Jaga Marwah desak KPK periksa Gubernur Sumatera Utara, Bobby
Nasution dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Erni Sitorus. (Foto:
RMOL/Jamaludin Akmal)
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
didesak segera memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby
Nasution dan Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus untuk mempertanggungjawabkan
penggunaan APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.
Tuntutan itu disampaikan puluhan orang yang tergabung dalam
organisasi Jaringan Pergerakan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) saat menggelar
aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4,
Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 4 September 2025.
Ketua Umum Jaga Marwah, Edison Tamba alias Edoy mengatakan
KPK harus memanggil Bobby Nasution dan Erni Sitorus untuk
mempertanggungjawabkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
karena terbukti terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berujung pada
operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu.
"Dalam kasus OTT mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting,
terdengar informasi pergeseran anggaran signifikan ke Dinas PUPR mencapai Rp1,3
trilun, yang salah satu mata anggaran proyek jalan wilayah Tabagsel yang
terbukti KKN. Bobby Nasution sebagai penanggung Jawab serta Erni sebagai
pengawas dinilai bobol dengan adanya OTT yang dilakukan KPK," kata Edoy
saat berorasi di atas mobil komando.
Selain terkait pergeseran anggaran, kata Edoy, hubungan mesra
legislatif dengan eksekutif memperkuat dugaan praktik KKN yang merugikan
rakyat, serta kerap mengabaikan tugas dan fungsi para anggota DPRD Sumut
lainnya.
Bahkan, kata Edoy, sejumlah anggota DPRD Sumut sudah
menyuarakan bahwa pemanggilan terhadap mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting
untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai pergeseran anggaran tersebut tidak
pernah terlaksana dikarenakan Topan Ginting merasa di-backup Bobby Nasution dan
Erni Sitorus.
"Kita juga mendapat informasi, aparat penegak hukum
seperti tim Korsupgah KPK mengaku merasa kesulitan untuk mendapatkan data soal
penggunaan dan pengelolaan APBD Pemprov Sumut di masa kepemimpinan Bobby
Nasution dan Erni Sitorus. Sehingga kuat dugaan kami, faktor kesulitan
berkomunikasi itu jadi penguat terjadinya OTT KPK," terang Edoy.
Selain itu, Edoy juga mengingatkan kepada KPK terkait track
record Erni Sitorus yang diduga menerima gratifikasi satu unit mobil Alphard
yang sudah disita KPK pada Oktober 2021 lalu.
Penyitaan mobil mewah tersebut terkait kasus korupsi Dana
Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) di masa kepemimpinan
terpidana Khairudinsyah Sitorus alias Buyung, yang juga merupakan ayah kandung
Erni Sitorus.
"Erni Sitorus merupakan anggota DPRD Sumut dari Partai
Golkar saat itu. Meski ayah dan anak, secara jabatan eksekutif membelikan mobil
atas nama anggota legislatif, jelas itu gratifikasi. Untuk itu kita minta KPK,
ungkap kembali dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Erni
Sitorus," tegas Edoy.
Mirisnya lagi, kata Edoy, Erni Sitorus terpilih menjadi
anggota DPRD Sumut dengan Dapil Kabupaten Labuhanbatu Raya yang salah satu
kabupatennya yaitu Labura tempat Buyung berkuasa. Edoy menduga bahwa
terpilihnya Erni Sitorus menjadi anggota DPRD Sumut tak lepas dari perananan
Buyung.
"Saat ini, Bupati Labura turun ke dinasti anaknya
bernama Hendrik Sitorus, yang tidak lain adik kandung Erni Sitorus, sehingga
aroma KKN dan rekam jejak buruk korupsi seakan tidak tersentuh hukum hingga
saat ini," tutur Edoy.
Untuk itu, Edoy meminta agar KPK berani mengikuti perintah
Presiden Prabowo Subianto untuk berani melawan para koruptor, serta tidak
tebang pilih dalam mengusut tuntas kasus korupsi.
"Kepada Ketua KPK, kami yakin tudingan dan opini liar di
publik mengenai piimpinan KPK dicap sebagai Termul oleh masyarakat dan netizen,
karena terkesan tidak berani memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Ketua
DPRD Sumut Erni Sitorus tidak benar. Jadi segera lah panggil pimpinan eksekutif
dan legislatif dalam hal keseriusan mengusut tuntas kasus korupsi OTT KPK di
Sumut," pungkas Edoy. (rmol)