Latest Post

Muhammad Tito Karnavian 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto didesak untuk memberhentikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang telah membuat gaduh dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode dan Data Wilayah Administratif Pemerintahan dan Kepulauan.

 

Keputusan Menteri Dalam Negeri yang mengalihkan status administratif 4 pulau di wilayah Aceh kepada Sumatera Utara dinilai merugikan stabilitas keamanan dan politik.

 

Bahkan, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, berpendapat, Keputusan Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan Tito Karnavian berpotensi membangkitkan kembali pihak-pihak di Aceh yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

 

Oleh karena itu, guna mengantisipasi kegaduhan yang lebih besar, Jamiluddin meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan mantan Kapolri tersebut untuk mencabut Keputusan Menteri Dalam Negeri yang telah dikeluarkan.

 

"Presiden Prabowo Subianto harus segera memerintahkan kepada Mendagri untuk mencabut SK tersebut. Mendagri juga diminta meminta maaf kepada masyarakat Aceh karena telah ceroboh mengeluarkan SK tersebut," kata Jamiluddin kepada RMOL, Kamis, 12 Juni 2025.

 

Jamiluddin menambahkan, sebagai Kepala Negara, Prabowo perlu memecat Tito Karnavian atas kegaduhan yang diciptakan anak buahnya itu.

 

"Bahkan sangat pantas bila Prabowo mencopot Tito dari Mendagri. Sebab, SK Mendagri tersebut sangat mengabaikan aspek historis, psikologis, dan politis masyarakat Aceh," tegasnya.

 

Ia pun menanti ketegasan Presiden Prabowo terhadap Tito Karnavian untuk mengantisipasi memuncaknya kemarahan rakyat Aceh atas penerbitan Kepmendagri tersebut.

 

"Jadi, ketegasan Prabowo memecat Tito sangat ditunggu. Setidaknya hal itu akan dapat meredam amarah masyarakat Aceh," tutupnya. (*)


Keputusan Tito Berpotensi Bangkitkan Gerakan Separatis di Aceh 

 

JAKARTA — Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait penyerahan empat pulau di Aceh kepada Sumatera Utara (Sumut) berpotensi menimbulkan kekacauan.

 

Analis komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, Provinsi Aceh pasti sulit menerima keputusan ini.

 

"Bagi masyarakat Aceh, secara historis, sosiologis, psikologis, dan politis empat pulau itu sudah menjadi bagian dari NAD (Nangroe Aceh Darussalam)," tegas Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis, 12 Juni 2025.

 

Ia mengurai secara de facto dan de jure, empat pulau itu selama ini memang sudah milik Aceh. Oleh karena itu, ketika secara de jure empat pulau itu dialihkan ke Sumut, tentu akan mengusik masyarakat Aceh.

 

"Peluang masyarakat Aceh akan marah terhadap Pusat sangat besar. Hal ini bahkan berpeluang membangkitkan kembali bagi masyarakat Aceh untuk melepaskan diri dari NKRI," ucapnya.

 

Ia menambahkan, elite Aceh yang masih menginginkan merdeka, akan menggunakan isu empat pulau itu sebagai peluru baru untuk mengajak masyarakat Aceh memisahkan diri.

 

"Elite Aceh tersebut mendapat mainan baru untuk membakar amarah masyarakat Aceh, termasuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap Pusat," tutupnya.

 

Sebelumnya, Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 telah menimbulkan kegaduhan di publik. Adapun, empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

 

Menariknya, secara geografis, pulau-pulau tersebut hanya berjarak 4,7 km dari pantai Aceh. Sementara dari Sumut berjarak 22 km. (*)


Presiden Prabowo Subianto di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Juni 2025/Ist 

 

JAKARTA — Pelantikan 1.451 hakim Mahkamah Agung (MA) dihadiri Presiden Prabowo Subianto di Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Juni 2025.

 

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya peran hakim dalam sistem peradilan Indonesia yang dapat berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat.

 

"Anda adalah benteng terakhir peradilan. Orang miskin, orang kecil hanya bisa berharap pada hakim-hakim yang adil," ujar Presiden Prabowo.

 

Ribuan hakim itu merupakan lulusan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terpadu Calon Hakim, yang merupakan sebuah program strategis yang menandai komitmen negara dalam reformasi sistem peradilan.

 

Presiden Prabowo secara simbolis menyerahkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pengangkatan Hakim-Hakim MA, kepada 40 orang perwakilan hakim.

 

Presiden Prabowo menyampaikan ucapan terima kasih karena telah diundang untuk menghadiri pengukuhan para hakim.

 

Menurut Kepala Negara, kehadiran dan dukungan terhadap lembaga-lembaga kehakiman seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial sebagai bagian dari komitmen bersama dalam membangun negara hukum yang kokoh.

