Latest Post

Jokowi-Ijazah 


JAKARTA — Penyidik Polda Metro Jaya menyita Ijazah SMA dan S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada milik mantan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

 

Penyitaan itu dilakukan saat Jokowi menjalani pemeriksaan di Mapolda Solo, Jawa Tengah, pada Rabu, 23 Juli 2025.

 

"Dilakukan tadi, penyitaan ijazah asli S1 dan SMA, tadi juga bersama-sama dengan saksi-saksi lain yang diperiksa, ada 10 plus saya, berarti 11 saksi," kata Jokowi kepada awak media.

 

Sejauh ini, Jokowi masih berkomitmen untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan hingga ke pengadilan.

 

"Kita hormati seluruh proses hukum yang ada, sampai nanti di pengadilan kita lihat ya," ucap Jokowi.

 

Soal penyitaan ijazah juga diamini oleh kuasa hukum Jokowi, Yakub Hasibuan yang menjelaskan hal ini dilakukan dalam rangka pembuktian dan penyidikan.

 

"Dalam rangka pembuktian dan penyidikan itu sudah disita, dan tentu kami sangat welcome, dari awal kami laporkan perkara ini ke Polda Metro Jaya, kami sudah mengatakan kami siap," kata Yakub.

 

Dalam pemeriksaan ini, Jokowi dicecar 45 pertanyaan oleh tim penyidik Polda Metro Jaya. Kurang lebih tiga jam lamanya, Jokowi menjalani pemeriksaan. (rmol)


Benny K Harman 


JAKARTA — Hukuman 4 tahun 6 bulan penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong terus menjadi perbincangan berbagai kalangan, termasuk parlemen.

 

Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman mempertanyakan logika hukum dalam proses persidangan yang menjatuhkan putusan tersebut.

 

“Dalam proses hukum apapun di pengadilan, akal sehat itulah yang utama,” ujar Benny di X @BennyHarmanID, Rabu (23/7/2025).

 

Dikatakan politisi Partai Demokrat itu, jika proses hukum telah mengabaikan akal sehat, maka mustahil bisa melahirkan keadilan yang sejati.

 

“Akal sehat itulah keadilan. Proses hukum yang abaikan akal sehat sudah pasti jauh dari keadilan sebenarnya,” tegasnya.

 

Benny juga melontarkan dua pertanyaan kritis yang dianggap menjadi akar dari kejanggalan dalam kasus Tom Lembong.

 

“Mengapa yang memberi perintah tidak dihukum? Mengapa hakim hitung sendiri kerugian negara?” tukasnya.

 

Seperti diketahui, nama Jokowi sempat disebut-sebut dalam persidangan Tom Lembong. Presiden dua periode itu disebut sebagai sosok yang memberikan perintah dalam proses impor gula yang dilakukan.

 

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, turut memberikan pandangan kritisnya terhadap keputusan majelis hakim.

 

Dalam diskusi bertajuk Rakyat Bersuara yang dipandu Aiman Wicaksono di I News TV, Feri mengomentari penjelasan hakim bahwa Tom tidak memiliki mens rea atau niat jahat, dan tidak menerima keuntungan pribadi.

 

Namun demikian, Tom tetap divonis bersalah karena dinilai telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194,72 miliar.

 

"Sekarang bayangkan, hakim sendiri mengatakan tidak ada niat jahat. Mas Aiman tahu nda artinya dalam konsep hukum pidana, tidak ada niat jahat? Tidak ada pidana,” kata Feri dikutip fajar.co.id pada Rabu (23/7/2025).

 

"Actus reus, tindakan atau perbuatan jahat bisa ada, tapi kalau niat jahat tidak ada, nggak ada pidana," lanjutnya.

 

Feri juga mengajak mereka yang tidak sependapat dengannya untuk memperdalam pemahaman mengenai hukum pidana, terutama mengenai unsur mens rea.

