Latest Post

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti/RMOL 

 

JAKARTA — Pemisahan pemilu nasional dan daerah diharapkan dapat memperkuat otonomi daerah. Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti terkait putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghapusan pemilu serentak.

 

Menurutnya, dengan keputusan ini, pemerintah daerah dapat fokus membangun daerahnya.

 

"Putusan MK ini juga membuat otonomi daerah makin kuat. Satu putusan penting untuk menguatkan posisi desentralisasi saat di mana pemerintah pusat memiliki kecenderungan kuat untuk melakukan sentralisasi," kata Ray Rangkuti kepada wartawan, Jumat, 27 Juni 2025.

 

Menurutnya, dengan adanya putusan tersebut maka posisi kewenangan pemerintah daerah diperkuat dan diperjelas lagi oleh MK bukan bagian struktural dari pemerintah pusat.

 

"Ia mandiri dengan kewenangan yang telah disematkan oleh UU Otonomi Daerah," ucapnya.

 

Selain itu, lanjut Ray Rangkuti, pemisahan ini juga akan dapat memisahkan isu nasional dan lokal. Sebelumnya, format pemilu serentak versi lama menenggelamkan isu-isu lokal.

 

"Semuanya terpusat pada pilpres. Dan hasil pilpres juga mempengaruhi pilihan pemilih. Dengan dipisah, diharapkan isu lokal bukan lagi sekadar isu sertaan. Tapi isu mandiri dan fokus," tutupnya. (rmol)

 

Akta Kelahiran Jokowi/Ist 


JAKARTA — Sebuah dokumen yang diyakini sebagai fotokopi akta kelahiran mantan Presiden Jokowi muncul kembali dan menuai kontroversi. Dokumen tersebut mencantumkan tanggal lahir Jokowi sebagai 21 Juni 1961, tetapi di bagian bawah tertulis Surakarta, 3 Maret 1988.

 

Fotokopi dokumen tersebut sebenarnya sudah beredar di publik sejak Januari 2017, namun kini kembali muncul di media sosial. Tak sedikit pihak yang mempertanyakan keabsahan atau kejanggalan administrasi pencatatan sipil tersebut, termasuk Pakar Forensik Digital, Rismon Sianipar.

 

"Secara digital forensik, bukti fotokopi itu tidak bisa dilakukan karena hilangnya informasi warna maupun tekstur pada lembar fotokopi akta kelahiran Jokowi," ujar Rismon kepada fajar.co.id, Jumat (27/6/2025).

 

Dikatakan Rismon, jika dokumen fotokopi yang beredar itu benar, maka mestinya menjadi tanda tanya besar untuk seorang Jokowi.

 

"Apakah lazim seorang Jokowi, lahir 1961, yang telah berusia 27 tahun baru memiliki akta lahir pada tahun 1988?," ucapnya.

 

Rismon bilang, temuan tersebut perlu ditelusuri kembali. Apakah benar-benar sesuai dengan identitas Jokowi atau tidak.

 

"Menurut Bang Beathor ada satu paket 10 dokumen, bisa jadi ini salah satunya," tandasnya.

 

Sebelumnya, Beathor Suryadi mengatakan bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP disebut pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang diyakini tidak otentik.

 

Beathor mengatakan, Andi menyaksikan dokumen tersebut saat masa pencalonan Jokowi di Pilpres 2014.

 

Namun, menurutnya, ijazah itu merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika Jokowi mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.

 

“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor dilansir laman msn dari Seputar Cibubur, Rabu (18/6/2025).

 

Beathor juga menuding proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.

 

Ia menyebut sejumlah nama seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.

 

“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” katanya.

 

Widodo disebut-sebut sebagai tokoh kunci dalam proses pencetakan, namun menurut Beathor, ia telah menghilang sejak isu buku kontroversial karya Bambang Tri tentang ijazah Jokowi heboh.

 

Yang mengejutkan, kata Beathor, adalah reaksi Andi Widjajanto ketika melihat foto di berbagai ijazah Jokowi yang terlihat identik.

