Latest Post

Danjen Kopassus, Mayjen TNI Djon Afriandi/Net


JAKARTA — Foto dan video viral anggota Korps Pasukan Khusus (Kopassus) berswafoto dengan Ketua Umum DPP Grib Jaya, Hercules Rosario Marshal, yang viral di media sosial langsung ditanggapi Mayjen TNI Djon Afriandi. Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus itu pun meminta maaf kepada masyarakat atas kelakuan anggotanya.

 

"Kepada seluruh masyarakat yang begitu cinta dan sayangnya sama Kopassus dan punya harapan besar buat Kopassus, saya selaku pribadi dan sebagai Danjen Kopassus, pertama saya mengucapkan mohon maaf yang sebesar besarnya," ujar Mayjen Djon Afriandi kepada wartawan, Sabtu 26 April 2025.

 

Djon melanjutkan seperti dilansir RMOL, kejadian itu terjadi di luar dugaannya alias spontan. Djon pun menegaskan dirinya langsung melakukan investigasi terkait kejadian tersebut. Di mana kejadian itu terjadi saat Hercules menjadi tamu di sebuah acara.

 

"Ini mungkin pada saat itu momen itu tidak terpikir sama mereka sehingga terjadilah foto bersama saudara Hercules, tapi menurut kami kalau foto tidak masalah," jelasnya.

 

"Cuma momennya mungkin yang bermasalah dengan yang bersangkutan atau anggota kita menggunakan pakaian lengkap di acara khusus, diambil foto ternyata ada dampak sebagian masyarakat yang mungkin tidak terima," tutup Mayjen Djon Afriandi. (**)


AM Hendropriyono 


JAKARTA — Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn.) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono, tak mempermasalahkan tuntutan Forum Purnawirawan TNI terkait pencopotan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden.

 

Menurut Hendropriyono seperti dilansir RMOL, pernyataan tersebut merupakan kebebasan berpendapat di negara demokrasi.

 

"Katanya negeri bebas (berpendapat), jadi mereka menyampaikan aspirasinya, boleh dong," kata Hendropriyono di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat pada Sabtu, 26 April 2025.

 

Lanjut dia, Forum Purnawirawan TNI pastinya sudah mengukur soal bobot atau isi pesan yang disampaikan.

 

"Soal itu benar atau tidaknya, itu kan terserah masyarakat, bangsa Indonesia, boleh saja menyampaikan aspirasi," pungkasnya.

 

Forum Purnawirawan TNI sebelumnya mengeluarkan delapan tuntutan yang dilayangkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

 

Delapan poin itu ditandatangani oleh mantan Menteri Agama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

 

Salah satu poin, mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR dengan dalih keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

 

Sementara itu, Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah memahami delapan tuntutan dan belum bisa membalasnya. (*)


Jokowi dan Prabowo 

 

JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai situasi politik pasca Pemilu 2024 telah menciptakan dinamika aneh dalam sistem presidensial Indonesia.

 

Ia menyinggung hubungan unik antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Jokowi yang belum pernah terjadi dalam praktik demokrasi dunia. Hal itu diungkap Feri saat menghadiri acara diskusi di I News TV bertajuk 'Merapatkan Barisan di Tengah Isu Matahari Kembar'.

 

"Dalam sistem presidensial yang aneh pada apa yang terjadi akhir-akhir ini, dengan Jokowi dan Presiden Prabowo adalah biasanya Presiden dalam satu bangunan koalisi yang sudah lengser, itu tidak membuka apapun layar untuk dirinya," ujar Feri dikutip pada Jumat (25/4/2025).

 

Dikatakan Feri, masih adanya manuver politik di sekitar Jokowi berpotensi memunculkan ketegangan antar-lembaga negara.

 

"Dia akan menyerahkan kepada Presiden yang dia dukung. Ini makanya disebut satu-satunya di dunia. Tapi masih juga berputar-putar. Banyak dampak yang bisa muncul, salah satunya relasi kelembagaan," sebutnya.

 

Ia mengungkapkan, Presiden Prabowo memiliki kedekatan dengan institusi TNI, sedangkan di sisi lain, Jokowi masih sering menerima tamu dari kalangan kepolisian.

 

"Presiden Prabowo bagaimanapun punya kedekatan dengan misalnya institusi TNI, dia korsanya di sana. Sementara diterima tamu oleh mantan Presiden adalah teman-teman dari Kepolisian. Ini kan kayak sedang bertarung kekuatan," imbuhnya.

 

Ia juga menambahkan bahwa di lingkungan kementerian, mulai terlihat adanya klasifikasi pejabat antara loyalis Jokowi dan orang-orang yang berpihak kepada Prabowo.

 

"Orangnya pak Jokowi itu dalam Kementerian ada 17 orang. Makanya 50 persen kabinet pak Jokowi ada dalam kabinet Prabowo," tukasnya.

 

Feri mempertanyakan sejauh mana Jokowi masih memegang kendali dalam pemerintahan Prabowo ke depan.

 

"Kalau ditanya apakah Pak Jokowi masih memegang kendali hal tertentu? Siapa yang bisa membantah itu?," bebernya.

 

Kata Feri, jika Jokowi ingin menunjukkan penghormatan kepada Prabowo, seharusnya ia mengarahkan para pendukungnya untuk menjaga jarak dalam masa transisi ini.

 

"Mestinya dia sudah memikirkan, saya menghormati pak Prabowo, tolong anda-anda untuk sementara waktu tidak datang," cetusnya.

 

"Agar tempat istimewa dalam pandangan publik ada di pak Prabowo. Jadi pada titik tertentu ini bukan sekadar pelanggaran hukum," sambung dia.

