Yaqut Cholil Qoumas Diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi/Net
JAKARTA — Dugaan skandal korupsi terkait
kuota haji tambahan 2023-2024 telah menyeret sejumlah tokoh penting di Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Hingga saat ini, enam petinggi PBNU dan GP Ansor
telah dipanggil dan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah KPK tersebut mendapat perhatian serius dari ulama
Nahdlatul Ulama KH Abdul Muhaimin, A'wan PBNU periode 2022-2027, yang
menyampaikan keprihatinan dan kekhawatiran para ulama senior dan warga NU
terkait situasi tersebut.
Menurutnya, jika benar aliran dana korupsi itu menyentuh
struktur PBNU, maka kejadian ini baru pertama kali dalam sejarah ormas Islam
terbesar di Indonesia itu.
"Itu tugas KPK, kita mendukung dan patuh pada penegakan
hukum. Namun, segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan
tempo yang meresahkan warga NU," tegas Kiai Muhaimin kepada wartawan,
Sabtu (13/9/2025).
Kiai Muhaimin menekankan, penetapan tersangka sebaiknya tidak
ditunda agar tidak menimbulkan spekulasi liar di masyarakat.
Ia menyoroti jika tidak ada kejelasan, maka publik bisa
menilai KPK tengah merusak reputasi NU secara kelembagaan, padahal yang
terlibat hanyalah oknum.
"Dugaan pelaku adalah oknum yang menyalahgunakan
kebesaran NU. Bukan organisasi secara keseluruhan," lanjutnya.
Lebih jauh, Kiai Muhaimin mengingatkan agar proses hukum
tetap menghormati para ulama, kiai kampung, dan warga NU di akar rumput yang
tidak mengetahui apapun tentang kasus tersebut.
“Ada ribuan ulama dan kiai yang murni berkhidmat. Tapi mereka
ikut merasakan dampaknya karena hujatan terhadap NU terus bergulir di media
sosial,” ujarnya.
Sebagai tokoh nasional dan mantan Presiden Indonesian Conference
on Religion and Peace (ICRP), Kiai Muhaimin mengamati onflik narasi di media
sosial makin memanas. Ia mencatat dukungan publik terhadap KPK mayoritas
positif, sementara pembelaan terhadap para terduga lebih bersifat emosional.
Kondisi ini menurutnya hanya bisa diredam dengan kejelasan
hukum dan penetapan tersangka secepatnya.
“Jangan dibikin serial drama. Siapapun yang terlibat, bahkan
jika pimpinan tertinggi PBNU, maka harus dibuka secara terang benderang,”
tegasnya. (berita1)