 

“Seharusnya tiap jenjang pendidikan memakai foto berbeda. Ini justru sama semua,” tandasnya. (fajar)

 

Ilustrasi/Ist 


Oleh : Arief Rachman


KEPOLISIAN Negeri Impian’ adalah gambaran harapan masyarakat akan sosok polisi yang profesional, berintegritas dan dekat dengan masyarakat. Ungkapan ini mewakili keinginan masyarakat untuk memiliki aparat penegak hukum yang tidak sekedar menegakkan aturan, namun juga terlibat aktif dalam kegiatan sosial, melindungi, mengayomi serta memberikan pelayanan terbaik. Inilah cita-cita ideal tentang kepolisian yang benar-benar menjadi ”Sahabat Masyarakat”.

 

Selasa, 1 Juli 2025 Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara yang ke-79 dengan mengusung tema “Polri untuk Masyarakat”. Ditahun yang sama pula, melalui keterangan yang dikutip pada Senin, 10 Februari 2025, Civil Society for Police Watch melakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan publik terhadap Polri yang menunjukkan bahwa kepercayaan publik serta kinerja Polri masih berada di bawah angka 50 persen. (Sumber ; MetroTV)

 

Oleh karena itu, kesempatan ini selayaknya digunakan untuk merefleksikan kembali perjalanan hidup Jenderal Hoegeng Imam Santoso, seorang figure kepolisian dalam sejarah bangsa Indonesia yang dikenal sebagai sosok yang jujur dan dihormati oleh masyarakat, sembari melakukan introspeksi sebagai proses evaluasi awal untuk dapat memahami bagaimana cara membangun kepercayaan publik, menciptakan citra dan reputasi yang positif, agar visi ’Kepolisian Negeri Impian’ dapat diwujudkan.

 

Pendekatan Sosial Terhadap Kepercayaan Publik

 

Dalam karyanya “Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity”, Francis Fukuyama mengungkapkan bahwa kepercayaan sosial adalah dasar untuk menjaga kohesi sosial serta keberhasilan lembaga publik. Kepercayaan ini terbangun lewat konsistensi, transparansi, dan pertanggung jawaban.

 

Ketika kepolisian transparansi dalam setiap tindakan dan pilihan yang diambil, serta menerima tanggung jawab atas kesalahan yang mungkin ada, masyarakat akan bisa lebih percaya. Transparansi ini bisa dicapai dengan beberapa cara, seperti menyusun laporan tahunan yang terbuka, menyelesaikan kasus secara adil dan terbuka, terbuka dalam proses rekrutmen hingga promosi jabatan kepolisian dan lain sebagainya.

 

Menurut Sunshine dan Tyler, sikap keadilan dalam perkhidmatan kepolisian memberi impact kepada kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang percaya bahwa kepolisian itu berkeadilan, maka semakin cenderung masyarakat untuk mengikuti aturan dan mendukung kepolisian. Ini menunjukan pentingnya menjaga dan meningkatkan standar profesionalitas dan netralitas.

 

Dapat dibayangkan, ketika masyarakat tidak percaya terhadap institusi penegak hukum, mereka cenderung menjauh dari petugas kepolisian dan berusaha mencari keadilan melalui cara-cara yang tidak resmi atau bahkan melanggar hukum. Hal ini menimbulkan siklus negatif, yang dimana ketidakpercayaan masyarakat semakin meluas di tengah tingginya tindakan ilegal. Sebaliknya, jika kepercayaan masyarakat tinggi, mereka lebih mau berkolaborasi dengan polisi, melaporkan kejahatan, dan mendukung penegakan hukum, yang pada akhirnya lingkungan aman dan harmonis tercipta dengan sendirinya.

 

Netralitas

 

Berdasarkan gagasan tentang keadilan dari John Rawls, keadilan sebagai perlakuan yang objektif menghendaki adanya lembaga yang dapat berfungsi sesuai dengan prinsip keadilan tanpa berpihak kepada kelompok tertentu. Netralitas tidak hanya diartikan sebagai ketidak berpihakan, lebih dari itu; ia menunjukan nilai-nilai kejujuran dan keadilan yang mendasar. Dari sudut pandang ini, netralitas kepolisian erat kaitanya dengan jaminan bahwa setiap langkah dan putusan yang diambil berlandaskan pada prinsip keadilan dan bebas dari pengaruh agenda politik maupun ekonomi yang spesifik.

 

Kepolisian sebagai sebuah lembaga harus beroperasi dengan cara seperti demikian, memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak dipengaruhi oleh bias yang bisa merugikan keadilan. Netralitas juga berkaitan dengan tanggung jawab etis. Immanuel Kant dalam pandangan etika deontologisnya menekankan pentingnya tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban moral serta prinsip yang bersifat universal. Hal ini berarti bahwa setiap tindakan dan keputusan harus didasari oleh hukum dan kode etik profesional, bukan kepentingan pribadi atau tekanan dari luar.

