Latest Post

Bupati Pati, Sudewo. (Dok. Gerindra) 


JAKARTA — Bupati Pati Sudewo akhirnya menerima hasil dari tantangannya yang meminta masyarakat dalam jumlah besar untuk berdemonstrasi kalau tak terima dengan kebijakannya menaikkan pajak.

 

Rabu kemarin, dalam video yang beredar luas, Sudewo terlihat dilempari sandal oleh banyak massa. Tak cuma itu, botol kemasan minum juga ikut melayang menyasar kepala kader Gerindra tersebut.

 

Kemarahan itu berujung dengan DPRD Pati yang langsung menggelar rapat paripurna demi membahas pemakzulan Sudewo.

 

Merespons itu semua, Sudewo menegaskan takkan mengundurkan diri meski pengunjuk rasa yang memintanya. Alasannya dia dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan secara demokratis.

 

"Tentunya tidak bisa harus berhenti dan mundur dengan tuntutan seperti itu, karena semua ada mekanismenya," ujarnya di Pati, Rabu.

 

Ia menyatakan tetap menghormati proses politik yang tengah berjalan di DPRD Kabupaten Pati, termasuk hak angket yang diajukan oleh anggota dewan. "DPRD memiliki hak angket dan saya menghormati paripurna tersebut," tegasnya.

 

Sudewo juga mengaku pada akhirnya situasi Pati kembali kondusif meski sempat memanas.

 

"Secara garis besar sudah selesai. Kalaupun saat menemui pendemo terjadi ada pelemparan kami bisa memahami emosi mereka karena jumlah massa banyak, sehingga tidak mungkin terkendali sepenuhnya. Tapi yang terpenting, semuanya sudah berjalan baik," ujarnya.

 

Setelah melihat kenyataan bahwa tantangannya kepada masyarakat terkabul, Sudewo mengaku kalau telah belajar. "Tentu ada kekurangan yang harus dibenahi ke depan. Saya akan memperbaiki segala sesuatunya," ujarnya.

 

Selain itu, dia berpesan kepada masyarakat Pati agar tetap solid dan tidak terprovokasi pihak manapun karena Kabupaten Pati milik bersama sehingga warga harus turut menjaga daerah ini.

 

"Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak terulang, supaya pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat bisa berjalan lancar," ujarnya.

 

Bupati juga menyoroti penanganan massa aksi yang mengalami masalah kesehatan. Ia meminta pihak rumah sakit memberikan perawatan terbaik, agar mereka yang sakit segera membaik dan sehat kembali.

 

Ketua DPRD Pati Ali Badrudin membenarkan hari ini (13/8) memang digelar rapat paripurna DPRD yang dihadiri 42 orang dari 50 anggota, sehingga kuorum.

 

Kemudian, kata dia, dari 42 anggota itu ada yang mengusulkan terbentuknya panitia khusus (Pansus) angket. Sehingga rapat tersebut juga membentuk tim pansus angket dengan jumlah anggota 15 orang.

 

"Semua fraksi menyepakati dibentuk tim pansus angket untuk menindaklanjuti tentang kebijakan Bupati Pati Sudewo. Pansus langsung rapat. Sedangkan hasilnya menunggu mereka karena punya waktu 60 hari kerja," ujarnya.

 

Nantinya, kata dia, dari tim pansus DPRD Pati itu akan mengevaluasi kebijakan Bupati Pati terkait penanganan pengunjuk rasa, kemudian hasilnya baru direkomendasikan untuk dikirim ke Mahkamah Agung.

 

Ia mengimbau masyarakat untuk menyampaikan pendapat yang baik dan tidak anarkis, situasi tetap harus dijaga tetap kondusif karena Kabupaten Pati milik bersama harus dijaga bersama. (era)


Mantan Ketua KPK, Abraham Samad 

 

JAKARTA — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad telah selesai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta (Polda Metro Jaya).

 

Pemeriksaan tersebut terkait dugaan tudingan ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu malam (13 Agustus 2025).

