Latest Post



Jakarta, SN – Ambroncius Nababan yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perbuatan rasial kepada mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, diminta membantu kepolisian membongkar praktik rasial yang sudah lama terjadi di Indonesia.

 

Hal itu disampaikan sendiri oleh Natalius Pigai, selaku orang yang mendapat perilaku tidak manusiawi dari Ketua Umum Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) tersebut.

 

Mulanya, Pigai menyampaikan harapannya kepada pihak kepolisian untuk bekerja profesional, objektif dan imparsial atau netral, dalam mengusut tuntas persoalan rasialisme yang menjerat Ambroncius ini.

 

"Berbasis Perkap (Peraturan Kapolri) nomor 8 tahun 2009 (tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian). Tetapi di sisi lain hak Ambroncius juga harus dijaga," ujar Pigai dalam program Kompas TV Petang, Rabu (27/1).

 

Namun disisi yang lain, Natalius Pigai menyoroti sejarah rasialisme yang pernah terjadi di Indonesia pada masa sebelum sekarang ini, khususnya terhadap warga Papua.

 

Dia mengungkapkan, perilaku rasial pertama kali terjadi tahun 1970an oleh salah seorang pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Ali Moertopo, yang meminta orang Papua mencari tempat lain untuk hidup di Pulau Pasifik.

 

Kemudian, Pigai juga menyebutkan kejadian lain di tahun 1980an oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu yang tidak ia sebutkan namanya. Di mana, pejabat daerah itu mengusir orang Papua.

 

Tak sampai disitu, Pigai juga mengungkapkan perilaku rasial yang juga pernah dilakukan Jendral Hendropriyono pada tahun 1999, yang meminta orang Papua untuk pindah ke Sulawesi Utara.

 

"Lalu tahun 2015 Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengusir orang Papua. Dan 2016 Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan orang Papua hidup di pasifik saja," ungkapnya

 

Dari fakta-fakta yang dicatatnya tersebut, Pigai meminta Kepolisian tidak berhenti di perkara Ambroncius saja dalam mengusut tuntas persoalan rasialisme, "Tapi juga harus diselesaikans secara sistemik," tegasnya.

 

Maka dari itu, Pigai menyatakan permintaannya kepada Ambroncius untuk ikut membantu pihak kepolisian membongkar praktik rasialisme di Indonesia.

 

"Maka saya minta Ambroncius, dia harus menjadi Whistleblower. Karena dia bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar suatu gerakan dan skenario yang sistematis rasialisme di Indonesia," demikian Natalius Pigai menutup. (RMOL)




Jakarta, SN – Keberadaan baliho berukuran besar yang menunjukkan dukungan bagi Gubenur Jabar Ridwan Kamil menjadi Capres 2024 di kawasan Jalan Wanaraja, Kabupaten Garut, mendapat sorotan masyarakat.

 

Sebagian justru menilai Ridwan Kamil (RK) belum layak maju sebagai capres pada 2024 mendatang. Sebab, saat ini masih banyak pekerjaan rumah di Jawa Barat yang masih harus diselesaikan Gubernur. Termasuk terkait masih tingginya sebaran Covid-19 di Jawa Barat.

 

Komandan Satuan Koordinasi Wilayah (Satkorwil) Banser Jabar, Yudi Nurcahyadi mengatakan, saat ini rakyat Indonesia masih memiliki Presiden hasil Pemilu 2019. Terlebih periode kedua Presiden Joko Widodo belum genap 2 tahun memimpin.

 

"Kurang elok, hari ini kita masih memiliki Presiden hasil Pemilu 2019. Artinya baru dua tahun menjabat," kata Yudi, Rabu (27/1), dikutip Kantor Berita RMOL Jabar.

 

Ia menilai RK belum maksimal menuntaskan berbagai persoalan di Jabar sebagaimana janji kampanyenya. Saat kampanye RK menjanjikan jalan mulus di Jabar, namun hingga hari ini insfrastruktur belum bisa dikatakan bagus. "Banjir Rancaekek saja belum bisa teratasi dan diselesaikan," ujarnya.

 

Pihaknya meminta RK fokus menyelesaikan dan merealisasikan janji-janji kampanyenya daripada memikirkan soal politik di 2024 yang masih jauh. Terlebih saat ini permasalahan sebaran pandemi Covid-19 di Jabar belum terkendali, "Belanda masih jauh lah. Enggak usah terlalu geer sejak awal," ucapnya.

 

Bahkan menurut data yang dilansir Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Jabar termasuk penyumbang angka tertinggi infeksi Covid-19. Ia juga mengingatkan, agar RK memperbaiki sistem pendistribusian Bantuan Sosial (bansos) yang tidak efektif merambah ke masyarakat kalangan bawah.

 

"Selesaikan itu lah. Bansos Covid-19 juga benahi, jangan sampai kekacauan seperti yang sudah-sudah terulang kembali," tandasnya. []




Jakarta, SN – Menteri Pertahanan RI Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto ditekankan untuk tidak diam melihat wilayah teritorial laut NKRI yang sering diterobos oleh kapal asing.

 

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto setelah melihat sikap Prabowo selama ini yang berbeda ketika menjadi bagian koalisi.

 

"Pak Menhan jangan diam saja, teritorial laut NKRI sudah sering diterobos dan akan dijadikan ajang perang hibrida," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (27/1).

