GP Ansor. (Foto: Website GP Ansor)
JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal
(Wasekjen) Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Syarif Hamzah
Asyathri, diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
barang bukti yang ditemukan di rumah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil
Qoumas.
Hal itu menjadi salah satu bahan yang diperiksa tim penyidik
saat memeriksa Syarif sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi
penetapan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama
(Kemenag) tahun 2023-2024.
Syarif sebelumnya menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih
KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Kamis, 4
September 2025.
"Dikonfirmasi terkait dokumen dan BBE yang ditemukan
saat penggeledahan di rumah saudara YCQ (Yaqut Cholil Qoumas)," kata
Jurubicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin, 8 September 2025.
Dalam perkara ini, KPK sudah melakukan penggeledahan di beberapa
tempat. Pada Selasa, 19 Agustus 2025, tim penyidik menggeledah 3 kantor
asosiasi penyelenggara ibadah haji dan 1 rumah pihak biro travel. Dari sana,
KPK mengamankan dokumen, catatan keuangan jual beli kuota tambahan haji, dan
barang bukti elektronik (BBE).
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, tim penyidik telah menggeledah
rumah Yaqut. Dari sana, tim penyidik mengamankan BBE, salah satunya ponsel, dan
dokumen. Di hari yang sama, tim penyidik juga telah menggeledah rumah milik ASN
Kemenag di Depok, Jawa Barat. Dari sana, tim penyidik mengamankan satu unit
mobil Toyota Innova Zenix.
KPK juga sudah melakukan penggeledahan di beberapa tempat
sebelumnya, seperti kantor Kemenag, rumah pihak terkait, dan salah satu kantor
pihak swasta biro perjalanan haji.
Dari rumah pihak terkait di Depok, KPK mengamankan 1 unit
mobil. Sedangkan dari kantor Kemenag, diamankan dokumen dan BBE.
Selain itu, hingga Selasa, 2 September 2025, tim penyidik
telah melakukan penyitaan dari beberapa pihak terkait, yakni uang dengan total
1,6 juta dolar AS, 4 unit kendaraan roda empat, dan 5 bidang tanah dan
bangunan.
Penyidikan perkara ini sudah dimulai KPK sejak Jumat, 8
Agustus 2025. KPK menggunakan sangkaan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU
31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Perkara ini diduga
mengakibatkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp1 triliun.
Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji adalah sebesar 92 persen untuk
kuota reguler, dan 8 persen untuk kuota khusus. Namun nyatanya, 20 ribu kuota
tambahan dari pemerintah Arab Saudi malah dibagi menjadi 50 persen untuk haji
reguler, dan 50 persen untuk haji khusus.
Tambahan kuota haji tersebut diperoleh setelah pertemuan
bilateral antara Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi dengan Putra Mahkota
yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud
pada 19 Oktober 2023 lalu.
Namun, dalam Keputusan Menteri Agama nomor 130/2024 yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024 justru mengatur pembagian 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus. (rmol)