 

Tantangan untuk mempertahankan netralitas kepolisian dapat dilihat dari pola interaksi kekuasaan dan hukum. Michael Lipsky mencatat bahwa petugas di lapangan memiliki wewenang yang signifikan dalam membuat keputusan, tetapi perlu kebijaksanaan agar wewenang yang dijalankan tidak disalahgunakan. Sebab, penyalahgunaan bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

 

Di Indonesia, keputusan kepolisian kerap kali kontroversial, ketika dipertemukan dengan kasus-kasus yang melibatkan para pejabat atau pengusaha. Artinya, kepolisian harus menunjukkan netralitas dan profesionalisme untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan hukum ditegakkan dengan adil.

 

Selanjutnya, netralitas kepolisian sangat diuji saat momentum demokrasi. Sering kali dugaan terhadap oknum kepolisian yang ikut terlibat mendukung calon tertentu mencuat ke permukaan, ini dapat merusak citra institusi. Oleh karena itu, penting bagi kepolisian untuk tetap bebas dari pengaruh politik dan memastikan semua tindakan sesuai hukum dan berkeadilan. Kepolisian harus menunjukkan bahwa penanganan setiap kasus dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan prosedur.

 

Profesionalitas: Manifestasi Kepolisian Negeri Impian

 

Tantangan utama dalam mencapai profesionalisme di kepolisian adalah memastikan semua anggotanya memiliki integritas yang tinggi dan kemampuan yang baik. “The Soldier and the State”, oleh Samuel Huntington menyoroti betapa krusialnya pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk menjaga sikap profesionalitas. Hal ini berkaitan dengan elemen-elemen teknis serta perkembangan budaya yang mendukung nilai integritas dan etika.

 

Dalam lingkup kepolisian, profesionalisme berarti melaksanakan tugas dengan baik, tanpa korupsi dan dengan pemahaman hukum yang mendalam. Solutif penulis, menekankan pentingnya struktur hierarki yang jelas dan pelatihan berkelanjutan agar dapat bekerja secara efektif. Ini menunjukan setiap anggota kepolisian perlu mendapatkan pelatihan yang baik dan sistem penilaian yang adil untuk meningkatkan kemampuan mereka secara berkelanjutan.

 

Misalnya,  berkaca pada salah satu persoalan yang sering muncul terkait dengan minimnya kompetensi dalam menangani tindak pidana cyber atau kejahatan antar negara di tengah era digitalisasi. Artinya, dengan tantangan tugas kepolisian yang semakin kompleks, perlu perbaikan di banyak bidang, termasuk pembinaan, operasional dan pembangunan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana juga harus menjadi perhatian.

 

Terutama, keberadaan petugas kepolisian sangat erat kaitanya dengan masyarakat. Insiden penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, ketidakjelasan dalam penyampaian informasi mengenai suatu perkara, pelecehan seksual, tindakan yang tidak menyenangkan, serta penyelidikan perkara yang tidak berujung adalah contoh penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian yang lambat laun menciptakan paradigma buruk bagi institusi.

 

Apalagi, kepolisian berperan penting dalam menciptakan keamanan dan ketertiban. Opini yang seharusnya ada adalah bahwa polisi menjadi teladan yang dapat di ikuti dan di andalkan untuk memberikan perlindungan serta pelayanan terhadap masyarakat. Jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam menjalankan tugas, hal ini dapat menimbulkan keraguan publik terhadap kemampuan polisi dalam melaksanakan fungsi utamanya sebagai pelindung dan pelayan. (*)

 

*Penulis adalah Pegiat Literasi dan Ketua Forum Cinta Polri Nusa Tenggara Barat


Kolase foto Jokowi yang jadi perbincangan lantaran mengidap penyakit langka Sindrom Stevens Jhonson, Sabtu (21/6/2025). Kini viral dugaan sakit kulit Jokowi hanya rekayasa. Warganet heran: "Mantan presiden kok nggak berobat ke luar negeri?"

 

 

JAKARTA — Isu seputar kesehatan mantan Presiden Joko Widodo saat ini tengah menjadi perbincangan publik. Kali ini, netizen ramai memperbincangkan dugaan bahwa penyakit kulit yang diderita Jokowi hanya rekayasa belaka.

