Latest Post

Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim usai diperiksa KPK/RMOL 

 

JAKARTA — Setelah diperiksa lebih dari sembilan jam oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengakui telah memberikan informasi terkait pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek.

 

Seperti dilansir RMOL, Nadiem menjalani pemeriksaan selama lebih dari sembilan jam sejak pukul 09.21 WIB hingga 18.43 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Agustus 2025.

 

"Terima kasih kepada teman-teman wartawan yang sudah menunggu di sini, saya sangat apresiasi. Tadi baru saja alhamdulillah sudah selesai saya diminta memberikan memberikan keterangan mengenai pengadaan cloud di Kemendikbud," kata Nadiem kepada wartawan.

 

Nadiem mengaku, dalam permintaan keterangan yang telah dilaluinya berjalan dengan lancar.

 

"Alhamdulillah lancar, saya bisa memberikan keterangan. Dan saya ingin memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada KPK juga untuk telah memberikan saya kesempatan untuk melakukan keterangan ini," pungkas Nadiem.

 

Sebelumnya, staf khusus (Stafsus) Mendikbudristek Nadiem Makarim Bidang Isu-isu Strategis, Fiona Handayani telah diperiksa selama lebih dari delapan jam di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu 30 Juli 2025.

 

Saat itu, Fiona dimintai keterangan terkait dengan pengadaan Google Cloud yang saat ini sedang di tahap penyelidikan KPK. Penyelidikan perkara ini pertama kali diumumkan KPK pada Kamis, 12 Juli 2025.

 

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa dugaan korupsi pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek era Nadiem Makarim terjadi ketika pandemi Covid-19.

 

"Iya (tempusnya saat pandemi Covid-19). Sejalan dengan pengadaan Chromebook itu. Itu kan hardware-nya. Di mana anak-anak ini mengerjakan tugasnya, mengetik, menggambar, dan lain-lain melalui medianya laptop, nyimpannya harusnya disimpan tempat penyimpanan data," kata Asep, Jumat 25 Juli 2025.

 

Untuk itu, kata Asep, saat ini tim penyelidik KPK tengah mengusut ada tidaknya kemahalan harga dari pengadaan Google Cloud dimaksud.

 

"Ini yang sedang kita dalami. Apakah ini terjadi kemahalan atau bagaimana. Ini yang sedang kita dalami. Makanya ada kebocoran data dan lain-lain waktu itu kan. Nah itu juga sedang kita dalami. Apakah itu memang satu bagian yang sama atau bagian yang lain," pungkas Asep. (**)

 

Mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas seusai menjalani pemeriksaan KPK terkait kuota haji tambahan 2024, (Kamis 7 Agustus 2025) 


JAKARTA — Setelah sekian lama menjadi sorotan publik, eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang lebih dikenal sebagai Gus Yaqut, akhirnya menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Pemeriksaan ini terkait dengan tambahan kuota haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi untuk haji 2024. Bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Gus Yaqut hadir sejak pukul 09.27 WIB dan menyelesaikan pemeriksaan sekitar pukul 14.15 WIB yang berlangsung selama kurang lebih 5 jam.

 

Usai meninggalkan ruang pemeriksaan, Gus Yaqut menyampaikan rasa terima kasihnya karena telah diberi kesempatan menjelaskan secara lengkap proses penyaluran tambahan kuota haji 2024.

 

"Alhamdulillah, saya berterima kasih, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," ujarnya kepada wartawan.

 

Gus Yaqut menyatakan dirinya mendapatkan banyak pertanyaan dari penyelidik terkait kuota tambahan haji dari Arab Saudi yang jumlahnya mencapai 20.000 jemaah.

 

Namun, ia menolak untuk memaparkan isi detail pemeriksaan, termasuk perihal pembagian kuota 50 persen untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.

