Latest Post

Ribuan buruh menyambut baik putusan MK terkait UU Cipta Kerja di patung kuda Monas, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024) 

 

SANCAnews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan atas gugatan terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), Kamis (31/10/2024). Ribuan buruh tampak berseri-seri setelah mendengar putusan MK tersebut. Sebagian juga menitikkan air mata karena putusan terbaru.

 

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengapresiasi putusan MK tersebut. Pasalnya, dari 7 poin utama yang dipersoalkan, 70 persen di antaranya memenangkan gugatan serikat pekerja.

 

Tujuh poin tersebut adalah sistem pengupahan, outsourcing, PHK, PKWT (masalah kontrak kerja), tenaga kerja asing, istirahat panjang dan cuti serta kepastian upah bagi pekerja perempuan yang sedang cuti haid dan cuti melahirkan.

 

"Saya ringkas, dari tujuh poin itu kami sudah menghitung secara kalkulasi, kami memenangkan 70 persen gugatan," ujar Andi Gani di kawasan patung kuda Monas, Kamis (31/10/2024).

 

Ia memaparkan, terdapat beberapa poin penting dalam gugatannya yang dimenangkan MK. Misalnya, soal pengupahan, di mana dalam menentukan UMP akan kembali mempertimbangkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan melibatkan dewan pengupahan.

 

"Ada survei kehidupan layak yang akan dikembalikan karena dihitung kebutuhan masing-masing dasar di masing-masing daerah. Dan itu sudah lama hilang," terang Andi Gani.

 

Kemudian, putusan MK juga mengabulkan gugatan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK). Di mana perusahaan tidak bisa lagi melakukan PHK secara semena-mena dan wajib dimusyawarahkan dengan Serikat Pekerja (SP).

 

"Soal PHK, tidak bisa lagi perusahaan PHK semena-mena," tegas Andi Gani.

 

Dengan putusan ini, lanjut Andi Gani, perekrutan tenaga kerja asing (TKA) kembali dibatasi dan memiliki tenggat masa kerja. Di mana sebelumnya, TKA bekerja di Indonesia begitu saja meski tanpa memiliki kemampuan.

 

"Tenaga kerja asing bisa masuk begitu saja tanpa ada skill. Dengan adanya keputusan ini semua terbatas sekarang, dan mesti ada batas waktu, ada tenaga kerja pendamping dari tengaa kerja Indonesia," terang Andi Gani.

 

Selain itu, MK juga mengatur terkait pekerjaan alih daya atau outsourcing yang harus diatur dalam Undang-Undangan (UU) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja alih daya.

 

"Lalu outsourcing, sekarang dibatasi, yang tadi tidak ada batasnya," ucap Andi Gani. (jawapos)


Tom Lembong saat ditahan Kejaksaan 

 

SANCAnews.id – Penetapan Tom Lembong yang selama ini dikenal sebagai sosok dekat Anies Baswedan sebagai tersangka mendapat sorotan dari banyak pihak. Pasalnya, kasus yang membuatnya terjerat kasus hukum tersebut berkaitan erat dengan kebijakan impor Presiden Jokowi di periode pertama pemerintahannya. Hal ini pun dinilai sebagai persekusi politik.

 

Salah satu yang berpandangan demikian adalah peneliti ISEAS sekaligus pengamat politik, Made Supriatma. Melalui tulisannya di akun Facebook miliknya, Made Supriatma menyampaikan analisisnya terkait kasus tersebut.

 

Dia menulis dengan judul "Korupsi Sebagai Alat Persekusi Politik:"

 

"Salah satu penasihat Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 kemarin adalah Tom Lembong. Ia memberi masukan dalam bidang ekonomi. Tom Lembong pernah menjadi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Menteri Perdagangan di periode pertama pemerintahan Joko Widodo," ungkap Made Supriatma, mengawali tulisannya dikutip Kamis (31/10/2024). 

 

Tuduhan yang dikenakan kepada Tom Lembong, lanjutnya, sangat serius. Tom dituduh memberikan ijin impor gula sebanyak 105 ribu ton yang berpotensi merugikan negara 400 milyar. Jumlah yang fantastis.

 

Itu terjadi antara periode 2015-2016 saat Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Lembong dianggap menyalahi prosedur karena saat itu yang boleh melakukan impor gula adalah BUMN. Sementara ia memberikan ijin impor tersebut kepada perusahaan swasta.

 

Karena tuduhan ini, Tom Lembong langsung ditahan oleh Kejagung. Dia diancam hukuman penjara seumur hidup.