 

Spekulasi ini mencuat setelah akun X (dulu Twitter) @oppsosisi mengunggah foto perbandingan wajah Jokowi yang dituding menggunakan riasan agar tampak sakit, dan menyebut kondisi itu sekadar "drama" untuk menarik simpati publik.

 

Akun X @oppsosisi yang dikenal kerap membagikan konten doksing dan satir politik, mengunggah foto perbandingan wajah Jokowi pada Minggu, 22 Juni 2025 pukul 20.19 WIB.

 

Unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 4,2 juta kali dan mendapat lebih dari 1.000 komentar.

 

Dalam unggahannya, akun itu membandingkan dua foto Jokowi yang diklaim sebagai kondisi sebelum dan sesudah menggunakan riasan wajah.

 

Ia menyoroti keberadaan tahi lalat di wajah Jokowi yang dinilai "ikut melebar", lalu mempertanyakan kebenaran sakit kulit yang disebut dialami Jokowi usai kunjungan ke Vatikan pada 30 April 2025.

 

"Kalau memang itu sakit kulit, kenapa tahi lalat ikut nimbrung?" tulis akun tersebut.

 

Ia juga menuduh Jokowi memakai make-up artis demi "mencari simpati publik" dan menyebut kondisi tersebut hanya bagian dari "rekayasa" media pribadi mantan presiden.

 

Unggahan ini menuai beragam komentar dari warganet. Akun @Yunar Kagantino mempertanyakan: "Kalau sakit kok nggak ada kabar berobat?".

 

Sementara akun @Ninjenta menulis, "Masuk akal juga, sekelas mantan presiden masa nggak berobat ke luar negeri dan cari rumah sakit paling bagus, ini seliweran kayak nggak ada tindakan gitu."

 

Ada pula akun A Ross yang menambahkan, "Kalau emang beneran sakit, kenapa justru sering muncul di publik dan aktif menerima tamu?"

 

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana mengenai unggahan tersebut maupun spekulasi yang berkembang di media sosial.

 

Gejalanya Tak Biasa

 

Wajah bengkak, tubuh lemah, dan tonjolan di perut membuat publik menduga ia tengah mengidap penyakit berat.

 

Dokter Tifauzia Tyassuma menyebut gejala yang terlihat bukan sekadar alergi biasa, melainkan tanda autoimun agresif yang bisa merusak ginjal dalam waktu singkat.

 

Ia bahkan menyebut Jokowi telah berbohong atau hoaks dengan mengaku hanya alergi kulit biasa.

 

Melalui unggahan yang dipublikasikan pada Minggu (22/6/2025), yang telah dibagikan lebih dari 400 kali dan ditonton lebih dari 466 ribu kali, Dokter Tifa memberikan penjelasan medis.

 

Ia menyampaikan analisis berdasarkan sejumlah gejala fisik yang terlihat sejak April 2025 hingga saat ini.

 

Menurut pengamatannya, Jokowi diduga mengidap penyakit autoimun agresif yang dalam waktu singkat dapat merusak ginjal.

 

Tonjolan di bagian perut Jokowi, menurut Dokter Tifa, kemungkinan besar adalah alat CAPD, yang digunakan untuk cuci darah mandiri.

 

"Ini adalah assessment dari seorang dokter atas pertanyaan para netizen," jelasnya.

 

Ia juga menegaskan bahwa kekhawatirannya terhadap kondisi Jokowi tidak berkaitan dengan perbedaan pandangan politik.

 

"Karena berulangkali saya sampaikan, saya mengkhawatirkan kesehatan Pak JW, terlepas dari saat ini kita berseberangan," ujarnya.

 

"Padahal bukan maksud saya untuk menjadi lawan beliau atau apa. Yang saya lakukan adalah menegakkan kebenaran soal ijazah. Kalau dengan itu beliau tersinggung dan memusuhi saya, ya kita lihat saja bagaimana kebenaran itu akan membela dirinya sendiri."

 

Lebih lanjut, Dokter Tifa menjelaskan bahwa penyakit autoimun agresif bisa berkembang sangat cepat menuju kondisi terminal, bahkan dalam waktu kurang dari enam bulan.

 

Gejala-gejala penyakit ini meliputi perubahan ekstrem pada kulit, rasa gatal hebat, sarkopenia (penyusutan massa otot secara cepat), kelemahan tubuh, hingga penurunan berat badan yang drastis.