 

"Kalau terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikan ya, mohon maaf kawan-kawan wartawan, tapi intinya saya berterima kasih mendapatkan kesempatan untuk bisa menjelaskan, mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu," ujar Yaqut. (beritasatu)


Silfester Matutina/Net 

 

JAKARTA — Sorotan kembali tertuju pada Kejaksaan Agung. Kali ini, datang dari aktivis media sosial Bachrum Achmi, yang mendesak Kejaksaan Agung untuk segera mengeksekusi Silfester Matutina, seorang terpidana korupsi yang hukumannya dilaporkan telah berkekuatan hukum tetap.

 

Bachrum mempertanyakan mengapa Silfester masih berkeliaran bebas, bahkan memegang posisi strategis di perusahaan milik negara.

 

“Hey Kejaksaan RI, jangan cuma galak ke Tom Lembong lah. Itu si Silfester kasusnya sudah inkrah, tapi masih di luar aja. Bahkan sekarang malah duduk manis di kursi komisaris BUMN," kata Bachrum di X @bachrum_achmadi (7/8/2025).

 

Ia menilai kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan penegakan hukum, karena penegakan terhadap satu pihak bisa begitu keras, tapi di sisi lain terlihat longgar.

 

“Kalian jangan becanda lah sebagai penegak hukum!," tandasnya.

 

Ia menegaskan kekecewaannya terhadap ketimpangan perlakuan dalam kasus-kasus yang melibatkan tokoh publik.

 

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara, Prof. Mahfud MD pun turut terpanggil untuk memberikan pandangannya pada perkara tersebut.

 

"Banyak yang heran, seorang yang sudah divonis pidana penjara 1,5 tahun sejak tahun 2019 tidak dijebloskan ke penjara sampai sekarang," kata Mahfud di X @mohmahfudmd (5/8/2025).

 

Dikatakan Mahfud, hal ini cukup disayangkan karena Kejagung sejatinya memiliki Tim Tangkap Buronan (Tabur).

 

"Tahun 2025 ini saja sudah menangkap banyak orang. Termasuk yang bersembunyi di Papua. Ada apa sih?," sebutnya.

 

Mahfud kemudian menyinggung Silfester yang pernah mengeklaim dirinya telah berdamai dengan Jusuf Kalla (JK) yang merasa dirugikan dalam perkara tersebut.

 

"Loh, proses hukum apa yang sudah dijalani? Lagi pula sejak kapan ada vonis pengadilan pidana bisa didamaikan dengan korban?," timpalnya.

 

"Vonis yang sudah inkracht tak bisa didamaikan. Harus eksekusi," kuncinya. (fajar)


Kabinet Merah Putih/Ist 


Oleh: Muhammad Sutisna 

PASCA-pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto telah mencuri perhatian publik bahkan menimbulkan respon beragam dari berbagai kalangan. Dimana menurut penulis langkah ini merupakan sebagai manuver cerdas Presiden dalam meredam polarisasi politik dan memperkuat stabilitas politik.

 

Sederhananya kasus ini membentuk persepsi publik tentang rasa pesimisme terhadap pemerintah ketika bagi siapa saja yang tak dekat dengan penguasa tentu akan mudah terjerat kasus hukum. Namun berkat sensitivitas Presiden terhadap dinamika politik yang terjadi, rasa pesimisme itu perlahan hilang. Ada secercah harapan di masyarakat, kini Pemerintah tak akan menggunakan hukum untuk membungkam lawan politiknya. 

 

Namun perlu menjadi catatan adalah setelah berhasil membuat stabilitas politik menjadi tak keruh. Penting untuk melakukan stabilitas ekonomi. Meskipun dalam konteks teori ekonomi politik, keputusan ini selaras dengan pendekatan neoklasik yang menekankan pentingnya stabilitas institusional sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi.

 

Apalagi Dalam teori ekonomi politik, stabilitas politik dan ekonomi saling terkait erat. Menurut Douglass North, institusi yang kuat dan stabil menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang karena mengurangi ketidakpastian. 

