Latest Post

Forum group discussion Polresta Malang bersama Dewan Pers dan akademisi/Ist 

 

JAKARTA — Polisi harus menjadi problem solver yang tepat bagi masyarakat. Untuk mewujudkannya, adaptasi kinerja polisi diperlukan di era digital seperti sekarang ini.

 

Seperti yang dinyatakan oleh Kapolresta Malang, Kombes Nanang Haryono dalam forum diskusi kelompok dengan dewan pers dan akademisi membawa tema ingin dipercaya oleh masyarakat, memahami harapannya.

 

“Dengan memahami harapan masyarakat, kita bisa mengambil hati mereka dan mewujudkan Polri yang prediktif, responsif, dan transparan (presisi),” ujar Kombes Nanang dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 25 Mei 2025.

 

Ia juga mendorong personel untuk mengaplikasikan ilmu dari forum ini dalam pelayanan sehari-hari, terutama menyelesaikan masalah masyarakat secara profesional.

 

Sementara itu, Wakil Dewan Pers, Totok Suryanto menyoroti perlunya Polri membangun kedekatan dengan masyarakat.

 

"Polri dan Pers sama-sama bekerja untuk rakyat. Di era digital, setiap warga bisa menjadi 'jurnalis' sehingga kepekaan dan kesantunan dalam melayani publik adalah kunci,” tegasnya.

 

Totok juga mengingatkan agar personel menghindari sikap superior dan lebih mengedepankan interaksi humanis, seperti senyum dan komunikasi yang memukau.

 

Senada, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Prof Nur Basuki Minarso menekankan pentingnya integritas dan penguasaan teknologi dalam menjaga profesionalisme Polri.

 

“Aparat harus netral, akuntabel, dan menghindari prasangka saat menangani kasus. Penguasaan teknologi informasi juga vital untuk membangun pelayanan prima,” jelas Prof Nur Basuki. (rmol)


Foto kopi Ijazah Jokowi yang ditampilkan Bareskrim. (Foto: akun X @ilhampid) 

 

JAKARTA — Hasil forensik Polri bukan satu-satunya yang bisa diterima dalam pembuktian kasus ijazah mantan Presiden ke-7 Jokowi. Hal itu diungkapkan pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho.

 

“Secara formal, UGM sudah menyampaikan. Sekarang secara materiil seperti apa? Hasil ini yang akan dikeluarkan oleh Bareskrim. Pertanyaanya, apakah hasil dari Bareskrim satu-satunya yang diterima? Oh tidak,” kata Hibnu dikutip dari rekaman video Kompas TV, Jumat (23/5/2025).

 

Jika penggugat ijazah Jokowi tak terima dengan hasil forensik Bareskrim Polri, maka menurutnya bisa dilakukan pembanding.

 

“Nanti, seandainya Bang Roy dan teman-teman tidak sepakat. Ada pembandingan. Ini yang disebut dengan kontra suatu pembuktian,” jelasnya.

 

“Jadi hasil forensik penegak hukum, bisa juga hasil forensik pihak pelapor. Seperti halnya visum dari penegak hukum, visum ulang dari korban dan sebagainya,” tambahnya.

 

Karenanya, ia mengatakan, keputusannya ada pada hakim. Sejauh hakim bisa diyakinkan.

 

“Karena apa? Kenapa forensik hadir apa bila ada keraguan. Nah keraguan inilah yang diperiksa forensik, dan kemudian mungkin ada pembanding yang lain,” terangnya.

 

“Hasil forensik itu menambah keyakinan hakim,” tambahnya.

 

Olehnya, ia mengungkapkan tanggung jawab hakim sangat berat.

 

“Tanggung jawab hakim ini sangat berat untuk melihat di sini,” pungkasnya.

 

Penjelasan itu disampaikan Hibnu sebelum pengumuman hasil forensik oleh Bareskrim Polri.

 

Pengumuman dilakukan oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers, Kamis (22/5/2025).

 

"Pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor dari peneliti tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama," katanya.

 

Di sisi lain, pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudi megkritik kinerja Bareskrim Polri terkait ijazah Presiden ke-7 Jokowi. Ia menganggapnya tak bernilai.

 

“Saya kasihan juga dengan bareskrim, karena hasil dari Bareskrim itu tidak punya nilai apapun selain menghentikan penyidikan,” kata Ahmad dalam sebuah wawancara di televisi swasta, dikutip Jumat (23/5/2025).

 

Ia mengatakan, hal tersebut tidak bisa menjadi penguatan bukti laporan ke Polda. Karena proses menguatkan laporan di Polda, ijazah Jokowi harus disita di Polda, dan diproses di Polda meskipun harus balek ke Bareskrim.

 

“Barang itu harus tetap di penyidik, nanti dilimpahkan kepada jaksa baru dibawa ke pengadilan. Di sana nanti bertarung, akan ada gelar perkara, di sana kami ajukan ahli, ajukan saksi, ajukan tes pembanding,” jelasnya.

