015. Menurut Kejaksaan Agung, izin impor tersebut diberikan tanpa koordinasi dengan kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Perindustrian.

 

Kejaksaan Agung juga mengatakan saat itu Indonesia tengah mengalami surplus gula saat izin impor diberikan. Kejaksaan Agung merujuk pada hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 15 Mei 2015, sebelum Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

 

Hal tersebut disampaikan Direktur Tindak Pidana Khusus Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar saat menggelar konferensi pers: “Berdasarkan rapat kordinasi antar kementerian pada Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula,” kata Qohar dalam konferensi pers, Selasa, (29/10/2024).

 

Berdasarkan alasan tersebut, Kejagung menuduh Tom Lembong melanggar peraturan tentang Ketentuan Impor Gula tahun 2004.

 

Artinya, dasar hukum yang digunakan Kejagung untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka impor gula adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.

 

Berdasarkan peraturan ketentuan impor gula tahun 2004 ini, tuduhan Kejagung kepada Tom Lembong terindikasi kuat tidak mempunyai dasar hukum yang valid, bahkan sangat keliru.

 

Pertama, menurut peraturan ketentuan impor gula tahun 2004, pemberian izin impor gula kristal mentah tidak perlu ada koordinasi atau rekomendasi dari kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Perindustrian. Sangat masuk akal.

 

Karena, Perindustrian dan Perdagangan ketika itu, tahun 2004, berada di bawah satu atap Kementerian, yaitu Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Oleh karena itu, tidak ada aturan rapat koordinasi atau rekomendasi untuk pemberian izin impor gula kristal mentah atau gula kristal rafinasi.

 

Dengan kata lain, berdasarkan peraturan Ketentuan Impor Gula tahun 2004, Tom Lembong tidak melanggar peraturan.

 

Kedua, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan mencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004, dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 117/M-DAG/PER/12/2015, ditandatangani oleh Tom Lembong pada 23 Desember 2015, dan mulai berlaku 1 Januari 2016.

 

Di dalam peraturan ini, Tom Lembong berinisiatif memasukkan kewajiban rekomendasi impor dari kementerian terkait: Kementerian Perindustrian.

 

Pasal 6 ayat (1) Permendag No 117 tersebut berbunyi: Untuk mendapatkan persetujuan impor sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

a. API-P

b. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, ….

 

Perubahan peraturan ketentuan impor gula ini menunjukkan fakta, bahwa izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton untuk tahun 2015 pasti menggunakan dasar hukum peraturan lama, tahun 2004, yaitu Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004.

 

Peraturan tahun 2004 ini mengatur, impor gula kristal mentah dan gula kristal rafinasi hanya boleh dilakukan oleh perusahaan produsen gula yang mempunyai izin Importir Produsen Gula (IP Gula). Perusahaan produsen gula tersebut bisa perusahaan swasta atau BUMN.

 

Agar lebih jelas dan transparan, mari kita bahas lebih detil peraturan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527 Tahun 2004 tersebut.

 

Pasal 2 ayat (2) peraturan tahun 2004 tersebut berbunyi: “Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Rafinasi (Refined Sugar) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuaan sebagai Importir Produsen Gula, selanjutnya disebut IP Gula.”

 

Kalau sudah mempunyai IP Gula, maka perusahaan secara otomatis boleh melakukan impor gula kristal mentah atau gula kristal rafinasi, tanpa harus minta persetujuan impor dari menteri.

 

Perusahaan produsen gula yang mempunyai IP Gula hanya wajib menyampaikan realisasi impor gula (kristal mentah, kristal rafinasi) setiap bulan, paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya dari setiap bulan pelaksanaan impor, seperti diatur di Pasal 6.

 

Pasal 7 mengatur ketentuan impor untuk gula kristal putih. Pasal 7 ayat (6) menyatakan jumlah impor gula kristal putih ditentukan berdasarkan hasil rapat koordinasi antar instansi/lembaga dan asosiasi terkait, setelah mempertimbangkan hal-hal sebagaimana dimuat dalam ayat (4) dan ayat (5).

 

Sedangkan Pasal 12 ayat (1) mewajibkan setiap impor gula kristal putih harus mendapat persetujuan impor terlebih dahulu dari Direktur Jenderal.