 

Feri menilai, situasi ini bukan hanya persoalan etika politik, tetapi juga berpotensi melanggar adab dalam bernegara.

 

"Bukankah kita melihat bahwa sekarang orang bertanya-tanya kenapa pak Prabowo diam saja? Apakah ada sikap powelass yang ingin ditunjukkan pak Prabowo?," timpalnya.

 

Lebih jauh, Feri menilai sikap diam Prabowo dan kesan santun Jokowi justru mengundang tanda tanya besar di masyarakat.

 

"Sementara beliau terlihat berapi-api, tapi di ruang tertentu pak Jokowi tampil dengan santun seolah-olah dia bukan orang yang punya ambisi," tandasnya.

 

Feri bilang, terdapat istilah 'the man of contradiction'. Semua catatan tentang tingkah laku Jokowi, apa yang dibicarakan olehnya, yang sedang terjadi justru sebaliknya.

 

"Bukan tidak mungkin, kalau dia mengatakan tidak ada matahari kembar, jangan-jangan dialah matahari yang sedang dibicarakan," kuncinya. (fajar)


Penyelewengan Dana BOS Merajalela di Berbagai Jenjang Pendidikan/Ist 


JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan mengejutkan terkait penyimpangan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di berbagai jenjang pendidikan. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, sekitar 12% sekolah terbukti melakukan penyalahgunaan dana BOS, dengan berbagai modus penyimpangan yang merugikan dunia pendidikan.

 

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan temuan ini merupakan hasil survei terhadap lebih dari 36 ribu satuan pendidikan mulai dari jenjang dasar, menengah, hingga tinggi di 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota. Survei ini melibatkan hampir 449 ribu responden, meliputi peserta didik, pendidik, orang tua atau wali, dan kepala satuan pendidikan.

 

Adapun modus penyalahgunaan dana BOS yang teridentifikasi mencakup pemerasan/potongan pungutan sebesar 17%, lalu 40% sekolah masih ada nepotisme dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa proyek,  47% sekolah masih melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya 42%.

 

Kemudian perilaku pungli atau pungutan liar pada penerimaan siswa baru sebanyak 28% masih terjadi di lingkungan sekolah diluar biaya resmi.

 

“Selain itu pungli juga terjadi pada sertifikasi/pengajuan dokumen lain masih ada pungutan biaya pengajuan sertifikasi, penyetaraan jabatan, pengajuan dokumen, yakni 23% sekolah dan universitas 60%,” jelasnya.

 

Menanggapi temuan tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Muti menyatakan bahwa selama ini dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah dan penggunaanya juga dilakukan pihak sekolah sehingga penyelewengan bisa terjadi karena belum ada pelaksanaan dan teknis yang benar.

 

“Seharusnya memungkinkan semua pihak dapat melaksanakan dengan benar dan juga dapat dilakukan kontrol oleh masyarakat secara keseluruhan,” jelas Abdul Mu’ti dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

 

Ia pun berharap agar masa depan pada program dana BOS dapat diberikan tuntunan yang lebih operasional, lebih teknis sehingga memudahkan sekolah dalam pelaksanaanya. (monitor)


Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP Himmah), Abdul Razak Nasution/Ist

 

JAKARTA — Para haters yang mempertanyakan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo dinilai sebagai antek asing. Atas alasan itu, Polri diminta segera menindak para haters Jokowi.

 

Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Mahasiswa Al Washliyah (PP Himmah), Abdul Razak Nasution menanggapi sejumlah tokoh publik yang mempertanyakan ijazah Jokowi.

 

"Saya heran dengan Roy Suryo dan lainnya begitu membenci Jokowi padahal beliau sudah menunjukkan ijazah aslinya," kata Razak kepada RMOL, Jumat, 25 April 2025.

 

Padahal menurut Razak, ijazah Jokowi sudah diperlihatkan kepada publik. Namun Razak merasa heran masih ada pihak-pihak yang tidak puas.

 

"Tapi kenapa mereka tidak puas juga, begitulah para pembenci. Lagian Roy Suryo ini jangan jadi orang sok paling bersih padahal mantan napi," tuturnya.

 

Razak menilai, Jokowi merupakan seorang negarawan sejati dan banyak berjasa bagi bangsa Indonesia.

 

"10 tahun menjabat Kita lihat banyak perubahan dan kemajuan untuk Indonesia dari semua sektor, baik sektor pembangunan infrastruktur, dana desa, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, kendaraan listrik, peningkatan investasi dan lain sebagainya," jelas dia.

 

Sebagai negara hukum kata Razak, langkah-langkah hukum sudah harus dilakukan kepada para pembenci tersebut.

 

"Namun perlu saya ingatkan lagi bahwa dalam Al Quran Surat Al Hujurat 12 menerangkan bahwa orang yang suka membuka aib orang lain adalah seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati," jelasnya.

 

Demikian pula berdasarkan Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari yang berbunyi "Barang siapa yang menutupi aib saudaranya, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat".

 

"Polri harus mengusut para pembenci ini karena diduga ini adalah antek asing yang ingin merusak persatuan dan stabilitas politik nasional. Marilah Kita bersatu, berkolaborasi semua pihak untuk membangun bangsa ini,” imbuh dia.

 

“Kita sudah di pintu Indonesia emas, negara ini negara besar saatnya bersatu, dukung visi misi mulia Presiden Prabowo Subianto. Jangan Kita terpecah belah dan mudah diadu domba, saat ini asing tidak menginginkan Indonesia menjadi negara maju," pungkas Razak. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.