Latest Post

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong/RMOL 

 

JAKARTA — Usai diberikan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong melalui tim hukumnya langsung melaporkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).

 

“Kami melanjutkan laporan-laporan kami sebelumnya mengenai dugaan tindakan hakim yang imparsial dan secara jelas Hakim Anggota Alfis terlihat ingin menghukum Tom Lembong selama pemeriksaan saksi di persidangan,” kata kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi dikutip Rabu 6 Agustus 2025.

 

Diketahui, perkara dugaan importasi gula di Kementerian Perdagangan yang menjerat Tom Lembong dipimpin oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika didampingi dua Hakim Anggota yakni Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan.

 

Laporan tersebut merupakan kelanjutan dari keberatan tim hukum atas dugaan pelanggaran etik dan sikap tidak imparsial yang ditunjukkan hakim selama persidangan.

 

“Bahkan tidak jarang hakim anggota bernama Alfis menyimpulkan dengan tidak mengedepankan sikap presumption of innocence melainkan dengan sikap presumption of guilty,” kata Zaid.

 

Meski laporan ditujukan kepada seluruh anggota majelis hakim, Zaid menyebut sikap hakim Alfis menjadi salah satu poin penting dalam laporan mereka ke lembaga pengawas yudisial.

 

“Kami melaporkan semua hakim majelis pemeriksa, tetapi salah satu poin pentingnya adalah sikap hakim Alfis,” demikian Zaid.

 

Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi impor gula. Hakim menyatakan perbuatan Tom menyebabkan kerugian negara Rp194 miliar yang menurut hakim merupakan keuntungan yang seharusnya didapatkan PT PPI selaku BUMN.

 

Majelis hakim menyatakan Tom Lembong tak menikmati hasil korupsi tersebut. Hakim tak membebankan uang pengganti terhadap Tom Lembong. (rmol)

 

Fotokopi ijazah S1 Kehutanan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Istimewa 


JAKARTA — Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa terus mengusut ijazah mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi, dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diduga palsu.

 

Dr. Tifa menuturkan, dari 375.000 lebih wisudawan UGM, tidak ada satupun yang me
miliki stempel di belakang pas foto pemegang ijazah.

 

"Semua ijazah, capnya di depan foto pemilik ijazah," kata Dokter Tifa dikutip dari akun X pribadinya, Selasa 5 Agustus 2025.

 

"Kalau ada ijazah yang capnya di belakang foto pemilik ijazah, bisa dipastikan ijazah itu PALSU!" sambungnya.

 

Ahli forensik digital Rismon Hasiholan Sianipar sebelumnya mengatakan, salah satu alasannya menuding ijazah Jokowi palsu adalah karena kondisi stempel.

 

Rismon menilai stempel yang ada pada ijazah Jokowi tidak normal. Ia mengatakan, tuduhan soal ijazah Jokowi merupakan hasil dari analisa.

 

"Bahwa ilmu identifikasi palsu atau tidak palsu itu akademik, ada ilmunya. Itu dalam ruang kademik, kalau hasilnya dari analisa kami itu tidak disukai orang jangan merasa gak suka yah, ini kajian ilmiah harus dilawan dengan kajian ilmiah," kata Rismon beberapa waktu lalu.

 

Rismon menerangkan bagian yang ia anggap janggal pada ijazah Jokowi. Ia merujuk pada bagian pas foto ijazah yang terdapat stempel warna merah.

 

Dalam foto yang diposting akun media sosial X Dian Sandi Utama, tampak pas foto pria berkacamata dengan mengenakan stelan jas tersebut merupakan hitam putih. Sementara di sampingnya terlihat terdapat stempel merah.

 

"Untuk memeriksa di sininya ini, khususnya yang tertimpa," kata Rismon.

 

Ia menganggap mestinya stempel merah tersebut juga terdapat pada bagian jas di foto.

 

"Ini kita periksa lewat analisa semacam insentitas kanal green dan blue. Ini kan red (stempel) nah terus lintasannya (foto) kan harus ada red secara natural," kata Rismon.

 

Berdasar hasil analisanya, justru tidak ada lintasan stempel pada foto pria di ijazah Jokowi.

 

"Ternyata setelah kita periksa ya itu gak ada di sini red-nya," kata Rismon.

 

Polda Metro Jaya sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap 12 orang terlapor atas kasus tudingan ijazah palsu Jokowi.

 

Ada total lima perkara mengenai kasus ijazah Jokowi yang ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya.

 

Sebanyak 12 terlapor di antaranya adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Efendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon  Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Benyamin, dan Ali Ridho. (rmol)

 

Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025/Net

 

JAKARTA — Fenomena pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece telah menarik perhatian Istana. Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tidak mempermasalahkan ekspresi kreatif masyarakat selama tidak mengganggu nilai-nilai kebangsaan, terutama di Hari Kemerdekaan.

 

"Kalau berkenaan dengan bendera One Piece yang itu kaitannya dengan komunitas bagian dari ekspresi kreativitas, sekali lagi itu tidak ada masalah. Kalau sebagai bentuk ekspresi, it's okay, tidak ada masalah. Tapi jangan ini dibawa, dibentur-benturkan, disandingkan dengan Merah Putih. Tidak seharusnya seperti itu," kata Hadi kepada pewarta di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/8).

 

"Yang jadi masalah atau mungkin akan jadi persoalan manakala ada pihak-pihak yang kemudian menggunakan kreativitas teman-teman komunitas ini untuk hal-hal yang kurang pas. Yang secara waktu juga tidak pas, ini bulan Agustus, bulan kemerdekaan," lanjutnya.