 

"Silakan belajar hukum pidana dari Indonesia, Sabang sampai Merauke, dari tanah air sampai ke luar negeri, soal mens rea kalau tidak terbukti, tidak ada niat jahat,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Feri menyebut bahwa jika hukum digunakan untuk mempertontonkan kebohongan kepada publik, maka hal itu sangat berbahaya bagi tatanan hukum dan demokrasi.

 

"Kecuali ibu bapak sekalian sedang menipu peradaban hukum. Ikut terlibat dalam political show ini, political trial ini,” ungkapnya.

 

Ia juga mengingatkan pentingnya Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang menjamin perlindungan hukum dan keadilan bagi setiap warga negara.

 

“Ingat, di UUD itu eksplisit bunyinya. Saya pikir kita sedang bercanda dengan hukum. Kalau kemudian ini digunakan hanya sekadar untuk menghajar oposan,” tandas Feri. (**)


Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat dikediamannya/Ist

 

JAKARTA — Mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya di Mapolresta Solo, Rabu (23/7/2025).

 

Penyelidikan dilakukan atas nama Jokowi sebagai informan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait dugaan pemalsuan ijazah. Hal ini dibenarkan oleh kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, saat dihubungi pada Selasa (22 Juli 2025).

 

"Kami tadi siang menemui Pak Jokowi di kediaman untuk menanyakan kesediaannya jika diperiksa di Polres Solo, karena kebetulan, penyidik Polda Metro Jaya sedang memeriksa banyak saksi yang berdomisili di wilayah Solo dan Yogyakarta,” kata Rivai.

 

Ia menuturkan, dalam pemeriksaan tersebut, Jokowi akan membawa sejumlah dokumen pendukung, termasuk ijazah asli.

 

"Pak Jokowi bersedia dan tadi kami menemui penyidik yang sedang berada di Polres Solo untuk menanyakan kemungkinannya jika diperiksa bersamaan saksi-saksi lainnya," ucap dia.

 

"Penyidik memperkenankan dan untuk itu Pak Jokowi diminta besok pukul 10.00 WIB hadir di Polres Solo dengan membawa dokumen terkait, termasuk ijazahnya,” lanjutnya.

 

Sempat diprotes Roy Suryo

 

Kembali menjadi sorotan karena mangkir dari panggilan Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi pelapor pada laporan yang diajukan sebelumnya

 

Ketidakhadiran Jokowi tersebut mendapatkan kritik dari banyak pihak, termasuk Roy Suryo selaku terlapor

 

Roy Suryo mempertanyakan Jokowi yang tidak hadir memenuhi panggilan polisi namun justru hadir dan berpidato di acara Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah

 

Menanggapi kritik tersebut, Rivai Kusumanegara, buka suara soal ketidakhadiran kliennya dalam pemeriksaan kasus tudingan ijazah palsu di Polda Metro Jaya.

 

Rivai mengatakan, Jokowi saat ini masih dalam masa pemulihan dan disarankan tidak melakukan perjalanan ke luar kota.

 

Pernyataan ini disampaikan Rivai dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa (22/7/2025), menyusul kritik dari Roy Suryo dan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) atas ketidakhadiran Jokowi dalam agenda pemeriksaan pada Kamis, 17 Juli 2025 lalu.


"Beliau masih dalam recovery. Sudah sembuh, cuma masih disarankan dokter untuk tidak keluar kota dulu," ujar Rivai.

 

Ketidakhadiran Jokowi di pemeriksaan menjadi sorotan karena ia terlihat menghadiri Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo pada 19 Juli 2025, hanya dua hari setelah agenda pemeriksaan.

 

Roy Suryo pun mempersoalkan hal tersebut.

 

Menurutnya, alasan sakit menjadi tidak relevan jika Jokowi masih bisa berkegiatan di luar rumah.

 

"Katanya sakit, tapi hadir di kongres partai. Bahkan katanya minta penyidik datang ke Solo. Ini luar biasa," ujar Roy kepada wartawan, Senin (21/7/2025).

 

Ia menekankan prinsip kesetaraan di mata hukum atau equality before the law, yang semestinya berlaku bagi semua warga negara, termasuk Jokowi yang sudah bukan pejabat negara.