 

"Orang kuat, orang yang punya uang banyak, dia bisa berbuat, dia bisa punya tim hukum yang kuat. Tapi orang kecil hanya bergantung pada hakim yang adil," sambungnya menegaskan.

 

Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra itu berharap para hakim MA yang diangkat dapat berlaku adil untuk menegakkan hukum yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

 

"Hakim yang tidak bisa disogok, hakim yang tidak bisa diberi, hakim yang cinta rakyat. Keadilan Indonesia berada di tangan hakim,” demikian Presiden Prabowo menambahkan. (rmol)


Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, di Gedung KPK/RMOL 

 

JAKARTA — Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, mengaku bersedia jika proses pemindahan empat pulau di Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara ditinjau ulang.

 

Meski demikian, kata Bobby, kajian tersebut bukan berarti Pemerintah Provinsi Sumut akan melepaskan kembali pulau-pulau tersebut ke dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh.

 

"Kaji ulang tidak apa-apa, kami bersedia saja. Tapi bukan seolah-olah Sumut dengan leluasa melepaskan, tidak bisa seperti itu,” kata Bobby diberitakan RMOL, Rabu 11 Juni 2025.

 

Meski keputusan sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, Bobby menyatakan pihaknya terbuka terhadap wacana kaji ulang. Hal ini semata-mata pentingnya menjaga harmonisasi antarwilayah.

 

“Kami ingin menjalin keharmonisan. Ingat, banyak warga Aceh di Sumatera Utara. Ingat, banyak warga Sumut di Aceh. Kalau dipanas-panasin, nanti warga Sumut anti melihat plat BL, orang Aceh nanti anti melihat plat BK. Itu yang kita tidak mau,” kata Bobby.

 

Di sisi lain, Bobby menyebut pengelolaan empat pulau tersebut bukan bermaksud mengambil alih, melainkan menciptakan ruang kerja sama demi keamanan dan kenyamanan masyarakat di kedua provinsi.

 

"Kita kelola sama-sama, tapi bukan itu poin utamanya. Kita ajak agar seluruh masyarakat kami yang di Aceh merasa aman, nyaman melakukan aktivitasnya, begitu juga warga Aceh yang ada di Sumut," pungkas Bobby.

 

Seperti diketahui, empat pulau saat ini masuk dalam wilayah administratif Pemprov Sumut, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

 

Keempat pulau tersebut secara administratif kini berada dalam wilayah Sumatera Utara sesuai Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138/2025, yang sebelumnya masih dalam wilayah admistratif Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Singkil. (*)


Mendagri Tito Karnavian menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025) 

 

JAKARTA — Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu menyoroti pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait polemik empat pulau di antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

 

Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Tito yang angkat bicara soal ini pun ditanggapi Said Didu. Menurutnya, pernyataan Mendagri tersebut justru membuat masalah makin pelik.

 

“Makin bikin kisruh,” tulisnya dikutip Rabu (11/6/2025).

 

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian buka suara soal empat pulau yang disengketakan Pemda Aceh dan Sumut.

 

Tito mendukung keempat pulau itu dikelola secara kolaboratif oleh dua pihak.

 

"Kita doakan antara kedua gubernur bisa mendapatkan solusi yang terbaik. Kalau bisa kelola bersama, why not?" kata Tito.

 

Tito menuturkan pemerintah pusat telah menetapkan empat pulau itu masuk wilayah Sumut berdasarkan batas daratnya.

 

Hal ini juga telah disepakati pemda-pemda di wilayah yang bersangkutan.

 

"Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh 4 Pemda, Aceh maupun Sumatera Utara," tuturnya.

 

Sebelumnya, Pengamat politik Andi Yusran menyarankan agar keputusan tersebut ditinjau ulang demi menjaga stabilitas politik nasional.

 

“Permendagri yang memasukkan empat pulau yang sebelumnya bagian dari Kabupaten Aceh, lalu diubah menjadi wilayah Sumatera Utara, perlu ditinjau ulang untuk menjaga kondusifitas politik dalam negeri,” ujar Andi melansir kantor berita politik RMOL, Selasa, 9 Juni 2025.

 

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menimbulkan ketegangan antarprovinsi. Khususnya antara Aceh dan Sumut, serta antara Aceh dan pemerintah pusat.

 

Keputusan tersebut tidak hanya memicu kekecewaan di kalangan masyarakat Aceh, tetapi juga membuka ruang bagi potensi perpecahan sosial dan politik yang lebih luas.

 

"Instabilitas di kawasan Sumatera jika tidak direspons segera dapat berdampak kepada posisi politik Presiden Prabowo," tegas Andi mengingatkan. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.