 

Pemeriksaan berlangsung selama 10 jam, dengan 56 pertanyaan yang diajukan kepada Abraham Samad.

 

"Ada sekitar 56 pertnyaan yang dilemparkan ke bang Abraham Samad dengan memakan waktu kurang lebih hampir 10 jam," ujar advokat dari LBH Jakarta, Daniel Winata, selaku pendamping Abraham Samad.

 

Daniel menuturkan, meski terdapat pertanyaan yang terkait dengan pekara ini, namun menurutnya kebanyakan pertanyaan yang dilayangkan ke Abraham justru tak sesuai dengan surat panggilan yang diterimanya.

 

"Kebanyakan pertanyaan justu keluar dari kejadian, ataupun waktu kejadian, dan tempat kejadian yang tertuliskan dalam surat panggilan," jelasnya, melansir KompasTV.

 

"Dalam surat panggilan itu dituliskan bahwa kejadiannya terjadi pada 22 Januari (2025), sedangkan banyak pertanyaan yang dilontarkan penyidik itu berada di luar tempus dan loctus delicti yang sudah ditulis dalam surat panggilan," lanjut Daniel.

 

Pihaknya pun menduga terdapat nuansa kriminalisasi dan pengekangan kebebasan ekspresi serta pendapat di internet yang dialami eks ketua KPK itu.

 

Terkini, muncul petisi yang mendesak agar kriminalisasi terhadap Abraham Shamad dihentikan. Terlebih hal serupa sudah pernah dialaminya saat periode pertama Jokowi memimpin Indonesia.

 

"PETISI BERSAMA: HENTIKAN TEROR TERHADAP SUARA KRITIS (Solidaritas Untuk Abraham Samad)," demikian tulisan dalam petisi itu yang dibuat beberapa jam lalu. (fajar)


Ahmad Khozinudin 


 

JAKARTA — Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, mengatakan, mewawancarai narasumber yang membahas kasus ijazah palsu bukan merupakan tindak pidana.

 

Hal itu ditegaskan Ahmad setelah mantan Ketua KPK Abraham Samad menghadiri undangan Polda Metro Jaya untuk memberikan kesaksian terkait laporan mantan Presiden Jokowi.

 

"Tindakan ini lazim dilakukan oleh banyak pihak, termasuk sejumlah media nasional," kata Ahmad kepada fajar.co.id, Kamis (14/8/2025).

 

Ia menegaskan bahwa dirinya sendiri selalu hilir mudik di berbagai media sebagai narasumber, masif mendiskusikan kasus dugaan ijazah palsu Jokowi tersebut.

 

"Karena itu, wajar jika sejumlah tokoh seperti Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo, Feri Amsari, Okky Madasari, Mantan Wakapolri Oegroseno hingga Muhammad Said Didu menyebut apa yang menimpa Abraham Samad adalah Kriminalisasi," sebutnya.

 

Ia melihat bahwa ada upaya menjadikan suatu aktivitas konstitusional yang legal, diproses sebagai sebuah kejahatan atau pidana.

 

"Mewawancarai narasumber untuk mendiskusikan kasus ijazah palsu Jokowi, bukanlah kejahatan," tegasnya.

 

Bagi Ahmad, dalam kasus ini sejumlah pengelola media podcast termasuk Abraham Samad Speak Up, disoal oleh penyidik Polda Metro Jaya, diseret dalam kemelut dugaan ijazah palsu Jokowi.

 

"Jokowi sendiri, tidak mengakui siapa sebenarnya yang dia laporkan. Saat dikonfirmasi 12 nama terlapor versi Polda Metro Jaya, Jokowi berkelit dengan dalih hanya melaporkan peristiwa," jelasnya.

 

Ia menekankan bahwa menjadi saksi merupakan sesuatu yang tidak layak bagi seorang Abraham Samad dalam perkara dugaan ijazah palsu.

 

"Jika materinya, nantiya benar terkait podcast yang dikelola Abraham Samad, maka terkonfirmasi ada Kriminalisasi terhadap Abraham Samad," terangnya.

