Latest Post



SANCAnews.id – Seorang ahli kriminologi Universitas Indonesia bernama Arijani Lasmawati menyebut bahwa gerakan massa 212 yang pernah terjadi adalah gerakan radikal.

 

Ya, sebelumnya Arijani mengatakan bahwa pemerintah harus mewaspadai gerakan bernuansa radikalisme menjelang Pemilu 2024.

 

Gerakan yang dimaksud yakni seperti yang pernah terjadi pada masa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dan Pemilihan Presiden 2019.

 

“Kontestasi politik di Pilgub DKI Jakarta dan Pilpres 2019, terutama dengan adanya aksi massa 212, mengeskalasi perkembangan radikalisme di Indonesia,” kata Arijani.

 

Hal tersebut Arjani ungkap saat memaparkan hasil temuan penelitiannya dalam seminar riset bertajuk, “Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia sebagai Designated Victim”. Adapun seminar itu disiarkan di platform zoom meeting dan dipantau dari Jakarta, Senin kemarin.

 

Atas hal itu, ramailah pemberitaan yang menyebar di media sosial sehingga dalam pantauan terkini.id, tagar Aksi pun menjadi trending. Terpantau, netizen kebanyakan tidak terima kalau massa aksi atau gerakan aksi 212 disebut sebagai gerakan radikalisme.

 

Seperti yang diucapkan oleh netizen dengan nama pengguna @Singandaru96 yang mempertanyakan di mana letak radikalisme dari aksi 212.

 

“Aksi 212 RADIKAL dimn? Satu sja cnth? Adkah aksi bunuh2an, adkah aksi anarkis? Itu aksi damai, rumput pun dilarang di injak, radikalnya dmn mbok? Justeru aksi 212 menjd kebangkitan ekonomi, brp ratus bis yg di sewa? Brp ribu yg naik Kereta dan pesawat? Tanpa di SUBSIDI !” ucapnya.

 

Cuitan netizen soal aksi 212 /Twitter “Bila aksi 212 di Monas merupakan aksi radikalisme seperti yg kalian fitnahkan, pasangan pengantin Kristen ini sdh habis dibunuh. Kami bukan kalian yg seenaknya menghabisi 6 nyawa manusia di KM 50 tanpa putusan pengadilan.Jangan mengalihkan fakta, justru kalian yg radikal,” ujar lainnya. **



 

SANCAnews.id – Ahli Kriminologi Universitas Indonesia Arijani Lasmawati meminta pemerintah untuk mewaspadai gerakan bernuansa radikalisme menjelang Pemilu 2024, seperti yang pernah terjadi pada masa Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dan Pemilihan Presiden 2019.

 

“Kontestasi politik di Pilgub DKI Jakarta dan Pilpres 2019, terutama dengan adanya aksi massa 212, mengeskalasi perkembangan radikalisme di Indonesia,” kata Arijani.

 

Pernyataan tersebut ia utarakan ketika memaparkan hasil temuan penelitiannya dalam seminar riset bertajuk, “Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia sebagai Designated Victim” yang disiarkan di platform zoom meeting dan dipantau dari Jakarta, Senin kemarin.

 

Ari, sapaan akrab Arijani, mewawancarai empat orang perwakilan mantan anggota kelompok teror. Melalui wawancara tersebut, ia memperoleh informasi bahwa kelompok-kelompok radikal secara aktif membawa keempat orang tersebut untuk turut serta masuk ke pusaran kontestasi politik.

 

“Aksi massa 212 tidak bisa dimungkiri merupakan sebuah peristiwa yang muncul akibat carut-marutnya Pilgub DKI waktu itu,” ucap dia.

 

Para informan yang sebelumnya fokus pada kegiatan-kegiatan murni keagamaan, seperti memberantas miras dan judi, menjadi masuk ke jejaring radikal akibat peristiwa politik tersebut.

 

“Perkumpulan massa dalam kondisi yang sangat besar dan padat, serta di dalam media sosial menjadi perbincangan. Itulah yang saya potret sebagai eskalasi,” tuturnya.