 

Artinya, berdasarkan peraturan Ketentuan Impor Gula Tahun 2004, rapat koordinasi dan persetujuan impor hanya berlaku untuk impor gula kristal putih.

 

Oleh karena itu, berdasarkan peraturan tahun 2004 ini, Tom Lembong tidak bersalah dalam pemberian impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada 2015.

 

Sebagai penutup, pemberian izin impor tahun 2016 akan menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri Perdagangan No 117/M-DAG/PER/12/2015.

 

Dalam hal ini, pemberian izin impor harus ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

 

Untuk pemberian izin impor gula tahun 2016, dengan dasar hukum Peraturan tahun 2015 tersebut, nampaknya Kejagung tidak melihat atau menemukan ada pelanggaran hukum. Karena faktanya Tom Lembong hanya dituduh melanggar peraturan pemberian izin impor tahun 2015.

 

Hal ini mencerminkan, Tom Lembong tidak menyalahgunakan kewenangannya, taat peraturan, dan memenuhi semua persyaratan pemberian izin impor untuk tahun 2016, antara lain harus ada rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian, sesuai paraturan yang ditandatanganinya sendiri.

 

Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas Tom Lembong tidak bersalah, tidak melanggar aturan manapun terkait pemberian izin impor gula kristal mentah tahun 2015.

 

Untuk itu, Kejagung seharusnya mengevaluasi kembali semua tuduhan kepada Tom Lembong yang diduga keras bermotif politik, bukan untuk menegakkan keadilan.

 

Negara akan hancur apabila hukum digunakan sebagai alat kekuasaan, untuk membungkam lawan politik, membungkam demokrasi.

 

Semoga Kejagung dapat menjadi pintu gerbang keadilan bagi semua rakyat Indonesia. (*)


Presiden Partai Buruh, Said Iqbal  


JAKARTA – Buruh berharap Presiden Prabowo Subianto tidak menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (Perpu) untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Para buruh berharap agar Prabowo Subianto tidak menempuh jalan yang sama seperti Presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), yang membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi yang tetap mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja.

 

Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal menilai Presiden Prabowo Subianto merupakan sosok berwibawa yang menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.

 

Diketahui, dalam putusan perkara nomor 168/PUU/XXI/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo, sedikitnya terdapat 25 poin putusan. Di antaranya adalah soal upah dan izin tenaga kerja asing di Indonesia. Untuk itu, ia meminta pemerintah dan DPR untuk taat pada konstitusi.

 

“Kami meminta dengan segala hormat. Kami yang mencintai bapak Presiden Prabowo. Kami yang mendukung bapak Presiden Prabowo tunduklah dan taatlah pada konstitusi. Kami percaya beliau kesatria, jangan ditafsirkan lain apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,”  kata Said Iqbal seperti dimuat Tribunnews.com Kamis (31/10/2024) petang.

 

Ia menerangkan ada 21 norma hukum di Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan sudah dinyatakan inkonstitusional tidak berlaku lagi.

 

Walaupun ada sebagian yang inkonstitusional bersyarat. Said Iqbal pun berharap tidak ada penjilat-penjilat yang menyusup ke Istana untuk membatalkan putusan MK tersebut.

 

“Kami yakin bapak Presiden Prabowo berjiwa ksatria berjiwa cinta pada negara melalui taat pada konstitusi. Istana tidak jauh dari sini, saya yakin beliau sudah mendengar,” kata Said Iqbal.

 

“Mudah-mudahan tidak ada penjilat-penjilat yang kemudian menafsirkan lain keputusan MK. Keputusan MK berlaku sama dengan undang-undang. Dan berlaku saat setelah dibacakan, saat itu juga berlaku,” lanjutnya.

 

Omnibus Law, sudah masa lalu, selamat tinggal klaster ketenagakerjaan, sudah inkonstitusional, kata Said Iqbal. 

 

“Bahkan MK menyatakan paling lambat 2 tahun harus dibentuk undang-undang baru tentang ketenagakerjaan. Ini kemenangan rakyat,” tegasnya.

 

Kemudian ia mengingatkan DPR dan pimpinan DPR jangan mengulang kembali seperti undang-undang pilkada.

 

“Dia (DPR) mau nafsirin keputusan MK. Nggak boleh, keputusan MK itu setara dengan undang-undang. Tidak ada kekosongan hukum dengan demikian yang berlaku sekarang adalah keputusan MK,” tegasnya.

