Fraksi PKS Memberikan Catatan Kritis Terhadap RUU BPIP
Jakarta, SN – Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang
telah ditetapkan Baleg DPR RI masih menuai pro-kontra. Yang paling disoal
adalah masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) yang menggantikan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS,
Mulyanto menyatakan fraksinya tetap keberatan jika RUU BPIP dimasukan ke dalam
Prolegnas Prioritas tahun 2021.
Fraksi PKS menilai tidak ada urgensi RUU BPIP ini dibahas di
tengah pandemi Covid. Menurutnya, legislative perlu fokus pada RUU yang terkait
dengan penanggulangan Covid-19.
Dalam Raker Baleg DPR, DPD dengan Menkumham, Baleg sepakat
RUU HIP yang merupakan inisiatif DPR dicabut. Selanjutnya, pemerintah
mengusulkan RUU BPIP untuk masuk dalam prolegnas jangka menengah 2019-2024 dan
dalam prolegnas prioritas tahun 2021. Dengan melampirkan draft RUU serta naskah
akademisnya.
Anggota Komisi VII DPR RI ini melanjutkan, terhadap RUU BPIP
pihaknya meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali.
Fraksi PKS membuat catatan kritis terhadap RUU BPIP. Di
antaranya meminta pemerintah tidak memasukkan pasal-pasal yang kontroversial
dalam masyarakat, seperti tentang trisila, ekasila, ketuhanan yang
berkebudayaan serta tafsir tunggal atas Pancasila.
Selain itu Fraksi PKS minta TAP MPR No. 25 tentang Larangan
Komunisme dimasukkan menjadi dasar dalam RUU BPIP tersebut.
“Karena kita tengah fokus dalam penanggulangan Covid-19, RUU
yang tidak mendesak seperti RUU BPIP ini agar dipertimbangkan kembali oleh
Pemerintah, mengingat kemampuan DPR menyelesaikan legislasi per tahun juga
terbatas,” tegas Mulyanto, Senin (18/1).
Fraksi PKS menekankan kalau pun Pemerintah ingin menjadikan
RUU BPIP ini sebagai UU maka isi harus terbatas pada kelembagaan BPIP saja dan
tidak mengatur norma lain di luar itu.
Selain itu, mengingat MPR juga mempunyai tugas
mensosialisasikan 4 pilar termasuk Pancasila, maka secara kelembagaan BPIP
harus bekerja sama dengan MPR.
“Kemudian, kelembagaan BPIP diharap tidak mengulangi
kesalahan masa lalu yang melakukan indoktrinasi kepada masyarakat dan membuat
tafsir tunggal yang monolitik atas Pancasila,” imbuh Mulyanto.
Politisi senior itu mendorong pemerintah tidak memonopoli tafsir butir-butir Pancasila. Tafsir Pancasila harus tetap terbuka dan lebih ditekankan pada aspek pengamalan dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara. Pancasila jangan sekadar dijadikan wacana atau alat bagi rezim untuk memukul kelompok masyarakat yang berbeda.
Sebelumnya, dilansir Fin.co.id, DPR RI mengesahkan 33 RUU Prolegnas. Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan seluruh peserta Rapat Kerja dapat menyetujui hasil pembahasan tersebut dengan sejumlah catatan. Sejumlah fraksi juga memberikan catatan masuknya RUU BPIP ke dalam Program Legislasi Nasional.
Fraksi Golkar misalnya. Pada prinsipnya, Golkar setuju
sepanjang terkait dengan kelembagaan. Kalau hal-hal lain, Fraksi Partai Golkar
menyatakan menolak dalam hal pengaturannya,
Selanjutnya, Fraksi Gerindra mengajukan catatan yang sama
seperti Partai Golkar terkait RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila/ RUU
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
“Nah, nanti mungkin dalam proses harmonisasi bisa
disempurnakan. Demikian juga RUU Perlindungan Tokoh Agama, harapannya itu
mencakup untuk semuanya. Sehingga RUU ini jadi RUU yang inklusif,” katanya.()