 

Salah satu informan Ari yang merupakan mantan anggota kelompok teror memiliki inisial DR. Ari mengatakan bahwa DR mulai tertarik pada Islam radikal sejak berjejaring dengan simpatisan FPI, tepatnya ketika aksi massa 2021.

 

Setelah kekalahan Prabowo pada Pilpres 2019, tutur Ari melanjutkan, DR merasa kecewa dengan FPI dan beralih menjadi simpatisan ISIS.

 

Hasil wawancara tersebut membawa Ari pada simpulan bahwa pergolakan politik dapat menjadi pemicu perkembangan gerakan radikalisme di Tanah Air, khususnya radikalisme yang melibatkan remaja.

 

“Inilah konteks sosial yang patut menjadi kewaspadaan. Ke depan akan ada kontestasi politik 2024, ini perlu menjadi perhatian bagi kita semua. Potensi ancamannya mungkin meningkat terkait remaja dan radikalisme,” kata Ari. (era)



 

SANCAnews.id – Brigjen Junior Tumilaar kembali menjadi perhatian usai aksinya membela warga Desa Bojong Koneng yang berkonflik dengan Sentul City.

 

Dalam pernyataannya, Brigjen Junior bahkan meluapkan sumpah serapah kepada salah satu oknum TNI Brigjen Rio.

 

“Beta punya pasukan brigade, negara Indonesia punya pemerintah. Sentul City bangsat kau. Mana Brigjen Rio pengkhianat bangsa kau. Saya relakan nyawa untuk kalian,” ujarnya dikutip dari Suaranasional, Rabu 26 Januari 2022.

 

Menurut Junior, Brigjen Rio adalah sosok yang menjadi beking Sentul City. Bahkan menurutnya, Ria diduga mendapat tanah dan rumah.

 

“Saya mendapat informasi Brigjen Rio berdinas di BAIS,” tuturnya.

 

Ia menilai PT Sentul City telah merusak bangunan, rumah tinggal, hingga lahan garapan warga. Tindakan Sentul City juga disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

 

“Pelanggaran HAM menyebabkan rakyat tidak memiliki lagi rumah tinggal dan tanah garapan sebagai nafkah mata pencarian rakyat,” ujar Junior saat pertemuan dengan warga Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

 

Junior juga mengajak warga Bojong Koneng untuk terus mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini dirampas oleh pihak perusahaan properti itu.

 

“Tidak ada kata lain, kita lawan, kita tegakkan kebenaran. Jangan sampai warga terus menerus menjadi korban akibat keberingasan Sentul City merebut lahan warga. Saya Brigjen Tumilaar siap mati demi membela warga,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, menurut Junior, dirinya telah mendatangi gedung DPR, Senayan, Jakarta. Kedatangannya untuk mendampingi warga Bojong Koneng yang bersengketa dengan PT Sentul City.

 

“Jangan takut dengan Sentul City, kemarin sudah saya adukan kepada bagian hukum DPR RI yang dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan BPN Kabupaten Bogor,” tandasnya.

 

Sementara itu, PT Sentul City menegaskan tidak pernah punya masalah dengan warga asli Desa Bojong Koneng. Justru, yang membuat heboh selama ini merupakan pekerjaan oknum para penyerobot tanah yang berkolaborasi dengan mafia tanah.

 

“Perlu kami jelaskan supaya menjadi terang benderang. Ada kelompok orang yang mengaku-ngaku warga Bojong Koneng, padahal rumah dan asetnya ada di mana-mana. Kita sebut saja sebagai penggarap berdasi,” kata Head of Coorporate Communication PT Sentul City Tbk, David Rizar Nugroho. (terkini)



 

SANCAnews.id – Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) Prof Salim Said, menyebut bahwa saat ini kondisi partai politik di rezim Presiden Jokowi bukan lagi sebuah konsolidasi demokrasi.

 

Ia menerangkan, sebesar 82 persen partai yang berada dalam parlemen merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi, bukan sebagai oposisi.

 

Menanggapi hal itu, Salim pun menilai penggabungan para partai hingga menjadi gemuk ini merupakan konsolidasi kekuatan Jokowi.

