Latest Post

Ilustrasi PERS 


JAKARTA — Pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Lili Romli dalam webinar Forum Insan Cita bertajuk "Peran Pers dalam Membangun Demokrasi dan Supremasi Sipil", Senin, 9 Juni 2025 malam.

 

Bersama lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, media massa memegang peranan penting dalam memastikan demokrasi berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kebebasan pers harus dijaga tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak mana pun, termasuk dari penguasa, pemilik media, maupun institusi Negara.

 

"Jadi pers yang bebas itu penting tanpa ada tekanan, tanpa ada intervensi dari siapa pun. Baik oleh penguasa, tiga pilar sebelumnya, yaitu legislatif, yudikatif, eksekutif, dan juga pemilik media massa,” ujar Lili.

 

Ia pun menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia yang mengalami kemunduran atau regresi. Hal ini diamini sejumlah aktivis LSM yang menyebut demokrasi Indonesia berada dalam bayang-bayang kembalinya otoritarianisme.

 

"Itu berarti kan tantangan dari pers bagaimana agar demokrasi di Indonesia ini tetap tegak," tegasnya.

 

Tak hanya itu, Lili juga menyinggung peran Dewan Pers dalam mendorong kemerdekaan dan memperkuat kehidupan pers nasional.

 

Ia mempertanyakan perhatian Dewan Pers terhadap kondisi awak media yang diberhentikan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya yang bersikap kritis terhadap dinamika politik nasional.

 

"kalau Sritex itu tidak mau pegawainya di-PHK, kenapa Dewan Pers tidak menjadi perhatian juga ketika awak-awak media di-PHK atau diberhentikan?" jelasnya.

 

Atas dasar itu, Lili mengingatkan penurunan indeks demokrasi Indonesia menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk media dalam memperjuangkan kebebasan pers demi menjaga marwah demokrasi di Tanah Air.

 

“Jadi, tantangan bagi media massa adalah bahwa indeks demokrasi di Indonesia ini terus menurun, dan kondisi demokrasi terus menurun,” pungkasnya. (rmol)

 

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian/RMOL 


JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dinilai telah berjasa kepada keluarga mantan Presiden ke-7 Joko Widodo. Salah satunya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemindahan 4 pulau dari Aceh ke Sumatera Utara (Sumut).

 

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menanggapi polemik mengenai Kepmendagri nomor 300.2.2-2138/2025 tentang pemindahan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek dari Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara, yang saat ini dipimpin oleh Bobby Nasution, menantu Jokowi.

 

"Ada skenario pecah belah dalam KMP (Koalisi Merah Putih) dan penyelamatan dinasti Jokowi. Pulau-pulau yang sebelumnya dimiliki Aceh diperkuat dengan Kepmendagri dimiliki Sumut," kata Hari kepada RMOL, Senin, 9 Juni 2025.

 

Hari curiga, pemindahan tersebut patut diduga ada sesuatu yang sengaja diambil. Hari berharap nasib empat pulau itu tidak seperti sejumlah pulau di Raja Ampat saat ini.

 

"Bisa saja munculnya keputusan tersebut asas simbiosis mutualisme. Tito sudah pasti menjadi bagian dari Jokowi and dinasti. Apalagi posisi mendapat jabatan strategis selama 10 tahun Jokowi berkuasa," jelasnya.

 

"Tentunya saat ini balas jasa Tito terhadap keluarga Jokowi dibuktikan dengan memperkuat posisi Bobby Nasution melalui Kepmendagri atas klaim pulau-pulau yang dimiliki Sumut sehingga Gubernur Aceh meninggalkan forum pembahasan," pungkas Hari. (**)


Mantan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Ali Mochtar Ngabalin bersilaturahmi ke kediaman Joko Widodo di Solo, Jawa Tengah/Ist

 

JAKARTA — Akhir-akhir ini polemik dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi makin berwarna. Setelah sebelumnya terus menerus mendapat pembelaan dari orang-orang seperti Teddy Gusnaidi, yang terbaru adalah Ali Mochtar Ngabalin yang membela Jokowi.

 

Tak hanya itu, Ngabalin bahkan menuding Roy Suryo dan kawan-kawan dibayar untuk menyerang Jokowi lewat isu ijazah. Menanggapi hal itu, Ahli Forensik Rismon Hasiholan Sianipar dengan tegas menyatakan bahwa apa yang diungkap Ngabalin adalah fitnah.

 

"Walah, fitnah dan bohong itu," kata Rismon kepada fajar.co.id, Senin (9/6/2025).

 

Blak-blakan, Rismon menuturkan bahwa dirinya menggunakan biaya sendiri ketika melakukan penelitian terhadap skripsi Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM).

 

"Saya biaya sendiri ke UGM maupun ke jakarta. Banyak hoax bertebaran sekarang," sesalnya.

