Litao - Silfester
JAKARTA — Publik mengkritik perilaku
selektif aparat penegak hukum yang dianggap terjadi. Isu ini mencuat setelah La
Lita, yang juga dikenal sebagai Litao, ditetapkan sebagai tersangka.
Seperti diketahui, Litao merupakan anggota DPRD Wakatobi dari
Fraksi Hanura yang telah menjadi buronan kasus pembunuhan selama 11 tahun.
Litao resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan
anak bernama Wiranto di Desa Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Oktober
2014 lalu.
“Iya, sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid
Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian.
Namun di sisi lain, perhatian publik kembali mengarah pada
nama Silfester Matutina, sosok yang dikenal sebagai pendukung setia Jokowi.
Silfester dinilai memiliki rekam jejak hukum yang jelas,
tetapi hingga kini belum tersentuh Kejaksaan.
Silfester sempat jadi sorotan setelah menuding Partai
Demokrat berada di balik isu dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi serta wacana
pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Di balik manuver politiknya,
rekam jejak hukumnya kembali terbongkar.
Berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 100/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel, yang dikuatkan Pengadilan Tinggi hingga
Mahkamah Agung, Silfester terbukti menyebarkan informasi bohong yang
mencemarkan nama baik Jusuf Kalla dan keluarga.
Dalam orasi di depan Mabes Polri pada 15 Mei 2017, Silfester
menyebut, "Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Yusuf Kalla.
Mari kita mundurkan Yusuf Kalla JK, karena JK menggunakan isu untuk memenangkan
Anies-Sandi. Untuk kepentingan korupsi keluarga Yusuf Kalla.”
Pernyataan itu diputuskan sebagai fitnah. Mahkamah Agung
lewat putusan kasasi tertanggal 20 Mei 2019 menolak permohonan Silfester dan
memerintahkan ia menjalani hukuman penjara satu tahun.
Pakar hukum tata negara, Prof. Mahfud MD, ikut angkat suara
soal ini.
“Banyak yang heran, seorang yang sudah divonis pidana penjara
1,5 tahun sejak tahun 2019 tidak dijebloskan ke penjara sampai sekarang,” kata
Mahfud melalui akun X, @mohmahfudmd, awal Agustus lalu.
Mahfud menyayangkan lemahnya eksekusi hukum, padahal Kejagung
punya Tim Tangkap Buronan (Tabur) yang aktif menangkap DPO hingga ke Papua.
“Ada apa sih?” ujarnya.
Mahfud juga menolak alasan damai dengan korban sebagai dalih
Silfester bebas.
"Loh, proses hukum apa yang sudah dijalani? Lagi pula
sejak kapan ada vonis pengadilan pidana bisa didamaikan dengan korban? Vonis
yang sudah inkracht tak bisa didamaikan. Harus eksekusi,” tegasnya.
Kini, publik menunggu langkah Kejaksaan Agung. Setelah pihak
Kepolisian berani menetapkan tersangka terhadap Litao, warganet mendesak
Kejaksaan juga segera mengeksekusi Silfester Matutina, agar hukum tidak tampak tajam
ke bawah, tumpul ke atas. (fajar)