 

Diketahui sebelumnya MK juga sempat mengabulkan gugatan UU Cipta Kerja pada tahun 2021 lalu.

 

Namun demikian, pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) kemudian mengeluarkan Perpu (peraturan pengganti undang-undang) yang membatalkan putusan MK.

 

Apabila kali ini pemerintah dan DPR tidak kembali menggagalkan upaya buruh untuk menggagalkan UU Cipta Kerja, maka kemungkinan UU Cipta Kerja dibatalkan dan tidak lagi berlaku di perusahaan. (*)


Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 Thomas Lembong dibawa menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10/2024) 


JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong kembali diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi impor gula. Selain itu, Kejagung juga memeriksa Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015-2016, Charles Sitorus.

 

Pemeriksaan ini sebagai langkah Kejagung melakukan pendalaman terkait kasus impor gula tersebut. Terlebih saat ini keduanya telah ditetap sebagai tersangka.

 

“Hari ini (Tom Lembong) diperiksa kembali. Tersangka CS juga,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jumat (1/11).

 

Namun, Harli belum bisa berkomentar lebih jauh terkait pemeriksaan ini. Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Selain dia, penyidik ​​juga menetapkan Direktur Pengembangan Usaha PT PPI 2015-2016 berinisial CS sebagai tersangka.

 

"Selasa 29 oktober 2024 penyidik Jampiduss menetapkan status saksi terhadap 2 orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti yang bersangkutan melakukan korupsi," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

 

Thomas diduga memberikan izin impor gula kristal mentah ke gula kristal putih. Dia diduga melampaui kewenangannya sebagai Mendag pada saat itu.

 

"TTL berikan penugasan pada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah jadi gula kristal putih dalam rangka stabiliasi harga gula karena harga gula melambung tinggi. Padahal, seharusnya yang berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri adalah BUMN yang ditunjuk menteri perdagangan itu pun gula kristal putih bukan gula kristal mentah," jelas Abdul.

 

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Thomas dan satu tersangka lainnya dikenakan penahanan selama 20 hari ke depan di dua rutan berbeda. Thomas di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan CS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. (jawapos)


Thomas Trikasih Lembong/Net 


SANCAnews.id – Publik saat ini tengah disibukkan dengan kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Kasus ini menjadi sorotan di media sosial, salah satunya adalah X.

 

Terkait kasus Tom Lembong yang sedang menjadi trending, publik menyebut ada dugaan pengalihan isu dalam kasus mantan tim kampanye Anies Baswedan tersebut. Kasus Tom Lembong dikaitkan dengan pengalihan isu Fufufafa yang mulai merebak di media sosial.

 

"Njir! info A100. Kasus TL ternyata bagian dari mitigasi untuk meredam perbincangan soal Fufufafa di media sosial. Harus diakui obrolan mengenai Fufufafa mulai menurun," tulis akun @yusuf_dumdum, Rabu (30/10/2024).

 

"Jangan sampai lengah. Kita boleh peduli dengan isu lain, tapi jangan sampai kasus Fufufafa dilupakan," imbuhnya.

 

Diketahui Tom Lembong terseret kasus korupsi importir gula. Ia dianggap menyalahkan wewenang saat menjadi Menteri Perdagangan.


Pernyataan Yusuf Dumdum sontak mengundang berbagai respons dari warganet.

 

"Tetep kawal Fufufafa, jangan sampai lengah dengan pengalihan isu pak Tom Lembong, ternyata kejaksaan agung belum punya bukti aliran dana ke rekening Tom Lembong," komentar warganet.

 

"Waspada pengalihan isu Fufufafa," imbuh warganet lain.

 

"Kita lihat gebrakan selanjutnya ombak akan kemana lagi apakah ombak akan balik ke sumber ombak? edisi hari-hari esok akan lebih menarik dari pada hari-hari sebelumnya," tulis warganet di kolom komentar.

 

"Tolong pada upload postingan Fufufafa di Tiktok juga. Kalau perlu bikin akun khusus. Biar warga sana tau kelakuan mereka persis Fufufafa," timpal lainnya.