 

Rismon bilang, kuat dugaan bahwa upaya yang dilakukan Ngabalin itu sebagai bentuk memutar balikkan keadaan agar publik berpihak ke Jokowi.

 

"Mungkin untuk mendelegitimasi perjuangan kami. Berharap banyak percaya bahwa kami dibayar dan berjuang karena dibayar," tandasnya.

 

Penuh keyakinan, Rismon menegaskan kesiapannya dipetiksa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jika ada tudingan dibiayai pihak tertentu.

 

"PPATK bisa cek rekening saya kalau memang ada pendana," kuncinya.

 

Sebelumnya, dalam video yang beredar di X, tampak Roy Suryo dan Ali Mochtar Ngabalin terlibat dalam diskusi yang cukup tegang.

 

"Ketuk hati anda, adakah bersedia bersaksi di bawah Al-Qur'an bahwa tuduhan anda saya menerima dana besar itu keliru atau tidak," tantang Roy dalam sebuah video.

 

Bahkan, Roy berani bersumpah di bawah Al-Qur'an bahwa dirinya dan mereka yang berada di jalan serupa tidak dibiayai siapapun.

 

"Saya berani bersumpah di bawah Al-Qur'an bahwa itu tidak benar sama sekali. Itu bohong pak Ngabalin," ucapnya.

 

Dalam video yang sama, Ngabalin meminta agar Roy kembali memutar ulang pernyataannya dalam beberapa podcast sebelumnya.

 

"Nanti putar ulang semua podcastnya kemudian dengar baik-baik pakai hati, pikiran, bahwa proses tuduhan terhadap Jokowi sepuluh tahun dengan ijazah palsu itu berapa biaya yang digunakan. Itu dana besar kan mas?," timpal Ngabalin.

 

"Karena itu saya bilang, hanya urusan ijazah palsu sepuluh tahun, berapa biayanya itu? Karena itulah yang saya bilang, harus ada forum diskusi khusus kita ngomong soal materi ini. Biar jelas," tandasnya. (**)


Viral siapa pemilik kapal pengangut nikel di Raja Ampat. (Sumber: X/@MurtadhaOne1) 

 

JAKARTA — Kawasan Geopark Raja Ampat di Papua Barat Daya, yang dikenal luas sebagai “surga terakhir di timur”, tengah menghadapi sorotan tajam akibat aktivitas penambangan nikel yang telah memicu kekhawatiran lingkungan dan kecaman publik yang meluas.

 

Isu ini pun menyeret nama mantan Presiden Joko Widodo dan istrinya, Iriana, dalam dugaan konflik kepentingan terkait pengangkutan nikel oleh kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana.

 

Aktivitas tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, dilakukan oleh PT Gag Nikel, anak perusahaan patungan antara PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan perusahaan asal Australia.

 

Izin usaha tambang tersebut diterbitkan pada 2017 ketika Joko Widodo menjabat sebagai presiden, dan Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

 

Dugaan Keterkaitan dengan Keluarga Jokowi

Di media sosial dan sejumlah portal berita, beredar daftar kapal tongkang yang disebut terlibat dalam pengangkutan nikel dari wilayah Raja Ampat dan Maluku Utara.

 

Dua kapal yang paling disorot adalah JKW Mahakam 6 dan Dewi Iriana 6, yang dirumorkan milik keluarga mantan presiden.

 

Namun, penelusuran yang dilakukan oleh Hersubeno Arief menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut dimiliki oleh PT IMC Pelita Logistik Tbk, sebuah perusahaan logistik dan transportasi laut yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 5 Desember 2017 dengan kode saham PSSI.

 

Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Pelita Samudera Shipping Indonesia.

 

Menurut informasi yang dapat diakses publik melalui situs resmi dan data BEI, PT IMC Pelita Logistik Tbk beralamat di Menara Astra, Jakarta, dan tidak terdapat nama Joko Widodo maupun Iriana dalam struktur kepemilikan saham maupun jajaran direksi dan komisaris.

 

Nama JKW pada kapal tersebut dijelaskan sebagai singkatan dari "Jasa Konstruksi Wisma", bukan merujuk pada inisial Joko Widodo.

 

Sementara nama Dewi Iriana dinilai sebagai kemiripan kebetulan tanpa bukti hubungan langsung dengan Ibu Negara periode 2014–2024.

 

Pemerintah dan Tokoh Publik Soroti Isu Lingkungan

Isu penambangan nikel di Raja Ampat memicu reaksi luas. Tagar #SaveRajaAmpat menggema di media sosial, dan sejumlah tokoh publik ikut angkat suara.

 

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyuarakan perlunya penyelamatan kawasan wisata Geopark Raja Ampat.

 

Artis Cinta Laura, yang sebelumnya mempromosikan Raja Ampat dalam ajang Festival Film Cannes di Prancis, turut menyatakan penolakannya terhadap eksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut.