 

Perang hibrida merupakan sebuah strategi militer yang memadukan antara perang konvensional, perang yang tidak teratur dan ancaman cyber warfare berupa serangan nuklir, senjata biologi dan kimia, alat peledak improvisasi dan perang informasi.

 

Jelas Satyo, perairan Indonesia yang berada di jalur Asia Pasifik sangat mungkin dapat dijadikan proxi oleh negara lain yang sedang berkonflik.

 

"Tentu kita tidak mau wilayah kita dijadikan 'battle ground' pihak asing. Oleh sebab itu kewaspadaan harus ditingkatkan dengan melalukan patroli pengawasan oleh Bakamla dan TNI AL sekaligus menempatkan radar-radar canggih alat pertahanan wilayah laut dan udara," tutur dia.

 

Satyo pun menyarankan agar Menhan Prabowo membangun koalisi negara-negara ASEAN untuk menggelar latihan perang laut.

 

"Menhan mestinya memiliki inisiasi membangun koalisi negara-negara ASEAN menggelar latihan perang laut secara kolosal untuk memberikan efek deterence," pungkasnya. []




Jakarta, SN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali didesak untuk menelusuri dugaan aliran suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 berupa sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020 ke elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Desakan itu disampaikan oleh Solidaritas Mahasiswa Hukum (Somasih) yang menilai bahwa korupsi Bansos di tengah pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi merupakan perbuatan kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara dan para elit politik yang menguras uang negara dengan cara bertentangan dengan hukum.

 

"Kasus tersebut adalah bantuan sosial yang dilakukan oleh Kementerian Sosial dan berimbas sampai pada parlemen dan pedagang makro yang notabenenya adalah kader PDIP yang dipimpin oleh ibu Megawati Soekarnoputri," ujar Presidium Somasih, Malik Bregel R di Jakarta, Rabu (27/1).

 

Dimana kata Malik, dua kader PDIP yang didga terseret dalam kasus Bansos ini adalah, Herman Herry dan Ihsan Yunus selain Juliari Peter Batubara (JPB) yang menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP PDIP selain menjabat Menteri Sosial.

                                                                                                                   

"Kami menemukan beberapa permasalahan yaitu penegak hukum dalam hal ini adalah KPK yang berada di bawah tekanan elite-elite penguasa di NKRI dianggap lalai dalam melakukan pengawasan ataupun pencegahan atas permufakatan jahat yang sudah merampas hak rakyat di saat musibah pandemi Covid-19," jelas Malik.

 

Catatan Somasih, ada delapan poin yang harus disampaikan. Yaitu, mendukung langkah-langkah proaktif yang dilakukan oleh KPK dalam mengungkap kasus korupsi dana Bansos Covid-19.

 

Kedua, menolak setiap isu yang melemahkan KPK dalam mengungkap kasus Bansos.

 

"Somasih meminta KPK agar memeriksa PDIP terkait alur anggaran kasus Bansos Covid-19. Somasih menduga Herman Herry dan Ihsan Yunus sebagai aktor Parlemen yang terlibat dalam kasus bansos," kata Malik.

 

Selain itu masih kata Malik, Somasih mengutuk keras perbuatan keji yaitu korupsi dana Bansos dalam kondisi pandemi yang dilakukan oleh oknum partai politik.

 

"Somasih menuntut untuk terapkan hukuman mati terhadap pelaku koruptor dana bansos," tegas Malik.

 

Malik menyatakan, Somasih sangat yakin bahwa sosok Madam di kasus ini akan terungkap dan terseret proses hukum.

 

"Somasih ingin mengajak masyarakat dari Sabang sampai Merauke untuk sama-sama serukan hukum mati koruptor dana Bansos Covid-19," pungkasnya. [gelora]




Jakarta, SN – Gerakan nasional wakaf uang yang telah diluncurkan Presiden Joko Widodo menuai beragam tanggapan dari publik.

 

Beberapa pihak menilai gerakan tersebut sebagai langkah modern pemerintah untuk memperluas pelaksanaan wakaf. Namun tak dipungkiri gerakan yang diresmikan pada Senin kemarin (25/1) ini juga turut ditanggapi negatif.

 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno menjelaskan, wakaf uang sejatinya akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan sosial dan membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

 

"Dana wakaf diharapkan membantu meringankan beban masyarakat dan membantu mempertahankan lapangan pekerjaan mereka," jelas Sandiaga Uno.

 

Kendati demikian, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Iwan Sumule memiliki perspektif lain dalam melihat gerakan yang diresmikan Presiden Jokowi dan didampingi Wakil Presiden Maruf Amin tersebut.

 

Ia berpandangan, gerakan wakaf yang terus disosialisasikan kepada masyarakat itu seakan menunjukkan lemahnya kemampuan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Padahal hal tersebut sudah jelas tertuang dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

 

"Ajakan (wakaf uang) mulia, dan sekaligus mengungkap negara telah bangkrut?" kata Iwan Sumule, Selasa (26/1).

 

Saat meresmikan gerakan nasional wakaf uang, Presiden Joko Widodo menyebut aset wakaf setiap tahunnya mencapai Rp 2 ribu triliun. Sementara potensi wakaf uang bisa menembus angka Rp 188 triliun.

 

Pembenahan tata kelola ini diinisiasi oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang diketuai Maruf Amin dan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Peresmian gerakan nasional wakaf uang ini juga menjadi tonggak pembenahan pengelolaan wakaf di Indonesia, terutama wakaf benda bergerak. (RMOL)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.