Latest Post


 

SANCAnews.id – Harapan tinggi tetap disampaikan Presiden Joko Widodo dalam perayaan tahun baru Imlek 2573, yang dirayakan warga Tionghoa pada masa pandemi Covid-19.

 

"Tantangan dan ujian datang silih berganti, tapi manusia telah dibekali kekuatan, keberanian, dan kemampuan untuk menghadapinya," ujar Jokowi melalui akun Instagram pribadinya, Selasa (1/2).

 

Selama beberapa pekan ke belakang, kasus Covid-19 memang kembali melonjak hingga melebihi 10 ribu kasus dalam sehari, akibat sebaran varian Omicron.

 

Namun, Jokowi berharap tantangan yang dihadapi Indonesia kali ini tidak menyurutkan harapan-harapan besar. Sehingga dia ingin perayaan Imlek tahun ini memberikan semangat untuk kebaikan.

 

"Karena itulah, di masa-masa sulit ini, segenap lampion harapan tetap kita apungkan," imbuh mantan Walikota Solo ini.

 

Lebih lanjut, Jokowi mendoakan agar di momen perayaan Imlek 2573 kali ini semua elemen masyarakat di Indonesia bisa mendapat kebaikan dan kekuatan.

 

"Semoga keberuntungan, kasih sayang, dan kesehatan senantiasa mengiringi langkah kita semua," harapnya.

 

"Gong Xi Fa Cai," tutup Jokowi dalam postingannya yang turut mengunggah video ucapan "Selamat Tahun Baru Imlek". (rmol)



 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial, Permadi Arya alias Abu Janda telah menjalani pemeriksaan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Senin, 1 Februari 2021. Abu Janda mengaku diperiksa hampir 12 jam lamanya dengan 50 pertanyaan yang dicecar penyidik.

 

“Saya diperiksa sudah 12 jam, pertanyaan sudah enggak kehitung lagi. Proses pemeriksaan hari ini sudah tuntas, dan akan dilanjutkan lagi untuk panggilan selanjutnya pada Kamis,” kata Abu Janda di Gedung Bareskrim Polri.

 

Selama pemeriksaan sebagai saksi, Abu Janda mengaku cuma diminta klarifikasi terkait maksud cuitannya yang menyebut Islam agama pendatang dan arogan di media sosial Twitter. Menurut dia, cuitan itu merupakan jawabannya kepada Uataz Tengku Zulkarnen.

 

“Intinya, saya dipanggil untuk klarifikasi menjelaskan apa yang saya maksud dengan itu (Islam Arogan). Jadi, saya sudah jelaskan ke penyidik bahwa Twit saya yang bikin ramai itu adalah Twit jawaban saya kepada ustaz Tengku Zul," jelas dia.

 

Jadi, Abu Janda berdalih bahwa cuitannya tentang arogan itu untuk merespon twit provokatif yang disampaikan Tengku Zulkarnain bahwa minoritas di negeri ini arogan kepada mayoritas.

 

“Disitulah keluar kata arogan itu,” ujarnya. Selain itu, Abu Janda juga mengaku sudah menjelaskan kepada penyidik terkait cuitannya mengenai Islam sebagai agama yang datang dari Arab transnasional.

 

Menurut dia, cuitannya diviralkan hingga membuat kesalahpahaman yang hilang konteksnya, “Padahal, itu jawaban saya ke Ustaz Tengku Zul. Bukan saya menggeneralisasi seluruh Islam, tapi yang saya tunjukan ke Ustaz Tengku Zul yang saya maksud aliran Islamnya si Ustaz Tengku Zul,” katanya.

 

Abu Janda juga dilaporkan kembali karena menyebut ‘Islam arogan’. Awalnya, Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul, berbicara soal arogansi minoritas terhadap mayoritas di Afrika pada Minggu, 24 Januari 2021.

 

Lalu, Tengku Zulkarnain menyebut tidak boleh ada arogansi, baik dari golongan mayoritas ke minoritas maupun sebaliknya.

 

"Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan selama ratusan tahun, apertheid. Akhirnya tumbang juga. Di mana-mana negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam dihina di NKRI," cuit Tengku Zulkarnain lewat akun Twitter @ustadztengkuzul.

 

Abu Janda lantas membalas cuitan Tengku Zulkarnain tersebut. Dia menyebut Islamlah yang arogan karena mengharamkan kearifan lokal di Indonesia.

 

"Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam sebagai agama pendatang dari Arab kepada budaya asli kearifan lokal. Haram-haramkan ritual sedekah laut, sampai kebaya diharamkan dengan alasan aurat," cuit Abu Janda lewat akun @permadiaktivis1.

 

Abu Janda dilaporkan atas dugaan melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antar Golongan (SARA), Pasal 28 ayat (2), penistaan agama UU Nomo1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 156 A dengan laporan polisi bernomor LP/B/0056/1/2021/BARESKRIM tanggal 29 Januari 2021. (viva)



 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial, Helmi Felis mengomentari klaim PDI Perjuangan yang menyebut jika Jakarta Internasional Stadium (JIS) merupakan buah karya di era Jokowi. Helmi menyebut klaim tersebut dikarenakan saat ini Jokowi minim prestasi.

 

“Karena miskin prestasi. PDIP serobot dan klaim JIS dimulai era Jokowi,” ucap Helmi, Selasa (1/2/2022).

 

Helmi menyebut jika hal tersebut merupakan pengakuan sepihak dari PDIP saja.

 

“Klaim sepihak terus digencarkan meski semua tau kapan peletakan batu pertama JIS,” ucapnya.