 

Ia menekankan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah, melainkan hasil pengorbanan para pahlawan. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk menjaga kesakralan bulan kemerdekaan dan tidak menyandingkan bendera One Piece dengan simbol negara, yakni bendera Merah Putih.

 

"Jangan ada pihak-pihak yang mengganggu kesakralan di bulan kemerdekaan ini dengan membentur-benturkan antara kreativitas dalam bentuk bendera dengan kesakralan merah putih. Kita harus cintai bangsa kita, Merah putih, apa adanya dari lahir maupun batin," kata Prasetyo.

 

Pemerintah, menurutnya, hanya akan mengambil langkah tegas jika ekspresi tersebut berubah menjadi bentuk provokasi, seperti menghasut masyarakat untuk memilih simbol lain di atas Merah Putih.

 

"Kalau pun ada yang sampai ke sana, pelarangan, atau apa pun bentuknya, itu bagi pihak-pihak yang membentur-benturkan, menghasut untuk lebih baik mending bendera ini daripada merah putih, itu kan tidak benar, tidak boleh," jelasnya.

 

Soal makna di balik simbol-simbol alternatif yang mungkin mengandung kritik terhadap pemerintah, ia menyatakan bahwa kritik tetap terbuka dan diakui sebagai bagian dari demokrasi. "Kalau maknanya kritikan, pemerintah sangat terbuka dan kita menyadari bahwa memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita perbaiki," tandas dia. (mediaindonesia)


Komjen Dedi Prasetyo/Ist 

 

JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjuk Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo sebagai Wakil Kapolri yang baru.

 

Keputusan pengangkatan Komjen Dedi tertuang dalam surat telegram Nomor: ST/1764/VIII/KEP./2025, tertanggal 5 Agustus 2025, yang ditandatangani Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia, Irjen Anwar.

 

Sementara itu, posisi Irjen Pengawas Umum yang ditinggalkan Dedi akan diisi oleh Komisaris Jenderal Wahyu Widada yang sebelumnya menjabat Kabareskrim.

 

Dedi pun sempat menjabat posisi strategis di Mabes Polri. Di antaranya Kepala Divis Humas Polri hingga pada 26 Februari 2023 lalu beralih sebagai Asisten SDM Polri.

 

Selain itu As SDM Polri juga mengeluarkan TR dengan Nomor Kep/1186/VIII/2025 tanggal 5 Agustus 2025. Secara keseluruhan terdapat 61 personel yang dimutasi.

 

Selain Wakapolri dan Irwasum, Kapolri juga menunjuk beberapa Pati yang baru yakni Kabareskrim Polri Komjen Syahardiantono, Kabaintelkam Polri Komjen Akhmad Wiyagus, Astamaops Kapolri Komjen Mohammad Fadil Imran, Kabaharkam Polri Irjen Karyoto, Kadivhubinter Polri Brigjen Amur Chandra Juli Buana, dan Kapusjarah Polri Kombes V. Bagas Uji Nugroho. (rmol)


Tom Lembong. (FB Anies Baswedan) 

 

JAKARTA — Pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan RI periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih akrab disapa Tom Lembong, dinilai tidak tepat.

 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Sumatera Utara, Irvan Saputra menyatakan keputusan Presiden RI Prabowo Subianto berpotensi mencederai prinsip penegakan hukum di Indonesia.

 

"Secara regulasi, abolisi itu hanya diberikan kepada orang terbukti bersalah melalui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Sementara terhadap Tom, belum ada putusan inkrah," kata Irvan di Medan, Ahad.

 

Pihaknya menyebutkan, Presiden RI Prabowo Subianto menerbitkan Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi kepada Tom Lembong.

 

Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah dan dihukum 4,5 tahun penjara serta denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan atas kasus impor gula di Kementerian Perdagangan RI pada 2015–2016.

 

"Pemberian abolisi ini justru menimbulkan kesan seolah-olah Tom Lembong telah melakukan tindak pidana," jelas Irvan.

 

Padahal proses peradilan Tom Lembong masih berjalan dan belum ada pembuktian bahwa mantan Menteri Perdagangan itu menerima keuntungan atas perkara yang dituduhkan.

 

Menurutnya, Tom Lembong seharusnya diputus bebas karena fakta persidangan menunjukkan tidak ada niat jahat maupun penerimaan keuntungan pribadi atas kasus importasi gula.

 

"Upaya hukum banding yang saat ini ditempuh oleh Tom Lembong adalah langkah yang tepat untuk memulihkan nama baiknya," tutur Irvan.

 

Pihaknya juga menilai kasus hukum yang menjerat Tom Lembong atas kebijakan impor gula semasa menjabat Menteri Perdagangan merupakan bentuk dugaan kriminalisasi dan politisasi hukum.

 

"Kebijakan impor gula adalah kewenangan seorang menteri menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gula nasional. Menjerat kebijakan tersebut dengan pasal korupsi adalah bentuk dugaan kriminalisasi," papar dia.

 

Irvan juga menegaskan, aparat penegak hukum seharusnya dapat memisahkan antara kebijakan publik dan tindak pidana korupsi, sehingga tidak terjadi penggunaan hukum sebagai alat politik.

 

LBH Medan juga meminta Presiden RI Prabowo Subianto agar mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung RI maupun Mahkamah Agung RI.

 

Sebab, kasus importasi gula ini telah menimbulkan kegaduhan publik dan melanggar prinsip hak asasi manusia, termasuk hak mendapatkan perlakuan adil di hadapan hukum.

 

"Kasus itu menjadi sorotan luas dari masyarakat, akademisi, politisi, dan pakar hukum, sehingga dibutuhkan langkah korektif proses penegakan hukum agar tidak terulang di masa depan," ungkap Irvan. (era)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.