Latest Post

Kolase foto ijazah Prof Saratri yang diunggahnya dan foto ijazah Jokowi yang diunggah kader PSI. Tampak perbedaan mencolok dari keduanya.


JAKARTA — Presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokowi telah menyampaikan laporan terhadap enam orang terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.

 

Ke-6 nama tersebut diungkap Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis dalam konferensi pers, Senin (12/5/2025) yang disiarkan di kanal YouTube Refly Harun.

 

Koordinator Nonlitigasi Tim Advokasi Masyarakat, Ahmad Khozinudin mengungkapkan, laporan tersebut menyasar tokoh-tokoh yang selama ini mengkritisi keabsahan ijazah Presiden Jokowi.

 

Diantaranya adalah Dr Roy Suryo, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, Rizal Fadillah SH, Dr Tifauzia Tyassuma, Kurnia Tri Royani, dan Prof Egi Sudjana.

 

"Begitu klien dilaporkan oleh Saudara Jokowi ke Polda Metro Jaya tanggal 30 April 2025, Bareskrim tiba-tiba bergerak cepat memproses aduan masyarakat tentang ijazah palsu Jokowi," ujar Ahmad, dikutip pada Kamis (14/5/2025).

 

Dikatakan Ahmad, sejauh ini telah berada pada posisi 90 persen proses penyelidikan, dan akan dituntaskan melalui tes laboratorium forensik. 

 

Ahmad menegaskan bahwa timnya menolak proses uji laboratorium forensik yang tengah dilakukan oleh Bareskrim Polri, yang menurutnya sarat dengan muatan politis dan tidak dilakukan secara terbuka.

 

"Berkenaan dengan hal itu Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyatakan sikap, pertama kami menolak hasil tes laboratorium forensik secara sepihak oleh Bareskrim Polri," lanjutnya.

 

Ia menilai prosedur yang dilakukan Bareskrim tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.

 

"Karena proses yang sepihak ini sarat muatan politik, tidak egaliter, tidak transparan, tidak kredibel dan tidak akuntabel," tambahnya.

 

Ahmad juga menyampaikan kekhawatiran bahwa uji forensik ini bukanlah langkah penegakan hukum yang murni, melainkan cenderung untuk melindungi mantan presiden dari kritik.

 

"Melainkan memiliki tendensi politik untuk menyelamatkan Jokowi melalui sebuah proses yang ujungnya patut diduga ijazah Jokowi akan dinyatakan asli," katanya.

 

Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa laporan masyarakat (Dumas) yang selama ini menjadi dasar tindakan kepolisian belum termasuk dalam tahap proses hukum formil (pro justicia), melainkan hanya tahapan awal atau pra-penyelidikan.

 

"Proses dalam tahapan ini hanyalah pra pemeriksaan untuk menentukan apakah aduan masyarakat layak direkomendasikan untuk dilanjutkan pada tindakan pro justicia dengan diterbitkan laporan polisi," ucapnya.

 

Dengan dasar tersebut, ia mempertanyakan dasar keabsahan uji forensik tersebut untuk menyatakan sah atau tidaknya dokumen ijazah yang dipersoalkan.

 

"Ketiga, karena itu kami menduga kuat ada motif penyelamatan kepentingan Jokowi, sekaligus legitimasi kriminalisasi terhadap klien kami melalui proses yang dilakukan Bareskrim Polri yang akan melakukan uji laboratorium forensik, ujungnya diduga kuat hasil tes ijazah Jokowi akan dinyatakan identik atau asli," tegasnya.

 

Ia menambahkan, setelah itu tidak menutup kemungkinan laporan TPUA akan dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti, dan kriminalisasi terhadap para kliennya justru akan dilanjutkan.

 

Ahmad menegaskan bahwa pihaknya hanya akan mengakui keabsahan hasil uji forensik jika prosesnya inklusif dan melibatkan banyak pihak yang independen.