 

“Kalau hari ini sebenarnya, kita butuh bukti bukan narasi. Mohon maaf sebelumnya, saya itu over optimis, saya harap apa yang dilakukan Bareskrim itu seperti apa yang akan dilakukan Polda Banten,” tambahnya. (fajar)


Potret pihak kepolisian resmi menghentikan penyidikan terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. (Sumber: Humas Polri) 


JAKARTA — Penyidik ​​Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan ijazah palsu milik mantan Presiden Joko Widodo.

 

Dalam keterangan resminya, Brigjen TNI Johandani Rahardjo Puro menegaskan ijazah yang diberikan Jokowi adalah asli dan berharap pengumuman ini dapat meredakan polemik yang berkembang di publik.

 

Namun, pengamat politik Rocky Gerung menilai pernyataan polisi tersebut belum menyelesaikan substansi permasalahan. Dalam diskusi dengan wartawan senior Hersubeno Arief, Rocky mengatakan bahwa permasalahan utama bukanlah keaslian fisik ijazah, melainkan legalitas kepemilikan dan tata cara perolehannya.

 

“Yang dinyatakan asli itu adalah barang benda yang berupa kertas. Tetapi yang dipersoalkan bukan bendanya, melainkan kepemilikan benda itu. Itu masalahnya,” ujar Rocky, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Sabtu, 24 Mei 2025.

 

Menurutnya, barang yang dinyatakan asli oleh laboratorium forensik tetap harus diuji lebih lanjut di pengadilan, termasuk menyangkut prosedur perolehan dan siapa pemilik sah dari dokumen tersebut.

 

“Saya mencuri barang, lalu dianggap saya mencuri barang yang palsu. Saya bilang, ‘Ini barangnya asli.’ Lalu dibuktikan bahwa barangnya memang asli. Tapi itu bukan hak saya karena saya mencuri. Kan itu soalnya,” kata Rocky, memberikan analogi.

 

Lebih lanjut, ia mempertanyakan alasan mengapa Jokowi baru menunjukkan dokumen tersebut sekarang, setelah masa jabatannya berakhir, padahal isu ijazah ini sudah mencuat sejak dua tahun lalu.

 

“Kenapa Pak Jokowi menunda-nunda benda itu sehingga terjadi keributan dan kehebohan? Dan Pak Jokowi tentu yang boleh disebut sebagai mensponsori kehebohan,” tambah Rocky.

 

Ia juga menyoroti bahwa opini publik telah terlanjur berkembang dan tak serta merta berhenti hanya dengan pernyataan resmi dari pihak kepolisian.

 

Menurutnya, pengadilan tetap menjadi jalur sah untuk menyelesaikan persoalan ini, terutama menyangkut beban pembuktian dan keterangan para saksi.

 

“Laboratorium menentukan itu asli. Tetapi persidangan tidak mungkin menerima kesimpulan itu sebelum diperiksa prosedur hukum acaranya,” tegasnya.

 

Rocky menyebut bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui proses yang transparan dan ilmiah, bahkan jika diperlukan, melibatkan analisis forensik lanjutan dari laboratorium yang lebih kredibel.

 

“Ini pengantar untuk memulai kasus ini dibuka di pengadilan,” tutup Rocky.

 

Meski Bareskrim telah menghentikan penyelidikan, pernyataan dan analisis Rocky Gerung menunjukkan bahwa polemik belum sepenuhnya mereda di mata publik. (poskota)


Ilustrasi/Net  

 

JAKARTA — Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menjadi aparatur negara yang profesional sebagai penegak hukum di era saat ini. Jangan sampai institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya digunakan oleh satu orang untuk meraih kekuasaan semata.

 

Demikian disampaikan tokoh aktivis 98, Mixil Mina Munir terkait refleksi 27 tahun Reformasi, 1998-2025.

 

"Saat ini polisi bukan sebagai alat negara, tapi dia sebagai alat pemerintahan itu yang enggak bisa ditoleransi. Polri tidak boleh menjadi alat politik bagi beberapa oknum, bagi orang yang berkuasa," kata Mixil dalam keterangannya pada Sabtu, 24 Mei 2025.

 

Bukan hanya soal kekuasaan, lebih lanjut, Mixil yang juga mantan aktivis Forum Kota (Forkot) menyinggung salah satu hasil yang didapat dari Reformasi yakni kala Polri dipisahkan dari TNI.

 

Dari sini, Maxil berharap besar Korps Bhayangkara bisa menjadi institusi yang tak terkooptasi militer.

 

"Kalau dulu kan polisi memisahkan dari militer dengan harapan polisi bisa menjalankan fungsinya tidak di bawah dalam kooptasi militer," kata Maxil.

 

Sementara itu, terkait wacana RUU Polri yang tengah dibahas, Mixil mengaku belum membaca secara keseluruhan, Ia pun berharap RUU tak membuat kewenangan Polri menjadi 'kebablasan'.