 

“Untuk proses politik Indonesia, menurut saya, itu bukan konsolidasi demokrasi, itu lebih merupakan konsolidasi kekuatan Jokowi,” kata Salim Said, dikutip Terkini.id, Rabu 26 Januari 2022.

 

Dia menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut makin kuat, dan hal ini terbukti dengan terpilihnya keluarga Jokowi sebagai pemimpin daerah.

 

Di antaranya Gibran Rakabuming Raka yang kini menjadi Wali Kota Solo, serta menantunya yang menjadi Wali Kota Medan.

 

Menurut Salim Said, semua perolehan kursi kepala daerah tersebut tidak mungkin dapat diraih jika bukan karena posisi Jokowi yang kuat.

 

“Dan itu kan risikonya berat, apakah Jokowi bisa bertahan mempertahankan kekuatannya setelah dia mundur, selesai menjadi presiden?” ujarnya.

 

Dia mengatakan anak dan menantu Jokowi dapat menjadi Wali Kota Solo dan Medan disebabkan adanya dukungan dari partai-partai kekuatan politik.

 

Intelektual politik militer ini menyatakan ini bukan contoh yang baik bagi demokrasi di Indonesia.

 

Pasalnya, seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia baru saja melakukan sidang MPR dengan keputusan melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

 

“Lah kok kita punya presiden (yang) KKN-nya terang-terangan. Anaknya yang cuma punya pengalaman jual martabak jadi wali kota,” tutur Salim.

 

Selain itu, kabar karier politik menantu Jokowi yang mengisi jabatan sebagai Wali Kota Medan pun tidak pernah terdengar.

 

“Itu bagi pendidikan politik Indonesia, konsolidasi seperti itu sangat melukai perjalanan demokrasi di Indonesia,” ucapnya. (terkini)

 



 

SANCAnews.id – Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjanjikan keringanan tarif retribusi bagi pedagang yang menggunakan fasilitas di sejumlah stadion Kota Solo, di antaranya Stadion Manahan dan Sriwedari.

 

"Untuk tarif itu ada yang sudah mengajukan surat untuk keringanan, nanti kami bantu," kata Gibran dikutip dari ANTARA, Rabu (26/1/2022).

 

Ia mengatakan kenaikan tarif merupakan bagian dari penyesuaian mengingat fasilitas yang didapatkan oleh para pedagang juga lebih baik.

 

"Ini kan menyesuaikan, lapangan makin bagus. Kalau tarif nggak naik gimana maintenance-nya (perawatannya), ya pasti naik," ujar dia.

 

Ia mengatakan sebetulnya kenaikan tarif retribusi tersebut dilakukan setiap tahun. Meski demikian, dikatakannya, jika kenaikan kali ini memberatkan para pelaku usaha maka bisa diringankan. "Ra sah bingung (tidak usah bingung)," tegasnya.

 

Sementara itu, terkait dengan penyesuaian tersebut tarif sewa kios Kawasan Sriwedari yang semula Rp90.000/bulan/kios, mulai tahun ini menjadi Rp600.000/bulan/kios.

 

Ketua Paguyuban Kios Stadion Sriwedari (PKSS) Mamang Rahmanto mengatakan keberatan yang dirasakan oleh para pedagang yang berjualan di kios Sriwedari sudah disampaikan ke intansi terkait, yakni Wali Kota Solo dan DPRD Kota Solo.

 

"Sikap pedagang itu sebetulnya tidak mempermasalahkan naiknya retribusi kios, hanya saja nominal kenaikannya jangan setinggi itu. Alhamdulillah ini sudah direspon baik sama pemerintah," ungkap Mamang.

 

Oleh karena itu, sebanyak 25 pedagang sepakat untuk meminta keringanan pada pemerintah kota.

 

"Pedagang inginnya kenaikan untuk saat ini hanya sampai maksimal 50 persen dari retribusi yang kemarin. Baru nanti setelahnya kalau tarifnya ada kenaikan lagi sesuai regulasi yang ada kami tidak keberatan," pungkasnya. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.