 

"Keempat kami hanya akan mempercayai dan menerima hasil uji laboratorium forensik terhadap ijasah Jokowi sepanjang proses tersebut melibatkan berbagai stakeholders, terlapor di Polda, akademisi lembaga kredibel, ahli dari internasional hingga perwakilan DPR," Ahmad menuturkan.

 

"Intinya kami menuntut audit forensik terhadap ijazah Jokowi melalui lembaga adhoc yang bersifat inklusif, independen dan kredibel," sambung dia.

 

Ahmad bilang, sikap ini diambil secara kolektif oleh Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang terdiri dari sejumlah tokoh ternama.

 

"Demikian pernyataan hukum disampaikan, Jakarta 12 Mei 2025. Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis. Tertanda Petrus Salistinus SH, koordinator litigasi, Ahmad Khozinudin, koordinator nonlitigasi," kuncinya.

 

Ahmad juga menyebut bahwa pernyataan itu nantinya akan disertai lampiran nama-nama advokat dan tokoh yang terlibat dalam tim tersebut. Di antaranya Dr. Amir Samsudin SH MH (mantan Menteri Hukum dan HAM), Dr. Abraham Samad (mantan Ketua KPK), hingga Mayjen TNI (Purn) Samsu Jalal (mantan Danpom ABRI). (fajar)


Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar/RMOL 

 

JAKARTA — Jumlah personel TNI dalam penugasan pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) bisa saja lebih banyak dari penugasan awal.

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan saat ini jumlah bantuan personel TNI masih dirumuskan.

 

"Akan dirumuskan karena biasanya lebih bersifat situasional. Mungkin ke depan ini bisa lebih permanen," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Rabu 14 Mei 2025.

 

Ia mengamini dalam Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025 menyebutkan hanya 30 personel untuk pengamanan Kejati dan 10 personel untuk pengamanan Kejari.

 

Namun jumlah personel ini akan disesuaikan dengan anggaran serta kebutuhan yang ada.

 

"Mungkin antara satu satker (satuan kerja) dengan satker lain tidak sama. Misalnya Kejati A dengan Kejati B, walaupun di telegram itu sudah disebutkan 30 orang, 10 orang, tapi nanti akan disesuaikan," jelas Harli.

 

Lanjut Harli, adanya pengamanan ini sebagai langkah antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya soal potensi ancaman terhadap profesi jaksa.

 

"Kalau misalnya ada jaksa mendapat ancaman, itu bagian dari profesi. Tetapi dalam konteks antisipasi, katakanlah pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan ke depan, maka dibutuhkan bentuk pengamanan yang lebih baik," pungkas Harli. (rmol)

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: Dok. Tim DPP PDIP 

 

JAKARTA — Polemik terkait dugaan ijazah palsu akhir-akhir ini terus menyedot perhatian publik. Di tengah ramainya polemik ijazah palsu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pun turut merasa terganggu. Pasalnya, permasalahan tersebut terkesan terlalu pelik jika hanya sebatas asli atau palsu.

 

Megawati menilai polemik mengenai keaslian ijazah tersebut seharusnya tidak perlu berlarut-larut jika dokumen tersebut memang benar adanya. Pernyataan tersebut disampaikan Megawati saat menghadiri peluncuran buku 'Pengantar Pemahaman Konsep Dasar Mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)' di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta Pusat, dilansir jawapos, Rabu (14/5).

 

"Supaya benar pinter, orang banyak sekarang itu gonjang-ganjing urusan ijazah benar atau enggak. Lah kok susah amat ya, kan kalau ada ijazah ya udah dong kasih aja. Ini ijazah saya, gitu loh," kata Megawati.

 

Ia mengaku heran, mengapa persoalan seperti ini menjadi rumit dan berlarut-larut, padahal keaslian ijazah bisa dibuktikan secara langsung. Di sisi lain, Megawati juga menyoroti fenomena orang-orang pintar yang justru membuatnya pusing dalam memahami arah pemikiran mereka.