 

Lebih lanjut ia menulai jika saat ini pemerintah membutuhkan prestasi.

 

“Pemerintah butuh prestasi, jika tidak bisa menciptakannya mereka mengklaimnya Pria mengangkat bahu. Namanya juga penguasa, ya gak tau malu lah,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak, mengklaim bahwa Jakarta International Stadium atau JIS bukan hanya hasil kerja Anies Baswedan.

 

Gilbert Simanjuntak mengatakan bahwa ada andil dua gubernur sebelumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Jokowi.

 

Menurutnya, pengadaan lahan untuk JIS ini terjadi di era Jokowi dan Ahok sebagai ganti dari stadion Lebak Bulus.

 

Namun, katanya melanjutkan, stadion ini kala itu belum sempat dibangun lantaran Ahok kalah dalam Pilkada 2017.

 

Tak cukup sampai di situ, Gilbert Simanjuntak juga mengatakan bahwa pembangunan JIS ini sudah direncanakan sejak era Sutiyoso. (fajar)



 

SANCAnews.id – Langkah aktivis HAM Natalius Pigai yang menolak rencana pemerintah memekarkan Papua didukung oleh warganet. Mantan Komisioner Komnas HAM itu menolak rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu disampaikannya melalui kaun Twitternya.

 

“Kalau Sy ambisi jangankan Papua Tengah kampung saya, dimana saja saya bisa jadi gubernur,” katanya melalui akun Twiternya @NataliusPigai2.

 

Dalam unggahan yang sama, dirinya menegaskan bahwa Papua Tengah merupakan kampung dimana tempatnya dibesarkan.

“Papua Tengah Kampung saya,” ujarnya.

 

Di sisi lain, Pigai juga menyebut dirinya memiliki ikatan beberapa dengan beberapa suku di Papua. Diantaranya, suku Mee dengan populasi sebesar 800 ribu, neneknya berasal dari suku Amungme, dan sang ibu dari suku Moni.

 

“Saya suku Mee (800 ribu), Nenek saya Amungme, Mama saya Moni,” ujarnya.

 

Dengan demikian, Pigai menyimpulkan bahwa jika dirinya maju sebagai kepala daerah maka bisa memperoleh kemenangan dengan raihan suara lebih dari 85%.

 

“Bisa menang di atas 85%,” katanya.

 

Namun, dirinya hanya berfokus sekaligus peduli akan nilai-nilai kemanusiaan. Dia mengaku mempunyai tanggung jawab untuk tetap mengingatkan pemerintah.

 

“Saya punya tanggungjawab moral untuk ingatkan pemerintah,” terangnya.

 

Langkah Pigai akhirnya didukung oleh warganet.

 

"Mantap pak, jangan sampai kaya hutan Kalimantan,hutan hampir punah,pertahankan pak bravo..," ucap akun @DidinFa14481455.

 

"Tegas demi keutuhan alam dan rakyat West Papua...kaka Lanjut..," ujar akun @BeryMack.

 

"Pak pigai benar, pemekaran provinsi tidak penting bagi warga papua. Mau buka lahan untuk apa, sementara orang asli Paua dalam pemunahan, yang dibuat negara secara sistematis dan terencana," kata akun @EnodamalE. (lawjustice)



 

SANCAnews.id – Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra memandang hukuman bagi koruptor perlu diperberat dengan dihukum seumur hidup serta dimiskinkan, agar mampu memberikan efek jera dan mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

 

"Hukumannya harus diperberat, yaitu bisa dijatuhi hukuman dua atau tiga kali seumur hidup. Bisa juga dimiskinkan sehingga betul-betul kapok," ujar Azyumardi Azra.

 

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual bertajuk "Pemberantasan Korupsi hingga Disorientasi Partai Politik, Masyarakat Sipil, dan Pendidikan Tinggi dalam Berdemokrasi" yang diunggah di kanal YouTube Kemitraan Indonesia, dipantau dari Jakarta, Selasa (1/2/2022)

 

Lebih lanjut, Azyumardi Azra juga menyampaikan beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Tanah Air.

 

Pertama, menurutnya lagi, pemerintah dalam hal ini para pemimpin yang menduduki puncak kekuasaan sepatutnya memiliki kemauan politik yang serius, jujur, dan ikhlas untuk memberantas korupsi.

 

Mereka sebagai pimpinan juga dituntut bersikap lebih berani dan tegas dalam menindak segala dugaan tindak korupsi yang mengarah pada anggota institusi yang dipimpinnya, seperti segera memecat yang bersangkutan.

 

Dengan demikian, kata Azyumardi Azra, keberanian pimpinan puncak itu akan membuat tindak pidana korupsi di Indonesia berkurang signifikan.

 

"Korupsi itu bisa berkurang signifikan kalau pemimpin puncaknya berani," ujarnya.

 

Selanjutnya, ia memandang peraturan-peraturan terkait penanganan tindak pidana korupsi harus dipertajam dan diperkeras, sehingga mampu membuat orang-orang menghindari tindakan tersebut, bahkan juga memberikan efek jera kepada para pelaku.

 

Apabila pemerintah dan aparat penegak hukum mampu melakukan upaya-upaya tersebut, Azyumardi Azra merasa yakin pemberantasan korupsi di Indonesia akan menjadi lebih optimal.

 

Namun sebaliknya, ujar dia lagi, jika upaya-upaya itu tidak dilakukan, tidak banyak pula perubahan yang lebih baik terkait pemberantasan korupsi. (lawjustice)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.