 

Langkah Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada tokoh-tokoh politik seperti Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto mencerminkan upaya membangun kohesi sosial dan politik, yang merupakan prasyarat bagi iklim investasi yang kondusif. Namun, stabilitas politik tanpa diimbangi stabilitas ekonomi hanya akan menjadi kemenangan sementara.

 

Seperti apa yang dikatakan oleh Joseph Schumpeter dalam teori "creative destruction" menegaskan bahwa inovasi kebijakan dan kepemimpinan yang adaptif diperlukan untuk menghadapi disrupsi ekonomi. Saat ini, kinerja sejumlah menteri, khususnya Menteri Perdagangan Budi Santoso, menjadi titik lemah yang menghambat kemampuan pemerintah merespons tantangan ekonomi.

 

Apalagi kalau kita melihat neraca perdagangan Indonesia yang terus merosot menjadi indikator krisis yang nyata. Seperti yang kita lihat dalam Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa pada 2024, neraca perdagangan mengalami defisit akibat kebijakan impor yang kurang terkontrol, seperti yang diatur dalam Permendag Nomor 3 dan 7 Tahun 2024.

 

Dimana kebijakan ini memicu banjir barang impor ilegal, yang tidak hanya melemahkan industri lokal, tetapi juga memperburuk posisi UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

 

Selain itu, kegagalan menjaga stabilitas harga komoditas strategis seperti MinyaKita dan gas 3 kg telah memicu keresahan sosial, yang dalam teori ekonomi politik ala Karl Polanyi disebut sebagai "double movement"--reaksi masyarakat terhadap ketidakadilan pasar yang tidak diimbangi perlindungan sosial. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat memicu deflasi, menekan investasi, dan meningkatkan pengangguran, yang pada akhirnya mengancam legitimasi pemerintahan.

 

Sehingga penting bagi pemerintah untuk segera melakukan Reshuffle kabinet. Karena reshuffle bukan sekadar kebutuhan teknis, tetapi juga imperatif strategis dalam kerangka ekonomi politik.

 

Dalam teori principal-agent, Presiden sebagai principal harus memastikan bahwa agen (menteri) yang ditunjuk memiliki kompetensi dan visi yang selaras dengan tujuan nasional. Kegagalan Menteri Perdagangan saat ini dalam merumuskan kebijakan yang mendukung daya saing ekonomi nasional menunjukkan adanya misalignment antara tujuan pemerintahan dan kinerja kabinet.

 

Skandal seperti BBM oplosan dan kebijakan impor yang kontraproduktif telah merusak kepercayaan publik dan pelaku pasar, yang dalam teori ekonomi politik Robert Gilpin disebut sebagai "krisis kepercayaan" yang dapat melemahkan kapasitas negara dalam mengelola ekonomi global.

 

Untuk mengatasi krisis ini, Presiden Prabowo perlu mengambil langkah berani dengan mereshuffle kabinet, khususnya posisi Menteri Perdagangan. Nama Harvick Hasnul Qolbi muncul sebagai kandidat yang layak. Dengan pengalaman sebagai Wakil Menteri Pertanian pada era Jokowi-Ma’ruf Amin, Harvick telah menunjukkan kemampuan dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

 

Mengingat kiprahnya di Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Ketua Lembaga Perekonomian dan salah satu Bendahara PBNU mencerminkan pemahaman mendalam terhadap pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas, yang sangat relevan untuk memperkuat UMKM dan sektor perdagangan.

 

Sosok Harvick Hasnul Qolbi sendiri memiliki rekam jejak yang kuat untuk membawa perubahan signifikan di Kementerian Perdagangan. Pengalamannya dalam mengelola kebijakan pangan di Kementerian Pertanian menunjukkan kapasitasnya dalam menangani isu-isu strategis yang berdampak langsung pada rakyat. Ia juga dikenal sebagai intelektual muda yang mampu menjembatani kepentingan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.

 

Dalam konteks perdagangan, Harvick berpotensi memperbaiki kebijakan impor dengan pendekatan yang lebih protektif terhadap industri lokal, sekaligus mendorong ekspor produk bernilai tambah tinggi. Ini sejalan dengan teori ekonomi politik merkantilisme modern, yang menekankan pentingnya surplus perdagangan untuk memperkuat posisi ekonomi nasional.