 

“Nah, dengan demikian ini kan saya pusing urusin orang pinter-pinter. Pertama kali saya ketemu, pastikan pikiran orang pintar kan menuju ke mana. Saya mesti memperkenalkan dong. Saya sendiri juga bingung,” ucap Megawati.

 

Presiden ke-5 RI itu menekankan bahwa dirinya punya bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan sejumlah gelar yang didapat dari berbagai universitas.

 

“Tapi saya punya bukti. Kata orang, profesor saya tiga, baru doktor honoris causa saya 11. Masih nunggu lagi empat. Makanya saya bilang, loh kok bingung loh. Kok Prof 11, tapi bingung saya kan. Apa itu mesti tesis, mesti apa segala ya?" ujar Megawati.

 

Megawati mengaku bahwa ia sering kali bertanya kepada para akademisi soal gelar-gelar kehormatan yang diterimanya. Ia pun mengaku sempat ragu apakah gelar tersebut layak diterima tanpa menempuh proses pendidikan akademik seperti biasanya.

 

“Nah saya banyak tanya orang pinter, saya terima atau tidak. Katanya itu penghormatan, apalagi kalau dari luar, itu sudah lebih sama dengan orang yang membuat untuk disertasi. Oh gitu ya, saya terima aja,” pungkasnya. (fajar)


Kampus UGM Yogyakarta 


 

JAKARTA — Kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat. Kini, seorang pengacara asal Makassar menggugat Universitas Gadjah Mada (UGM) ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 106/Pdt G/2025/PN Smn.

 

Dalam gugatannya, Komardin menuntut ganti rugi kepada UGM sebesar Rp1.069 triliun, yang terdiri dari kerugian materiil sebesar Rp69 triliun dan kerugian imateriil sebesar Rp1.000 triliun. Gugatannya adalah jika UGM tidak dapat membuktikan riwayat akademis Presiden ke-7 Jokowi saat menempuh pendidikan di sana.

 

"Kita gugat UGM karena dia bungkam dalam masalah ini. Kita meminta kepada UGM untuk memperlihatkan skripsinya, daftar nama-nama Sipenmaru-nya, dimana dia KKN agar tidak terjadi kegaduhan di seluruh Indonesia," kata dia saat dihubungi Rabu (14/5/2025).

 

Menurutnya, imbas persoalan ijazah Jokowi belakangan terakhir ini telah mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia seperti nilai rupiah terhadap dolar. Jika ijazah Jokowi sudah bisa dibuktikan asli atau palsunya oleh putusan pengadilan, Komardin mengeklaim kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia bisa membaik.

 

"Kalau gaduh terus, dolar bisa naik menjadi Rp20 ribu. Oleh karena itu, UGM kami anggap merugikan, makanya kami tuntut kerugian materiil Rp69 triliun dan imateriil Rp1.000 triliun," terangnya.

 

Dikatakan Komardin, tuntutan mengenai dua kerugian tersebut karena pada Desember 2025 bertepatan jatuh tempo pembayaran utang sebesar Rp833 triliun, dengan asumsi nilai dolar Rp15.500 triliun.

 

"Makanya negara harus cari tambahan, anggaran-anggaran dipotong-potong karena mau dilarikan kesitu," ucap Komardin.

 

Terpisah, Humas PN Sleman, Cahyono menyebut, ada delapan orang yang digugat oleh Komardin ke PN Sleman di antaranya Rektor UGM, Wakil Rektor 1, Wakil Rektor 2, Wakil Rektor 3, Wakil Rektor 4, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM dan Ir Kasmojo yang diketahui sebagai dosen pembimbing Jokowi.

 

Nantinya, sidang perdana gugatan akan berlangsung pada 22 Mei 2025 dengan agenda mediasi.