 

Kriminalisasi itu sendiri, kata Ahmad, merupakan legacy buruk yang menjadi ciri, karakter sekaligus warisan rezim Jokowi.

 

"Entahlah, meskipun rezim berganti, corak kriminalisasi menggunakan modus penegakkan hukum yang dijalankan oleh institusi Polisi masih saja terus berlanjut," Ahmad menuturkan.

 

Ahmad menduga, perang lama antara cicak melawan buaya kemungkinan terulang kembali.

 

"Kita lihat saja nanti. Kenapa Presiden Prabowo Subianto tidak segera melerai perseteruan, sehingga tidak terjadi potensi pecah belah anak bangsa karena kasus ijazah palsu Jokowi?," sesalnya.

 

Ahmad menegaskan, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis siap membela Abraham Samad.

 

"Kami bersama sejumlah tim Lawyer dari YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM+57 dan LBH-AP Muhammadiyah, akan mendampingi pemeriksaan Abraham Samad di Polda Metro Jaya," kuncinya. (fajar)

 

Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD), di Media Center Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Agustus 2025. (Foto: RMOL/Ahmad Satryo) 

 

JAKARTA — Buku karya jurnalis yang tergabung dalam forum Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD), dengan judul "Catatan Jurnalis Pemilu: Sejarah Keserentakan Terbesar Pertama di Dunia", disambut baik pimpinan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

 

Hal tersebut disampaikan Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam acara Bedah Buku di Media Center Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Agustus 2025.

 

Lolly mengapresiasi atas terbitnya buku bergenre bunga rampai karya 12 jurnalis media massa nasional yang tergabung dalam KPPD itu, lantaran pertama dalam sejarah pemilu terbuka ada karya tulis berbentuk buku persembahan insan pers.

 

"Buku ini memotret pelaksanaan pemilu yang lalu, memberikan kedalaman, menggambarkan terhadap sebuah situasi, sebuah peristiwa dari sudut pandang jurnalis," ujar Lolly saat memberikan keynote speech di hadapan 300 lebih jajaran Bawaslu daerah yang hadir secara daring, dan audien yang hadir luring.

 

Menurutnya, sudut pandang jurnalis dalam mengawasi jalannya Pemilu Serentak 2024 tentu berbeda dengan sudut pandang Bawaslu, sehingga potret peristiwa yang dicatat 12 jurnalis anggota KPPD menjadi sebuah kekayaan wacana tersendiri.

 

"Penulisnya beragam (dari media-media massa nasional), 12 jurnalis yang menulis dengan judul yang berbeda, maka kita itu, saya secara pribadi ketika baca itu bisa lompat," sambungnya.

 

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI itu mengaku telah membaca buku "Catatan Jurnalis Pemilu: Sejarah Keserentakan Pertama Terbesar di Dunia".

 

"Saya sudah lihat judul-judulnya (dari tulisan 12 jurnalis anggota KPPD). Saya cek mana yang menurut saya paling menarik untuk saya baca. Begitu saya baca dari berbagai judul ini, saya langsung merasa wow," jelasnya.

 

Salah satu judul tulisan dalam Bab pembahasan, disebutkan Lolly, adalah tentang jurnalis yang berkaitan dengan Bawaslu sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu.

 

"Bagitu ada judul 'Bawaslu Sahabat Jurnalis', ini yang nulis tahu betul kayaknya bahwa ini yang akan pertama saya baca," ungkapnya.

 

Terlepas dari kesan terhadap isi buku, Lolly yang juga pernah menjabat Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat itu meyakini, jurnalis memiliki peran penting dalam proses pemilu maupun pilkada agar berjalan sesuai prinsip integritas dan profesional.

 

"Tetaplah menjadi teman-teman jurnalis yang memberikan sudut pandang sendiri terhadap kinerja pengawasan pemilu. Tetaplah challenge kami dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, karena sesungguhnya persahabatan atau relasi Bawaslu dengan media itu akan kuat maknanya, kalau kami pun selalu dikontrol," tuturnya.