 

"Saya belum baca, cuma pada beberapa, nampaknya mau diperluas lagi peran dan fungsinya ya. Seperti memberikan peran dan fungsi peran yang lebih luas kepada militer, kepada tentara. Itu kan, nampaknya diperluas lagi itu," paparnya.

 

Selain Polri, Mixil juga menyoroti peran militer yang saat ini banyak diperbincangkan usai disahkannya UU TNI.

 

"Kalau dulu militer masuk menjadi bagian dari, salah satunya bisa duduk di legislatif. Nah sekarang ini lebih fatal lagi. Mereka bisa duduk di pos-pos eksekutif, masuk Dirjen, di Kepala Badan, dan lain sebagainya yang mengambil peran-peran dari wilayah-wilayah sipil," tegas Mixil. (rmol)


Foto kopi Ijazah Jokowi yang ditampilkan Bareskrim. (Foto: akun X @ilhampid)  

 

JAKARTA — Pernyataan Bareskrim yang menyebutkan ijazah Jokowi asli masih menjadi tanda tanya besar bagi sebagian orang. Apalagi yang ditunjukkan adalah fotokopi ijazah.

 

Hal ini pun menjadi sorotan netizen di media sosial. Banyak yang mempertanyakan mengapa Bareskrim terkesan enggan memperlihatkan ijazah asli mantan presiden tersebut.

 

Salah satu yang memperbincangkannya adalah pegiat media sosial bercentang biru, Ilham Wahyu S. Melalui akun pribadinya di X @ilhampid, ia mempertanyakan ijazah asli Jokowi yang seolah enggan ditunjukkan secara gamblang oleh pihak kepolisian.

 

"Bareskrim polri 'hasil uji laboratorium forensik ijazah jokowi asli'. Yang gw lihat adalah fotocopy-an. Maklum parcok alias polisi ya begitu sabi sa apa aja direkayasa “tapi pengadilan belum“ ..!!! ' tapi gw termasuk tim yakin itu palsu," tulisnya, dikutip Jumat (23/5/2025).

 

"Yg bikin gw yakin palsu adalah lembar pengesahan skripsi Jokowi. Kalau lulusan 1980-an mestinya masih pake ketikan manual. Bukan print dengan editan font windows," sambung Ilham.

 

Hal senada juga disampaikan akun @NenkMonica. Menurutnya, adalah sebuah kejanggalan jika yang ditampilkan hanya foto kopi ijazah. Sementara ijazah asli polisi malah "enggan" memperlihatkannya.

 

"Kenapa yang ditayangkan di layar lebar dan dizoom itu bukan Ijazah Asli tapi Foto Copynya? Sedangkan yang aslinya hanya di layar kecil dan dipegang tidak dizoom di layar lebar," tulisnya. 

 

Cuitan Monica pun ramai ditanggapi warganet. Lebih dari 485 ribu kali cuitan itu dilihat pengguna aplikasi milik Elon Musk itu.

 

"Drama dan sinetron sudah dimainkan oleh Mulyono dan di legitimasi oleh kroni-kroninya yang punya kuasa atas hukum negara ini. Demi hukum dan keadilan yg hakiki, kasus ini harus dilanjutkan ke pengadilan tertinggi di negara ini. Bila perlu libatkan pengadilan Int’l & HAM PBB 🙏💪💪," balas warganet di kolom komentar.

 

"Dah pasti kalah karena ini sudah terlanjur jauh. Kalo Samapi trbongkar semua malu.. trnyata Indonesia pembohong penipu bgitu. Akan mempengaruhi investor. 😂😂😂😂," balas warganet lainnya. 

 

Diberitakan sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan bahwa ijazah Jokowi sudah diuji oleh laboratorium forensik (labfor).

 

Hasilnya, ijazah tersebut identik dengan ijazah beberapa lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) lainnya.

 

"Terkait ijazah yang tadi sudah kami jelaskan juga, kami melaksanakan uji banding. Uji banding yang diuji adalah semua ijazah asli, baik pembandingnya itu ijazah asli pada angkatan dan tahun yang sama seangkatan beliau, Pak Jokowi,” kata Djuhandani. 

 

Berdasar hasil pengujian tersebut, Djuhandani menyatakan bahwa ijazah Jokowi dari UGM identik dengan ijazah lainnya. Bahkan, penyelidik Bareskrim Polri mendapati map ijazah Jokowi sama persis dengan map ijazah teman-teman satu angkatannya.

 

"Map yang digunakan itu masih sama, map yang dimiliki untuk menyimpan (ijazah) Bapak Jokowi sama beberapa rekannya, itu masih sama. Map yang digunakan saat dulu diterima sampai sekarang masih ada, dan kelihatan kalau saya katakan sudah kumal, itu sama dengan yang lainnya,” imbuhnya. (fajar).


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.