 

"Kalau memang warga biasa, ya hadir ke Polda Metro Jaya seperti yang lain. Jangan seolah-olah ada perlakuan khusus," tegas Roy.

 

Minta Ditunda

 

Rivai Kusumanegara membenarkan adanya pemanggilan terhadap kliennya oleh Polda Metro Jaya terkait dengan laporan Jokowi soal pencemaran nama baik atas dugaan ijazah palsu.

 

Kendati demikian, Jokowi meminta penundaan pemeriksaan lantaran alasan kesehatan.

 

Pemeriksaan Jokowi dalam kapasitas sebagai pelapor seharusnya dilakukan, Kamis (17/7/2025) oleh Subdirektorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya di tahap penyidikan.

 

"Benar, minggu lalu kami sudah menerima surat panggilan dari Polda Metro Jaya, tetapi karena kondisi kesehatan Pak Jokowi yang tidak memungkinkan untuk keluar kota—karena masih dalam masa observasi dokter—kami memohon penundaan pemeriksaan," ujar Rivai saat dikonfirmasi, Selasa (22/7/2025).

 

Menurut Rivai, permohonan penundaan telah diajukan sejak pekan lalu. Pihaknya juga memberikan dua opsi kepada penyidik.

 

"Opsi pertama, menunggu persetujuan dokter. Opsi kedua, pemeriksaan dilakukan di kediaman sesuai dengan ketentuan Pasal 113 KUHAP," jelasnya.

 

Meski demikian, hingga kini tim kuasa hukum masih belum menerima tanggapan dari penyidik terkait permohonan tersebut.

 

"Sampai saat ini kami masih menunggu jawaban atas permohonan tersebut. Mudah-mudahan dalam minggu ini sudah mendapat jawaban," tambah Rivai.

 

Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya menaikkan status kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ke tahap penyidikan.

 

Naiknya status kasus itu berdasarkan laporan yang dilayangkan Jokowi terkait dugaan fitnah atau pencemaran nama baik.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, polisi menemukan adanya unsur pidana dalam laporan tersebut.

 

Hal tersebut berdasarkan gelar perkara yang dilakukan penyelidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kamis (10/7/2025).

 

"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi malam, maka terhadap laporan polisi yang pertama, pelapornya adalah saudara Ir HJW, dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan dalam gelar perkara disimpulkan ditemukan hasil penyelidikan sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga perkaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan," ujar Ade Ary, kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (11/7/2025).

 

Selain laporan Jokowi, ia mengatakan bahwa gelar perkara juga dilakukan terhadap lima laporan lainnya terkait dugaan penghasutan. 

 

"Perkara kedua dasar 5 LP, satu dari Polda, yang empat lagi penarikan dari beberapa Polres ada Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat," tutur dia.

 

"Lima LP ini total tentang dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan perbuatan pidana atau mendistribusikan mentransmisikan informasi elektronik yang sifatnya menghasut mengajak atau mempengaruhi orang lain yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan atau menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan bohong sebagaimana diatur di Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 28 ayat 2 UU ITE," sambungnya.

 

Dari lima laporan tersebut, tiga di antaranya naik penyidikan, sedangkan dua akan segera diberi kepastian hukum.

 

Hal tersebut lantaran pihak pelapor tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan.

 

"Kemudian ada dua laporan polisi yang lain segera diberikan kepastian hukum mengingat pelapornya mencabut laporan dan tidak hadir dalam undangan klarifikasi," tuturnya.

 

"Yang dicabut laporan yang berasal dari 1 yakni Polda Metro Jaya, yang satu dari Depok. Jadi saat ini yang tahap penyidikan adalah 4 laporan polisi" ujar eks Kapolres Metro Jakarta Selatan itu.

 

Kubu Roy Suryo MInta Prabowo Turun Tangan


Kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang berlarut-larut disesalkan pihak Roy Suryo.