 

Mengingat tantangan ke depan tidaklah ringan. Mulai dari Krisis ekonomi global, disrupsi rantai pasok, dan meningkatnya proteksionisme di pasar internasional menuntut Menteri Perdagangan yang mampu berpikir strategis dan bertindak cepat. Jika Presiden Prabowo gagal mengambil langkah tegas, kepercayaan publik dan pelaku pasar akan terus terkikis, yang dalam teori ekonomi politik dapat memicu "legitimacy crisis" bagi pemerintahan.

 

Sebaliknya, dengan menempatkan figur seperti Harvick, pemerintahan dapat menunjukkan komitmen pada perubahan progresif, yang tidak hanya menjawab tantangan ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di panggung global.

 

Oleh karena itu dalam melihat Langkah Presiden Prabowo yang memberikan abolisi dan amnesti telah menunjukkan keberanian dalam menjaga stabilitas politik. Namun, tantangan yang lebih besar kini terletak pada stabilitas ekonomi, yang menuntut reshuffle kabinet sebagai langkah strategis.

 

Sehingga saatnya Presiden Prabowo bertindak tegas, menjadikan reshuffle sebagai titik balik menuju pemerintahan yang lebih kuat, inklusif, dan berorientasi pada kemajuan bangsa. ***

 

*Penulis adalah Co Founder Forum Intelektual Muda

 

Jokowi saat bagi Bansos di depan istana jelang Pilpres lalu 

 

JAKARTA — Beberapa kasus dugaan korupsi, baik yang sudah terjadi maupun yang masih berlangsung, tampaknya telah menyeret mantan Presiden Jokowi.

 

Selain dugaan korupsi dana bantuan sosial era Jokowi yang saat ini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus-kasus besar lainnya juga telah menyeretnya.

 

Berikut beberapa kasus yang menyeret nama Jokowi yang dirangkum dari berbagai sumber pemberitaan:

 

Bansos Covid-19, Juliari P Batubara

 

Kader PDIP sekaligus mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, menyebut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang korupsi bansos Covid-19 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Senin, 10 Mei 2021.

 

Pada kasus itu, Juliari yang sebelumnya adalah Wakil Bendahara Umum PDIP, didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos Covid-19. Selain Jokowi, Juliari yang pernah menjadi anggota DPR Fraksi PDIP dari daearah pemilihan Jawa Tengah 1 itu juga menyebut nama penyanyi cantik Cita Citata.

 

Dalam persidangan Juliari mengatakan, pada saat itu 'concern' utama Presiden Jokowi untuk percepatan ekonomi. "Penyerapan seluruh anggaran kementerian, bahkan 7 kementerian dengan anggaran besar sempat dipanggil Presiden untuk segera membelanjakan anggarannya," kata Juliari.

 

Pada saat itu yang di pikiran Juliari adalah hanya menjalankan perintah Presiden Jokowi. Menurut dia, ada perintah dari Jokowi untuk segera menghabiskan anggaran terkait Covid-19.

 

Kasus BTS, Jhonny G Plate

 

Mantan Menkominfo, Johnny G Plate, yang divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo.

 

Pada salah satu sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan menara BTS 4G Kominfo pada hari ini, Selasa (4/7/2023) nama Jokowi disebutkan.

 

Johnny Plate berkesempatan menyampaikan nota keberatan atau eksepsinya atas dakwaan jaksa penuntut umum atau JPU kala itu.

 

Dalam nota keberatannya yang dibacakan oleh kuasa hukumnya di persidangan, Johnny Plate menyeret nama Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.

 

Menurut kuasa hukum terdakwa, kliennya tidak berniat melakukan perbuatan koruptif sebagaimana dakwaan jaksa, yang menarasikan seolah-olah Johnny Plate bersama terdakwa lainnya, Anang Achmad Latif, mengadakan proyek pembangunan menara BTS 4G dengan tujuan merampok uang negara.