 

"Baiklah. Kita biarkan hukum bekerja. Sekalipun demikian, kita masih berhak bertanya: apakah ini proses yang fair, yang adil? Mengapa kasus yang sudah terjadi pada 2015-16 itu baru diproses sekarang? Apakah ini adalah proses pencarian keadilan atau sebuah persekusi politik?," sambungnya.

 

"Saya tidak kenal Tom Lembong. Juga mungkin tidak sepakat dengan pandangan-pandangan politiknya. Namun kasus yang menimpa Tom Lembong ini untuk saya terlihat sangat ‘fishy’ atau berbau amis. Ada banyak hal yang patut dipertanyakan dalam kasus ini," lanjut peneliti ISEAS ini. 

 

Yang diadili adalah soal kebijakan. Seorang Menteri Perdagangan mengambil kebijakan. Apakah itu tidak diketahui oleh bos-nya, yaitu presiden yang berkuasa saat itu? Kalau pun presiden tidak terlibat, apakah dia mengambil tindakan? Setelah tidak menjadi menteri Tom Lembong diangkat menjadi Ketua BKPM.

 

Jika yang diadili adalah kebijakan, atau prosedur pengambilan keputusan dalam kebijakan itu, maka yang bertanggung jawab untuk itu adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi.

 

Mengapa tidak minta tanggung jawab kepada Presiden Jokowi sendiri? Kalau Jokowi tidak mengetahui soal kebijakan impor gula ini, dan memang ada indikasi korupsi, mengapa dia tidak memerintahkan Kejaksaan Agungnya untuk memeriksa Tom Lembong ketika itu?

 

Kalau ini adalah semata-mata soal kebijakan dan kesalahan ada pada presiden maka presiden yang memikul tanggung jawab. Konsekuensinya adalah presiden memiliki impunitas. Dia tidak bisa diadili hanya karena kebijakan yang diambilnya.

 

"Kalau kita mengaitkan dengan aktivitas politik Tom Lembong maka mau tidak mau kita patut curiga bahwa ini adalah sebuah persekusi politik. Rejim Jokowi dan sekarang Prabowo yang berkuasa sekarang ini memang berusaha untuk mengenyahkan kekuatan Anies Baswedan dan kelompoknya. Karena kekuatan inilah yang mampu menjadi oposisi di Indonesia saat ini," tegas Made.

 

Kalau yang terakhir ini benar maka kita pantas kuatir. Ini adalah political persecution dalam pengertian yang sangat telanjang. Dan kita tidak menyaksikan ini untuk pertama kalinya. Banyak sekali orang-orang dengan kekuatan politik yang berpotensi melawan pemerintahan Jokowi (dan sekarang Prabowo) yang dipersekusi dengan kasus-kasus korupsi.

 

Sekalipun bukan berarti orang-orang yang dituduh korupsi ini bukan orang yang bersih juga. Mereka juga korup. Jadi rejim korup memakai korupsi untuk melawan sesama koruptor.

 

Dalam hal ini keadilan dimainkan sebagai praktek korupsi! Kalau kita tidak mampu mengendalikan ini maka kita tidak akan pernah keluar dari lingkaran korupsi ini.

 

"Hentikan memakai korupsi sebagai alat persekusi politik. Perlakukan korupsi sebagai praktek korup yang menyengsarakan seluruh bangsa ini — khususnya yang miskin dan lemah. Jika kita konsekuen dengan mendudukkan korupsi sebagai penyakit masyarakat maka tatanan politik di negeri ini akan terjungkir balik," tutup Made Supriatma. (fajar)


Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad bersama para aktivis mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (31/10) 

 

SANCAnews.id – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad bersama sejumlah aktivis mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (31/10). Kedatangan mereka untuk menuntut komitmen KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan keluarga Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

 

Samad mengungkapkan, sejumlah masyarakat sipil telah melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan keluarga Jokowi. Seperti laporan yang disampaikan Dosen Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun terkait penggunaan jet pribadi oleh putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep.

 

"Itu sudah dilaporkan dua tahun yang lalu. Kemudian kasus yang dilaporkan Pak Petrus dari TPDI. Kemudian dari teman-teman lain, Pak Marwan. Kemudian kasus-kasus yang dilaporkan, yang tadi kita diskusikan adalah kasus-kasus yang diduga, diduga melibatkan keluarga Mulyono," kata Samad.

 

Samad mengaku, pihaknya menanyakan langsung kepada Pimpinan KPK perihal tindaklanjut dari pelaporan tersebut.

 

"Kita mempertanyakan kepada pimpinan KPK sejauh mana kasus-kasus ini ditindaklanjuti. Karena kita melihat ada rentang waktu yang sudah cukup lama ya," tegas Samad.

 

Samad menyebut, penanganan itu sudah cukup lama. Bahkan, idealnya laporan itu telah pada tingkat penyelidikan.