 

Pasalnya pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dianggap tidak berusaha menyelesaikan dugaan ijazah palsu Jokowi tersebut.

 

Hingga sekarang kasus ijazah palsu Jokowi ini tak kunjung selesai dan masih berlarut-larut sampai dengan sekarang.

 

Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, mempertanyakan sikap pemerintah tersebut yang dianggap membiarkan terjadinya kegaduhan.

 

"Apakah kekuasaan tidak mengambil peran dalam melerai ya kegaduhan antara anak bangsa ini, sehingga membiarkan perseturuan masalah ijazah palsu ini tidak berujung dan akhirnya anak bangsa sampai mencari penyelesaian ke luar negeri," katanya, Senin (21/7/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.

 

Seharusnya Prabowo turun tangan menangani kasus ini agar cepat selesai. Prabowo bisa menyuruh Jokowi menunjukkan ijazah aslinya apabila memang ada.

 

"Kalau saya menjadi penguasa di pemerintahan atau presiden tentu tersinggung, karena harusnya presiden bisa turun tangan dan menyudahi polemik ini dengan memerintahkan kepada Saudara Joko Widodo untuk menunjukkan ijazah aslinya," ucapnya.

 

Menunjukkan ijazah asli itu, kata Ahmad, sebagai bentuk sikap negarawan agar persoalan ijazah palsu ini segera rampung.

 

"Terlepas kubu Jokowi menyatakan tidak ada kewajiban hukum, tidak juga ada pelanggaran hukum kalau mantan Presiden menunjukkan ijazah sebagai bentuk sikap negarawan, sikap kesatria, dan sikap subjektif dengan niatan ingin mengakhiri segera polemik masalah ijazah ini, Kalau memang beliau berkeyakinan ijazahnya itu adalah asli," kata Ahmad.

 

Dengan tidak ditunjukkannya ijazah asli Jokowi itu, menurut Ahmad, justru semakin menimbulkan keraguan publik tentang keaslian ijazah eks Presiden RI tersebut.

 

"Namun, begitu kami nilai ya masalah ini terus berlarut-larut, tidak ingin menunjukkan tanpa putusan pengadilan, justru itu menambah keraguan publik tentang keabsahan ijazah itu."

 

"Sederhananya, masyarakat akan berlogika ya kalau asli kenapa sulit untuk bisa ditunjukkan ke publik," tutur Ahmad.

 

Adapun Bareskrim Polri telah menyerahkan kasus ke Polda Metro Jaya setelah menyatakan ijazah Jokowi asli berdasarkan uji forensik.

 

Kasus tersebut kemudian ditangani oleh Polda Metro Jaya dan kini telah naik tahap penyidikan karena ditemukan unsur pidana dalam perkara yang dilaporkan oleh Jokowi itu.

 

Polda Metro Jaya Diminta Sita Ijazah Jokowi

 

Ahmad sebelumnya juga mengatakan jika memang status kasus ijazah palsu ini naik penyidikan, seharusnya ijazah Jokowi juga disita oleh Polda Metro Jaya yang kini menangani perkara tersebut.

 

Sebelumnya, ijazah Jokowi telah dikembalikan oleh Bareskrim Polri setelah dinyatakan asli berdasarkan uji forensik.

 

Baca juga: Berpotensi Jadi Tersangka karena Unggah Ijazah Jokowi, Dian Sandi: Niat Saya Baik Bela Pak Jokowi

 

Harusnya, kalau memang mau dinaikkan (penyidikan), ya ijazah Saudara Joko Widodo yang katanya asli tadi disita Polda Metro Jaya, dilakukan tes laboratorium forensik, lalu hasilnya itu baru dijadikan dasar untuk menaikkan tahap ke penyidikan," ungkapnya, Senin (14/7/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.

 

Menurut Ahmad, uji forensik terhadap ijazah Jokowi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Bareskrim itu hanya digunakan untuk menghentikan penyelidikan saja.

 

"Benar sudah ada uji laboratorium forensik, tapi itu di Bareskrim dan itu hanya dumas, kepentingan uji itu untuk dumas dan sudah digunakan untuk menghentikan dumas, penyelidikan," katanya.