 

Ia juga menyebutkan risiko kerusakan organ vital, terutama ginjal dan sistem imun.

 

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kondisi serupa di antaranya Lupus Nephritis stadium IV–V, Rapid Progressive Glomerulonephritis (RPGN), dan Scleroderma Renal Crisis, yang semuanya bisa merusak ginjal hanya dalam hitungan minggu.

 

"Sebagai dokter dan sesama manusia, saya khawatir terhadap kesehatan beliau," ucapnya.

 

Menurutnya, dalam kondisi seperti ini, penggunaan CAPD justru dinilai sudah tidak lagi memadai.

 

Ia juga membantah klaim yang menyebut kondisi Jokowi hanya disebabkan alergi kulit ringan pasca kunjungannya ke Vatikan.

 

"Justru yang hoaks adalah, orang yang mengatakan ini hanya alergi kulit biasa," tegasnya. "Sekali lagi, ini sakit berat. Berat sekali."

 

Dokter Tifa bahkan menyarankan agar Jokowi segera mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit terbaik dunia, dan menyebut China sebagai opsi yang relevan karena faktor hubungan darah.

 

"Apakah negara masih memfasilitasi mantan presiden untuk mendapatkan perawatan terbaik?" pungkasnya.

 

Tingkah Aneh Jokowi

 

Sementara itu, pada saat merayakan ulang tahun ke-64 di Solo pada Sabtu (21/6/2025), Jokowi terlihat bertingkah aneh.

 

Meski mendapat sambutan meriah dari warga di Solo, penampilannya menjadi sorotan publik.

 

Jokowi hanya tampil singkat dengan baju lengan panjang tertutup, di tengah kabar soal penyakit langka Stevens-Johnson Syndrome (SJS) yang sempat dikaitkan dengannya.

 

Sejumlah warga tampak berbondong-bondong mendatangi rumahnya di Solo untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun.

 

Mereka datang membawa tumpeng dan kue tart, yang kemudian disusun rapi di meja depan rumah Jokowi di Jalan Kutai Utara, Kelurahan Sumber, Banjarsari, Solo.

 

Warga pun menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" untuk menarik perhatian sang mantan presiden agar keluar rumah.

 

Tak lama kemudian, Jokowi keluar mengenakan baju putih lengan panjang, didampingi istrinya Iriana dan ketiga adik perempuannya, Lit Sriyantini, Idayati, dan Titik Relawati.

 

Salah satu warga, Darsini, asal Boyolali, mengaku sengaja datang untuk memberi ucapan ulang tahun.

 

“Selamat Ulang Tahun ke-64 Pak Jokowi, sehat selalu panjang umur,” ujarnya.

 

Sebelum tumpeng dibagikan, Jokowi dan keluarganya bersama warga sempat memanjatkan doa bersama.

 

Namun berbeda dari biasanya, kali ini Jokowi tidak melayani permintaan foto bersama.

 

Ia hanya beberapa saat menemui warga sebelum kembali masuk ke dalam rumah.

 

“Ya terima kasih ucapan ulang tahunnya,” ucap Jokowi sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

 

Penampilan Jokowi yang selalu mengenakan baju tertutup dan hanya tampil singkat di luar rumah memperkuat dugaan bahwa dirinya mengalami masalah kesehatan yang serius.

 

Klarifikasi Jokowi

 

Mantan Presiden Joko Widodo membantah isu yang menyebut dirinya mengidap penyakit autoimun agresif dan menggunakan alat CAPD untuk cuci darah di perut.

 

Ajudan Jokowi, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah, menegaskan bahwa perubahan pada wajah Jokowi disebabkan oleh alergi kulit yang menimbulkan peradangan, bukan karena penyakit berat.

 

“Secara visual kita bisa lihat Bapak memang agak berubah. Secara fisik oke, tidak ada masalah,” ujarnya.

 

Ia menjelaskan bahwa perubahan pada wajah Jokowi dipicu oleh alergi kulit yang menyebabkan peradangan.

 

“Sedang proses pemulihan. Secara medis disampaikan alergi beliau menyebabkan peradangan,” lanjutnya.

 

Saat ini, kondisi Jokowi dikabarkan sudah mulai membaik.

 

“Saat ini pemulihannya mulai membaik,” ujar Syarif saat ditemui, Minggu (22/6/2025), dikutip dari Kompas.com.