 

Fufufafa sendiri merupakan akun Kaskus kontroversial yang menghina Prabowo Subianto dan keluarga. Akun tersebut belakangan dikaitkan dengan Gibran Rakabuming Raka. (suara)

 


Tom Lembong-Jokowi 

 

JOKOWI TAHU

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

KEJUTAN hukum pertama di era Prabowo adalah co captain Anies "musuh" Prabowo ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kejaksaan Agung dengan tuduhan bahwa akibat kebijakan impor gula maka negara dirugikan 400 milyar. Publik menilai bahwa pada rezim Prabowo ini ternyata hukum masih dijadikan alat untuk kepentingan politik.

 

Peristiwanya saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016. Kecuali Gobel yang digantikan Tom, maka semua Mendag mengambil kebijakan impor gula bahkan dengan tonase yang jauh lebih besar. Thomas Trikasih Lembong ditahan bersama Charles Sitorus Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

 

Adakah penetapan status tersangka Tom Lembong murni hukum atau politis, itu akan bisa kita baca edisi lanjutan dari kerja Kejagung. Tidak terpaku pada bantahan Kejagung.

 

Jika penetapan status tersangka dan penahanan Tom Lembong adalah dalam upaya menjegal Anies untuk maju dalam Pilpres 2029, maka aspek politisnya sangat kuat. Hal ini mengingat peran Lembong yang besar untuk menyukseskan Anies. Apalagi rumor untuk menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden terus bergulir. Anies bakal menjadi lawan berat yang sulit dikalahkan, apalagi oleh bocil sekelas Gibran.

 

Penetapan tersangka Tom Lembong sangat bernilai politis jika kelanjutannya Anies atau orang dekatnya yang dijadikan target pemeriksaan atau pesakitan. Jokowi masih menampilkan diri sebagai pengendali rezim Prabowo. Sang jagoan hanya tampil hebat di omon-omon saja, prakteknya ternyata ia adalah bawahan Jokowi.

 

Jika penetapan dan penahanan Tom Lembong itu memang murni hukum,  maka semua menteri baik Agus, Enggar, Lutfi maupun Zulhas harus diperiksa dan ditetapkan status yang sama karena seluruhnya mengambil kebijakan yang serupa soal impor gula. Lalu, dan ini terpenting, adakah Jokowi tidak mengetahui "ulah" menteri-menterinya tersebut ?

 

Jika 5 (lima) Menteri Perdagangan melakukan hal yang sama soal impor gula, maka wajar dan sudah menjadi konsekuensi hukum bahwa  Presiden juga harus diperiksa. Jokowi tidak bisa dikesampingkan.

 

Pasal 421 KUHP Jo Pasal 3 Jo Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor menyatakan bahwa atasan yang membiarkan terjadinya korupsi dapat dipidana :

 

"Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan"

 

Dalam aturan UU Tipikor ancaman pidana penjara diubah menjadi minimal 1(satu) tahun dan maksimal 6 (enam) tahun.

 

Ternyata banyak menteri Jokowi  yang melakukan korupsi, oleh karena itu Jokowi patut untuk diperiksa dan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan pidananya. Jika tidak, maka pembiaran adalah bagian dari jebakan atau politik sandera yang menjadi warna dari pemerintahan buruknya.

 

Dalam kasus yang "belum terbukti" aliran dana ke kantong Tom Lembong, artinya baru pada aspek kebijakan saja, maka lebih terbuka untuk mengusut atau memeriksa seluruh Menteri Perdagangan yang menjalankan program impor gula, terlebih-lebih memeriksa Jokowi yang menjadi atasan dari para menteri tersebut.

 

Bagi Tom Lembong yang kini ditahan dan dijadikan tersangka tinggal bilang saja bahwa kebijakan impor gula yang diambilnya itu diketahui bahkan disetujui oleh Jokowi. Jokowi telah melakukan pembiaran. Bisa ditangkap, ditahan, diadili dan mendapat sanksi pidana maksimal penjara 6 (enam) tahun.

 

Bahkan Lembaga Kajian untuk Advokasi dan Independensi Peradilan berpendapat untuk atasan yang mengetahui dan membiarkan korupsi terjadi tidak melaporkan, maka dapat dikenakan Pasal 56 KUHP tentang pembantuan atau medeplichtige.

 

Artinya, sanksi sedikit lebih ringan daripada pelaku korupsi, yang terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 (dua puluh) tahun. Jika politis Tom Lembong harus dibebaskan tetapi jika murni hukum, maka Jokowi harus ikut diperiksa dan dihukum.  (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.