 

"Posisi teman-teman media adalah pengawas eksternalnya Bawaslu. Jadi ternyata kan kita punya peran sama, Bawaslu melakukan pengawasan, media juga melakukan pengawasannya, dalam situasi tertentu media pun bakal mengawasi Bawaslu pada konteks dan takaran ini tetap harus berjalan. Bawaslu menghormati seluruh proses kritis yang dilakukan teman-teman jurnalis," demikian Lolly menambahkan.

 

Buku "Catatan Jurnalis Pemilu: Sejarah Keserentakan Pertama Terbesar di Dunia" ditulis oleh 12 jurnalis media massa nasional di antaranya Ahmad Satryo (Jurnalis Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL), Dian Dewi Purnamasari (Jurnalis Kompas Harian), Vitorio Mantalean (Jurnalis Kompas.com), Yakub Pryatama Widjayaatmaja (Jurnalis Media Indonesia).

 

Kemudian, Febryan (Jurnalis Republika), Okto Rizki Alpino (Jurnalis Akurat.co), Adrian Taher Pratama (Jurnalis Tirto.id), Akbar Budi Prasetya (Pemimpin Redaksi Todaynews.id), Dhanis Iswara (Jurnalis Telusur.co.id), Rusdiyono (Pemimpin Redaksi InfoIndonesia.id), dan Negus Gibran Mayardhi (Jurnalis Caritahu.com).

 

Acara bedah buku "Catatan Jurnalis Pemilu: Sejarah Keserentakan Pertama Terbesar di Dunia", merupakan kerja sama KPPD dengan Bawaslu RI, untuk memberikan sosialisasi pentingnya peranan pers dalam Pemilu dan Pilkada.

 

Penyelenggaraan bedah buku ini telah digelar untuk panel 1 pada hari ini, dengan peserta dari jajaran Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota dari wilayah Indonesia bagian barat.

 

Sedangkan untuk bedah buku panel 2, akan digelar di Media Center Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis pekan depan, 20 Agustus 2025, dengan peserta jajaran Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota wilayah Indonesia bagian timur. (rmol)

 

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad 

 

JAKARTA — Pakar Komunikasi Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto mengaku siap membantu Abraham Samad.

 

Bantuan yang dimaksud terkait mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terancam menjadi tersangka kasus dugaan ijazah mantan Presiden Jokowi.

 

Ia mengaku tidak menahan diri dan siap memberikan keterangan ahli terkait kasus ini.

 

“Saya siap membantu mantan Ketua KPK Abraham Samad yang mau dijerat dengan UU ITE,” tulisnya dikutip Kamis (14/8/2025).

 

“Saya bersedia memberikan keterangan ahli kalau diminta oleh teman teman pejuang kebebasan berpendapat dan demokrasi,” sebutnya.

 

Henri Subiakto menyebut tindakan yang dilakukan oleh Abraham Samad sama sekali tidak melanggar apapun.

 

Bahkan pasal yang tuduhkan, seperti pasal 27A maupun pasal 28 ayat (2) UU nomer 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE

 

“Karena apa yg dilakukan Abraham Samad itu bukan perbuatan yang bisa dikenakan pasal 27A maupun pasal 28 ayat (2) UU nomer 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE,” jelasnya.

 

“Lagi lagi hukum khususnya UU ITE mau dipakai untuk alat politik (as a tool of political engineering),” paparnya.

 

Ia pun menyebut aparat penegak hukum saat ini bahkan sudah dijadikan sebagai senjata weaponization of Law.

 

“Bahkan aparat penegak hukum dijadikan sebagai senjata weaponization of Law untuk melawan para pejuang politik,” terangnya.

 

Sebelumnya, Abraham Samad diperiksa sebagai saksi terlapor di Polda Metro Jaya, Rabu (13/8/2025).

 

Pemanggilannya terkait konten podcast-nya beberapa waktu lalu yang membahas ijazah Jokowi.

 

“Podcast saya bukanlah berisi podcast yang berisi konten-konten yang tidak berpendidikan atau konten-konten yang sifatnya entertain. Kira-kira seperti itu,” ungkap Abraham Samad. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.