 

Ia juga memastikan bahwa secara fisik, Jokowi tetap dalam kondisi baik.

 

Meski sempat muncul dugaan bahwa Jokowi menderita penyakit autoimun, Syarif menolak berspekulasi dan menyarankan agar penjelasan lebih lanjut disampaikan oleh tenaga medis.

 

“Iya (peradangan terutama di wajah). Itu mungkin dokter yang menjelaskan (mengenai autoimun),” tambahnya.

 

Terkait kabar yang mengaitkan alergi kulit Jokowi dengan penyakit Steven Johnson Syndrome, Syarif juga telah membantahnya.

 

“Wah, hoaks itu. Enggak benar itu,” kata Syarif di Kota Solo, Kamis (5/6/2025).

 

Presiden Jokowi sendiri juga telah memberikan klarifikasi langsung mengenai kondisi kesehatannya. Ia menegaskan bahwa yang dialaminya bukanlah penyakit berat, melainkan alergi kulit biasa.

 

“Kondisi saya sudah disampaikan, alergi biasa. Waktu ke Vatikan kemarin juga hanya alergi biasa,” kata Jokowi pada Jumat (6/6/2025), dikutip dari Kompas.com.

 

Ia menambahkan bahwa alergi tersebut tidak memengaruhi kondisi tubuhnya secara keseluruhan.

 

“Badan tidak ada masalah, alergi biasa saja,” tegasnya.

 

Aktivitas Presiden pun tetap berjalan seperti biasa. Salah satunya, ia mengikuti salat Idul Adha di Graha Saba Buana pada pagi hari di tanggal yang sama.

 

Jokowi bahkan terlihat berinteraksi langsung dengan masyarakat tanpa menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan. (tribunnews)


Ilustrasi prajurit TNI 

 

JAKARTA — Meningkatnya konflik antara Iran dan Israel menjadi pengingat akan pentingnya kesiapan pertahanan bagi setiap negara, termasuk Indonesia.

 

Meskipun Indonesia tidak terlibat dalam konflik tersebut, ancaman ketidakstabilan regional dapat memiliki implikasi global. Di tengah situasi ini, Indonesia perlu memperkuat sistem pertahanannya untuk menghadapi berbagai kemungkinan ancaman.

 

Berdasarkan data Global Firepower 2025, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat ke-13 dari 145 negara, melampaui negara-negara ASEAN lainnya. Dengan total sekitar 400 ribu personel aktif, militer Indonesia merupakan salah satu kekuatan yang paling disegani di kawasan Asia Tenggara.

 

Seperti dilansir idntimes.com pada Rabu, (25/6) dan berikut rincian kekuatan militer dan alutsista Indonesia dari tiga cabang utama TNI!

 

1. TNI Angkatan Darat (AD)

 

Sebagai matra dengan jumlah personel terbanyak, yakni mencapai 300.400 orang, TNI AD memegang peran kunci dalam menjaga pertahanan di wilayah daratan Indonesia.

 

Berdasarkan data Global Firepower 2025, Indonesia memiliki 331 unit tank (dengan 232 unit kondisi siap operasional), 22.440 kendaraan lapis baja (14.308 unit siap digunakan), 153 unit Self-Propelled Artillery (107 unit siap), 396 unit Towed Artillery (277 unit siap), serta 63 peluncur roket (44 unit siap pakai).

 

2. TNI Angkatan Laut (AL)

 

Selain kekuatan darat, kekuatan laut juga sangat krusial mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan.

 

TNI AL memiliki sekitar 66.034 personel  dengan alutsista yang terdiri dari 7 unit kapal perang besar/fregat, 25 kapal perang kecil/korvet, 4 unit kapal selam, 211 unit kapal patroli, serta 12 kapal perang ranjau (mine warfare). 

 

3. TNI Angkatan Udara (AU)

 

Di lingkup pertahanan udara, Indonesia Indonesia memiliki sekitar 30.100 personel. Alutsista yang dimiliki mencakup 41 unit pesawat tempur (dengan 29 unit  kondisi siap pakai), 34 pesawat serang (24 unit siap digunakan), 70 pesawat angkut bersayap tetap (49 unit siap pakai), 112 pesawat latih (78 unit siap), serta 17 pesawat misi khusus (12 unit siap).

 

Selain itu, terdapat 1 unit pesawat tanker, 214 helikopter (150 unit dalam kondisi siap), dan 15 helikopter serang (11 unit siap digunakan). (**)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.