 

Pemeriksaan Regulasi dan Kepatuhan Tambang

 

Kementerian ESDM menyatakan bahwa PT Gag Nikel beroperasi sesuai regulasi dan tidak melanggar aturan.

 

Kementerian Lingkungan Hidup mencatat terdapat lima perusahaan tambang di kawasan tersebut, dan hanya tiga di antaranya yang tengah dievaluasi karena dugaan pelanggaran.

 

Meski publik tetap mencurigai keterlibatan elite politik dalam proyek-proyek tambang, bukti resmi tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara keluarga Joko Widodo dengan perusahaan logistik pengangkut nikel di Raja Ampat.

 

Kecurigaan terhadap nama-nama kapal seperti JKW Mahakam dan Dewi Iriana tampaknya berakar pada kemiripan nama semata. (poskota


Pendakwah Ustaz Muhammad Yahya Waloni/Ist 

 

JAKARTA — Setelah meninggal dunia saat menyampaikan khotbah Jumat kemarin, Ustaz Yahya Waloni kembali menjadi sorotan publik pada potongan ceramahnya tahun lalu viral di media sosial.

 

Dalam khotbah yang penuh kekuatan ini, ia menyampaikan kritik keras terhadap kondisi umat Islam dan para pemimpin nasional yang ia sebut sebagai orang-orang munafik agama.

 

Ustaz Yahya menyampaikan kekecewaannya terkait lunturnya semangat perjuangan dalam dakwah Islam.

 

Ia mengatakan, banyak tokoh yang dulunya berada di garda terdepan, kini memilih bungkam dan takut bersuara.

 

"Saya juga melihat bahwa kawan-kawan kita semua ini semakin hari Islam ini semakin hancur. Coba perhatikan, tadinya kami di baris terdepan dalam perjuangan dakwah ini ndak ada satupun, harap kepada siapa, semuanya pada tiarap, semua pada takut," ujar Yahya dikutip pada Minggu (8/6/2025).

 

Ia pun mengisyaratkan kesedihannya menyaksikan wafatnya para tokoh agama satu per satu, termasuk Habib Hasan Assegaf dan istri dari Habib Rizieq Shihab.

 

Tak segan, ia menyatakan bahwa dirinya juga siap jika sewaktu-waktu menyusul mereka.

 

"Jangan-jangan nanti insyaallah tahun depan ndak ada lagi nama saya, sudah kembali ke Rahmatullah. Itu yang saya tunggu-tunggu, lama sekali ya Allah. Lama sekali kau panggil saya mati," katanya dengan suara bergetar.

 

Yahya mengaku istrinya sampai menegurnya karena sering mendoakan kematian dalam doanya.

 

Namun, ia menegaskan bahwa kondisi bangsa, khususnya dominasi pemimpin yang menurutnya munafik terhadap ajaran Islam, membuatnya merasa lebih baik mati.

 

"Menangis saya, dalam doa itu menangis, mengapa bangsa yang mayoritas Islam ini tapi dari atas, pemimpin, sampai pejabat yang ada di pedesaan munafik terhadap agama ini. Ya Allah lebih baik mati daripada melihat ini," tegasnya.

 

Ia juga menyentil para tokoh politik dan aktivis yang dinilai tak mampu menghadapi satu sosok yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.

 

Dalam konteks ini, ia menyebut nama Presiden Joko Widodo secara tidak langsung.

 

"Bukan karena Jokowi yang kuat, siapa? Dosa kita semua. Terlalu banyak orang munafik. Saya curiga jangan-jangan pejabat kita ini 80 persen adalah golongan munafik," ungkapnya, tajam.

 

Ustaz Yahya bahkan menyebut nama Haikal Hasan sebagai contoh tokoh yang menurutnya telah berkhianat terhadap perjuangan dakwah.

 

Ia juga menyinggung tentang ustaz atau kiai yang bisa dibungkam dengan uang.

 

"Kiyai, Ustaz, disorong Rp1 miliar, Rp3 miliar, contoh itu yang mulutnya bicara sampai berbusa-busa, dulu di barisan kita itu. Haikal Hasan itu," tukasnya.

 

Ia menantang mereka yang tidak terima dengan ucapannya untuk menemuinya langsung.

 

"Kalau pengkhianat tetap pengkhianat, pengikut Haikal Hasan, tunggu saya pulang, cegat saya di jalan,” ucapnya.

 

Yahya juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah ciut meski sempat dipenjara.

 

"Woi ciut bagaimana kawan? Justru saya tambah radikal. Sekali harimau, tetap harimau. Nggak pernah jadi kucing. Nggak pernah jadi penjilat. Ular kepala dua. Inilah cara yahudi,” katanya, lantang.

 

Di akhir ceramahnya, ia menegaskan bahwa ia lebih memilih menghadapi musuh terang-terangan daripada pengkhianat yang menikam dari belakang.

 

"Lebih baik menghadapi seribu pembunuh daripada menghadapi satu pengkhianat,” kuncinya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.