 

"Kita panggil semua pihak, baik penggugat dan tergugat wajib datang atau bisa dikuasakan oleh orang lain. Dalam proses mediasi ini, para pihak akan mencari win-win solution terhadap gugatan tersebut," kata Cahyono.

 

Rencananya, PN Sleman akan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk mengamankan jalannya sidang berlangsung.

 

Mengingat, persoalan ini sangat memantik perhatian masyarakat belakangan terakhir ini. (tvone)


Jokowi (kiri) ngobrol dengan Kaesang Pangarep (kanan) saat berkunjung ke Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 3 Januari 2024 

 

JAKARTA — Mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menjadi sorotan. Netizen kali ini ramai membahas harapan elite Partai Solidaritas Indonesia (PSI) agar Jokowi maju dan terpilih menjadi ketua umum.

 

Komentar netizen tertuju pada unggahan judul berita "Buka Pendaftaran, PSI Berharap Jokowi Maju Jadi Calon Ketum."

 

Akun @masdimnih merasa puas jika Jokowi benar-benar menjadi ketua umum PSI menggantikan Kaesang Pangarep yang tak lain adalah anak bungsunya.

 

"Mantap biar jadi yang pertama dalam sejarah perdinastian. Bapak jadi ketua umum setelah anaknya. Biasanya kan orang tua dulu baru anak," tulis dia.

 

Akun @wiraningprang dan @AswhyL setuju Jokowi memimpin PSI. Karena dengan begitu satu keluarga kumpul jadi satu.

 

"Setuju satu keluarga kumpulin jadi satu aja udah," tukil @wiraningprang.  "Nah gitu dong, akhirnya pada ngumpul semua dalam satu kandang," timpal akun @AswhyL.

 

Akun @jonathan_petrus menganggap Jokowi cocok menjadi ketua Dewan Pembina PSI sementara posisi ketua umum tetap dijabat Kaesang. Menurutnya wajar Jokowi berlabuh di PSI karena partai politik yang lain tidak ada yang mau menerima.

 

Akun @oemaribnkhattab tak yakin nasib PSI di kancah politik nasional berubah sekalipun kelak dipimpin Jokowi.

 

"Partai gurem sampai kiamat tetap gurem, bahkan mungkin akan lebih parah," komentarnya.

 

Akun @i_azrim malah mengumbar kesumat mengomentari berita elit PSI yang berharap Jokowi jadi ketua umum.

 

"Rakyat: kami muak lihat orang ini," katanya.

 

Diketahui, PSI resmi membuka pendaftaran calon ketua umum yang akan dipilih dalam Pemilu Raya pada Selasa 13 Mei 2025. Pemilihan ketua umum akan dilakukan dengan menggunakan sistem e-voting dengan konsep satu anggota satu suara.

 

"Kemudian apakah Pak Jokowi akan menjadi calon? Kita doakan," kata Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua Steering Committee (SC) Pemilu Raya PSI, Andy Budiman saat konferensi pers di DPP PSI, Jakarta.

 

Andy mengatakan partainya menganggap Jokowi sebagai mentor. Ia mengakui sistem pemilihan ketua umum 'satu anggota satu suara' yang digunakan PSI terinspirasi dari ide Jokowi soal partai Super Tbk.

 

"Jadi kalau ditanya apakah ini terinspirasi? Ya ini terinspirasi dari Pak Jokowi memang. Tapi dari kajian internal kami menganggap ini sesuatu yang baik dan bisa satu ide yang bisa dilaksanakan Bagi PSI," katanya.

 

PSI menjelaskan syarat yang harus dipenuhi bagi calon ketua yakni mendapat surat rekomendasi menjadi ketua dari minimal lima Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 20 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI.

 

Tidak ada syarat berapa lama seseorang menjadi kader jika mau maju sebagai calon ketua umum. Menurut PSI hal terpenting adalah mendapat dukungan dari struktur PSI di provinsi dan kabupaten/kota. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.