 

Ahmad pun menegaskan lagi ijazah Jokowi harus disita oleh penyidik.

 

"Harus disita (ijazah Jokowi) oleh penyidiknya berdasarkan LP-nya, LP Saudara Joko Widodoitu," tuturnya. (wartakota)


Mantan Presiden ke-7 RI Jokowi saat mengisi sesi pesan kebangsaan dalam Kongres PSI yang pertama di Gedung Graha Saba Buana, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 19 Juli 2025


JAKARTA — Mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah meminta penundaan pemeriksaan terkait laporan dugaan pencemaran nama baik terkait kasus dugaan ijazah palsu. Penundaan tersebut diajukan karena alasan kesehatan.

 

Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, menyatakan pemeriksaan seharusnya dilakukan pada Kamis (17 Juli 2025). Namun, kondisi kesehatan Jokowi belum memungkinkannya bepergian ke luar kota karena masih dalam observasi medis.

 

“Minggu lalu kami sudah menerima surat panggilan, tetapi karena kondisi kesehatan Jokowi yang tidak memungkinkan untuk keluar kota, maka kami ajukan penundaan,” ujar Rivai saat dikonfirmasi, Selasa (22/7/2025).

 

Ia menjelaskan, pada hari yang sama, pihaknya langsung mengirimkan permohonan penundaan pemeriksaan kepada penyidik, dengan dua opsi yang diajukan.

 

Opsi pertama adalah menunggu persetujuan dokter untuk keberangkatan Jokowi, dan opsi kedua adalah pemeriksaan dilakukan di kediaman Jokowi, merujuk pada Pasal 113 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

“Sampai saat ini kami masih menunggu jawaban atas permohonan tersebut. Mudah-mudahan dalam minggu ini sudah mendapat kejelasan,” kata Rivai.

 

Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah meningkatkan status penanganan laporan terkait tuduhan ijazah palsu Jokowi ke tahap penyidikan. Penyelidik dikabarkan segera menetapkan tersangka.

 

“Penyelidik telah melakukan gelar perkara terhadap enam laporan polisi yang sedang ditangani Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam, di kantornya, Jakarta, Jumat (11/7/2025). (beritasatu)


Thomas Lembong (tengah) mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3/2025) 

 

JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong, memastikan akan mengajukan banding setelah dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

 

Sebelumnya, Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara atas dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016. Ia dinyatakan bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 194,72 miliar.

 

Majelis hakim menyatakan Tom Lembong menerbitkan surat permohonan atau persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

 

Selain pidana penjara, Tom Lembong dijatuhi denda sebesar Rp750 juta. Jika tidak dibayar, denda tersebut diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

 

Perbuatan Tom Lembong dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

 

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 7 tahun penjara. Namun, pidana denda yang dijatuhkan tetap sama dengan tuntutan, yakni Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

 

Atas hukuman tersebut, penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyatakan bahwa kliennya tidak ingin namanya tercatat sebagai koruptor di Indonesia.

 

Karena itu, tim hukum mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

 

Zaid Mushafi mengungkap, dalam petitum memori banding, tim hukum meminta Tom Lembong dibebaskan dari putusan pengadilan tingkat pertama.

 

"Sebagaimana sudah disampaikan oleh Pak Ari Yusuf Amir kemarin, satu hari saja Pak Tom itu ditahan, dia akan mengajukan banding," kata Zaid saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/7).

 

Ia meyakini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan memberikan putusan yang adil atas upaya hukum tersebut, yaitu membebaskan Tom Lembong dari segala tuduhan.

 

Menurutnya, tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan itu, khususnya dalam hal niat atau tindakan memperkaya diri sendiri maupun orang lain.

 

"Di dalam memori banding tentu semua pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar oleh majelis hakim sebagai perbuatan melawan hukum, salah satunya tidak melaksanakan rapat atau tidak mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perindustrian, itu akan kami bahas," ujarnya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.