 

"Sebagai mantan pimpinan KPK saya bisa menghitung bahwa ini sudah cukup lama, kelihatannya harusnya ya kalau ideal itu sudah bisa ditingkatkan ke penyelidikan," ucap Samad.

 

Dalam kesempatan yang sama, mantan Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang menyatakan, dirinya mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto dalam melakukan pemberantasan korupsi.

 

"Jadi kita excited, kita excited datang kemari selain memang tadi sudah disampaikan melaporkan hal tadi itu. Kedua, kita excited dengan presiden baru yang memberi harapan besar terhadap negeri ini," pungkas Saut.

 

Dalam kesempatan itu, Abraham Samad dan Saut juga tampat ditemani oleh sejumlah aktivis mereka di antaranya Said Didu, hingga Roy Suryo. (jawapos)


Ustaz Hilmi Firdausi 

 

SANCAnews.id – Ustaz Hilmi Firdausi angkat bicara terkait penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi. Ia menyoroti kasus tersebut. Menurutnya, apa yang menimpa Tom Lembong terjadi karena kebijakannya saat menjabat Menteri Perdagangan. Karena itu, ia meminta hal serupa dilakukan kepada pejabat lainnya.

 

“Jika seorang mantan menteri ditangkap karena kebijakannya, maka hal yang sama juga harus dilakukan kepada pejabat & mantan pejabat lain yang bersalah,” kata Hilmi dikutip dari unggahannya di X, Kamis (31/10/2024).

 

“Tanpa melihat yang bersangkuatan dekat dengan kekuasaan atau menjadi lawan politik,” tambahnya.

 

Hilmi meminta pihak berwenang tak tebang pilih dalam menegakkan hukum. Apalagi hanya untuk melindungi kesalahan penguasa.

 

“Jangan tebang pilih apalagi melindungi sebuah kesalahan karena yang bersangkutan ada di lingkaran kekuasaan,” ucapnya. 

 

Menurutnya, hukum tidak bisa ditegakkan berdasarkan kemauan penguasa.

 

“Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya hingga tercipta rasa keadilan publik. Yang kemarin sangat geram karena ada makelar kasus di MA selama 10 tahun yang ditangkap dengan bukti sitaan hingga 1 T,” bebernya.

 

Hilmi pun memberi nasihat bagi para pemangku kebijakan dan penegak hukum. Mengutip Surah Al Maidah ayat 8.

 

“Untuk semua pejabat & penegak hukum di negeri ini, izinkan saya memberi nasihat dengan mengutip firman Allah SWT di QS Al Ma'idah ayat 8,” ucapnya.

 

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” kata Hilmi mengutip ayat di Al Quran. (fajar)


Kawasan transmingrasi di Papua/Net 

 

SANCAnews.id – Program Strategis Nasional (PSN), termasuk program transmigrasi dan persawahan di wilayah Papua, diminta untuk ditinjau kembali. Peninjauan ulang diperlukan karena PSN dapat mengancam kelestarian lingkungan dan kearifan lokal masyarakat adat Papua.

 

Belum lagi kemungkinan rusaknya ekosistem hutan adat, tatanan sosial, dan terabaikannya hak-hak masyarakat adat di Papua.

 

“Papua bukan tanah kosong, ini tanah bertuan dengan masyarakat yang memiliki hak atas lingkungan dan budayanya," kata Ketua Ketua Pemuda Katolik Komda Papua, Melianus Asso dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Rabu, 30 Oktober 2024.

 

Kata Melianus, rakyat Papua tidak butuh transmigrasi, namun membutuhkan pendidikan, kesehatan, akses air bersih, listrik, dan fasilitas dasar lainnya.

 

Senada dengan Melianus, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Tengah, Tino Mote, menyampaikan beberapa pandangan yang mengedepankan pentingnya menjaga lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal, terutama masyarakat adat.

 

“Sebagai organisasi Katolik yang berlandaskan nilai-nilai 'Laudato si’ dari Paus Fransiskus, kami bertanggung jawab untuk melestarikan lingkungan," kata Tino.

 

Sementara itu, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Pegunungan, Tadeus Mabel menyarankan agar pemerintah pusat mendukung kebijakan yang memungkinkan masyarakat adat Papua mengelola dan melindungi hutan adat mereka sendiri.


Menyikapi hal ini, Ketua Umum Pemuda Katolik terpilih, Stefanus Asat Gusma, menegaskan pihaknya akan menjembatani usulan dari para Pemuda Katolik di wilayah Papua.

 

"Kami akan membawa aspirasi ini ke Presiden, Wakil Presiden, kementerian terkait, dan Panglima TNI dan Kapolri," kata Gusma. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.