 

“Apalagi dengan narasi inisiatif terdakwa (Johnny Plate) terjadi peningkatan target pembangunan BTS 4G, sehingga menjadi 7.904 menara BTS dalam periode 2021 sampai 2022 tanpa melalui kajian,” kata kuasa hukum Johnny Plate saat membacakan eksepsi kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023). 

 

“Padahal, faktanya program pembangunan BTS 4G 2021-2022 itu adalah penjabaran atau pelaksanaan arahan dari Presiden RI.”

 

Kuasa hukum terdakwa Johnny menyebut arahan Presiden Jokowi itu disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan intern kabinet.

 

Kasus Gratifikasi Eks Mentan SYL

 

Demikian halnya kasus yang menimpa eks Menteri Pertanian SYL. Saat sidang kasusnya, dia menyatakan, kebijakan ketika menjadi Mentan merupakan lanjutan instruksi Jokowi, termasuk menarik uang dari bawahan lantaran krisis pangan akibat Covid-19 dan El Nino.

 

“Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan presiden atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi berdasarkan undang-undang,” kata SYL, pada 12 Juni 2024 silam.

 

SYL juga mempertanyakan status hukum yang menjeratnya akibat pemerasan tersebut.

 

“Izin Yang Mulia, ini perintah presiden, ini perintah kabinet, ini perintah negara, dan kalau itu terjadi dan ini benar, apakah menteri sendiri yang bertanggung jawab atau negara yang bertanggung jawab?” ucap SYL kala itu.

 

Kasus Tambang Timah Ilegal, Ali Samsuri

 

Mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk untuk wilayah Bangka Belitung, Ali Samsuri, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah Rp 300 triliun. Ali menyebutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta PT Timah mengakomodasi masyarakat yang menjadi penambang ilegal.

 

Jaksa saat itu bertanya terkait penjualan bijih timah dari masyarakat penambang ilegal melalui pemilik IUJP. Ali mengatakan saat itu Presiden Jokowi meminta PT Timah mengakomodasi masyarakat yang menjadi penambang ilegal.

 

"Artinya kan yang tadi tambang-tambang ilegal itu berarti menggunakan perusahaan pemilik IUJP itu ketika menjual bijih timahnya ke, itu Saudara tidak praktik seperti itu, terhadap mitra-mitra seperti itu ya?" tanya jaksa.

 

"Tidak semua. Karena kita waktu itu kan diperintahkan, waktu apa ya, ada kunjungan Presiden RI ke Babel, Yang Mulia, terus banyak yang mengeluhkan masalah tambang ilegal dan statement beliau adalah, 'Ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal.' Jadi ya itulah waktu itu bagaimana masyarakat yang ada di sekitar-sekitar tambang yang ada IUP (izin usaha pertambangan) SPK (surat perintah kerja) kita itu yang dibina biar mereka tidak dikejar-dikejar oleh aparat, itu Yang Mulia. Dan produksinya dikirim melalui mitra yang…," jawab Ali ketika itu.

 

Kasus Impor Gula, Tom Lembong

 

Terakhir dan masih hangat dibahas publik usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo adalah kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

 

Dalam kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor di Jakarta, pada Senin (30/6/2025), dia membeberkan bahwa kasus yang menjeratnya tersebut tidak terlepas dari menjelankan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Dia menuturkan, penugasan melakukan impor gula itu dipicu oleh sejumlah bahan pangan yang mengalami gejolak harga pada 2015. Oleh sebab itu, dia mendapatkan penugasan dari Jokowi untuk meredam persoalan tersebut.

 

"Sebagai menteri menteri bidang perekonomian yang bertanggungjawab, kami kemudian menindaklanjuti perintah Presiden agar pemerintah segera menindak," ujar Tom saat itu.

 

Terkini, mantan presiden yang juga ayah kandung Wapres Gibran itu membenarkan telah memerintahkan eks menteri perdagangan Tom Lembong soal impor gula dimaksud. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.